Chapter 8

155 30 3
                                    

Happy reading!!! Jangan lupa vote dan comment nya. Terima kasih.

***

Desmond berjalan masuk ke kelab malam langganannya. Hiruk pikuk suasana di dalam sana sama sekali tidak mengganggunya. Desmond lebih suka yang seperti ini. Orang-orang di sana tentu saja sudah mengenal Desmond. Dia dengan lenggang berjalan santai naik ke atas, ruangan VVIP yang memang dikhususkan untuk dia dan teman-temannya. Bukan tamu sembarangan. Itu sebabnya Desmond suka berada di sini. Jangan kira dia dan teman-temannya menghabiskan waktu seperti kebanyakan orang lain yang datang ke kelab.

Sebenarnya mereka hanya sekumpulan orang-orang yang menghilangkan penat setelah seharian bekerja. Memimpin suatu perusahaan itu melelahkan sekalipun yang orang lain lihat mereka tidak melakukan apa-apa. Hanya duduk diam dan melamun, tapi lamunan setiap hari itu yang ujung-ujungnya membuat perusahaan tetap berjalan meskipun ditimpa ketidakpastian yang luar biasa saat ini. Jadi jangan remehkan lamunan tidak penting orang-orang seperti Desmond. Karena tentu saja yang dipikirkan bukan perkara sepele, tidak main-main. Nasib puluhan ribu orang bergantung padanya.

Ketika Desmond masuk, tidak ada siapa-siapa di dalam sana kecuali Aryo yang sibuk dengan laptop dan juga minuman yang menemaninya. Harusnya Desmond bersyukur karena memang yang dia perlukan saat ini hanya Aryo, bukan yang lain. Aryo adalah sahabatnya saat kuliah di Amerika dulu. Sama-sama mengemban tanggung jawab meneruskan bisnis keluarga, Desmond merasa senasib dengan Aryo. Bedanya Aryo masih mempunyai kakak perempuan yang bisa dimintai tolong, sedangkan Desmond tidak ada. Dia hanya anak satu-satunya.

Aryo juga yang tadi siang Desmond telepon untuk bertemu. Lelaki itu tipe lelaki aneh, karena bisa-bisanya dia bekerja dan menyusun strategi bisnis sambil ditemani alkohol. Orang waras mana yang melakukan itu? Hanya Aryo seorang, itu yang Desmond tahu. Dan gilanya lelaki itu bisa menghasilkan ide cemerlang ketika disandingkan dengan alkohol. Tidak salah kalau cita-cita terbesar Aryo adalah membeli sebagian saham perusahaan champagne di Prancis.

"Lagi? Kerja di sini lagi? Jangan bilang dari sore lo sudah disini?" Tanya Desmond memastikan. Cengiran Aryo sudah cukup untuk dijadikan jawaban bagi Desmond.

"Ada apa nih? Ada bisnis baru apa sampai-sampai top priority gitu?" Aryo menyingkirkan laptopnya ketika Desmond sudah duduk di hadapannya. Tentu saja Aryo ingin mendengarkan dengan serius.

"Ajarin gue cara menaklukan wanita..." untuk beberapa detik Aryo terdiam dengan wajah datar. Isi kepalanya masih berusaha mencerna. Namun ketika dia berhasil mencerna semuanya, tawa Aryo langsung membahana. Lelaki itu terpingkal-pingkal sampai-sampai dia memegang perutnya.

"Sebentar..., ini gimana maksudnya? Seorang Desmond minta diajarin bagaimana caranya meluluhkan wanita. Meluluhkan lah ya, jangan menaklukan. Kesannya kayak mau menjajah wanita saja," Aryo membetulkan posisi duduknya. Dia mengatur nafasnya yang sedikit ngos-ngosan karena sibuk tertawa.

"Bukannya biasa gak perlu repot-repot perempuan menggelendot aja sama lo? Kalau nggak pada lo tolakin semua mah stok perempuan lo gak akan habis bro. Terus siapa wanita yang bisa menolak pesona Desmond?" Ujar Aryo dibuat mendramatisir.

"Kalau gue kasih tahu pasti lo gak akan percaya..."

"Siapa?" Tanya Aryo semakin penasaran.

"Perempuan biasa. Salah satu karyawan agensi yang kemarin gue ceritain untuk proyek marketing baru gue." Jawab Desmond. Dia bisa melihat Aryo mengangkat sebelah alisnya.

"Baru ketemu dong? Sudah langsung suka aja lo? Cinta pandangan pertama? Di usia kita yang tiga puluh lima tahun ini masih berlaku yang begituan memang? Secantik apa orangnya?"

Wajar kalau Aryo menanyakan secantik apa wanita yang bisa membuat Desmond sampai meminta tolong diajarkan meluluhkan hati wanita. Tidak mau munafik, baik Desmond dan Aryo, mereka berdua sama-sama mengakui kalau tentu saja mereka tertarik dengan wanita cantik. Meskipun definisi cantik setiap orang berbeda, namun tetap saja itu yang pertama. Kalau dari pandangan mata saja sudah tidak menarik, mana mau repot-repot mengenal lebih jauh lagi seperti apa sifatnya. Jadi kalau ada lelaki yang mengatakan cantik itu tidak penting, dia bukan lelaki menurut Aryo.

Another LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang