Di suatu pagi yang cerah, Yaya berjalan santai di koridor sekolah, sesekali tersenyum ramah pada teman-teman yang menyapanya. Ia mengenakan kerudung merah muda kesukaannya yang selalu menjadi ciri khas dirinya.
Hari itu, sekolah tampak seperti biasa, namun Yaya merasa ada yang aneh. Perasaan tidak nyaman mulai muncul sejak beberapa hari terakhir, seolah-olah ada yang terus memperhatikannya. Namun, setiap kali ia menoleh, tidak ada siapa pun di sana.
Saat Yaya membuka loker untuk mengambil bukunya, ia menemukan secarik kertas kecil yang dilipat rapi. Hatinya berdebar saat membacanya:
"Hati-hati, aku selalu mengawasimu."
Yaya merinding, tetapi mencoba berpikir positif. Mungkin ini hanya lelucon dari teman-temannya, seperti Blaze yang suka iseng. Tapi, kata-kata itu terasa terlalu serius untuk dianggap main-main.
Di kelas, Yaya duduk bersama Ying, yang seperti biasa, cerewet dan penuh energi.
“Eh, Yaya, kamu kenapa kok kayaknya tegang banget?” tanya Ying sambil menepuk pundaknya.
Yaya tersenyum kecut, “Nggak apa-apa, cuma lagi kepikiran aja.”
Saat jam istirahat, Yaya, Ying, dan Gopal duduk bersama di kantin. Gopal sibuk menikmati makanannya dengan penuh semangat, sementara Yaya diam saja, pikirannya terusik oleh pesan misterius tadi.
Tiba-tiba, ia merasakan tatapan dingin dari sudut kantin. Ia menoleh, dan melihat Halilintar duduk sendirian sambil menatapnya tajam. Ekspresinya seperti biasa, dingin dan tidak mudah ditebak.
Apakah mungkin Halilintar yang mengirim pesan itu? Tapi ia segera mengalihkan pandangannya, merasa tak nyaman.
Di sisi lain, Fang yang pendiam dan selalu terkesan misterius, duduk tak jauh dari mereka. Ia memperhatikan Yaya dengan tatapan penuh perhatian, namun sulit diartikan apakah itu sekadar kepedulian atau ada maksud lain.
Gempa, yang terkenal disiplin dan selalu tepat waktu, muncul dari arah belakang, bergabung dengan mereka dan menanyakan apakah ada yang aneh terjadi. Yaya berusaha menyembunyikan kegelisahannya, tapi Fang tampaknya menangkap sesuatu dari ekspresinya.
Waktu berlalu, dan semakin hari Yaya merasa kehadiran sosok misterius itu semakin nyata. Ada saat-saat di mana ia merasa ada yang mengikuti langkahnya ketika pulang sekolah.
Suara langkah kaki samar di belakangnya, bayangan yang menghilang begitu ia menoleh. Ia bahkan mulai merasa ketakutan untuk berjalan sendirian.
Suatu sore, saat Yaya sedang berjalan pulang, angin bertiup kencang, membuat daun-daun berguguran. Ia merasa ada yang mengikutinya lagi, dan kali ini ia yakin. Ia berbalik cepat, namun tak ada siapa pun. Jantungnya berdegup kencang.
Tiba-tiba, Blaze muncul dari arah lain dengan senyum khasnya. “Kamu ngapain sendirian sore-sore gini? Takut ya ada yang ngikutin?” godanya dengan nada usil. Yaya berusaha terlihat tenang meski hatinya masih berdebar.
Hari-hari berikutnya, kejadian aneh terus berulang. Setiap Yaya membuka loker, selalu ada kertas misterius dengan kata-kata yang membuat bulu kuduknya berdiri. Kadang pesan itu berbunyi,
“Kamu terlihat manis hari ini,” atau “Aku selalu ada di dekatmu.”
Pesan-pesan itu terdengar seperti pujian, tapi caranya disampaikan justru terasa menyeramkan.
Pada suatu malam, saat sedang belajar di kamarnya, Yaya mendengar suara aneh dari jendela. Ia mengintip keluar, tapi hanya melihat kegelapan. Hatinya mencelos saat melihat bayangan seseorang yang bergerak cepat di halaman depan rumahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Silent Romance
Fanfiction[Sebenarnya kumpulan cerita One/two/three-shoot] Cinta yang tulus tidak selalu perlu diumbar dengan kata-kata. Kadang, keheningan dan momen-momen kecil cukup untuk membuat perasaan itu terasa nyata, meskipun belum terungkap sepenuhnya. era #boya