Antara Etiket dan Kekacauan

300 27 1
                                    








Yaya🌸 X Sopan🌪☀️







Semua siswa antusias dengan Festival Drama tahunan yang akan diadakan. Di koridor, para siswa sibuk berlatih, berdandan, dan mempersiapkan segala kebutuhan pertunjukan mereka. Namun, satu hal menarik perhatian semua orang:

Sopan, siswa paling sopan dan beretika tinggi di sekolah, terpilih untuk memerankan seorang pangeran dalam drama utama.

Seperti namanya, Sopan adalah anak yang sangat berperilaku baik. Cara bicaranya begitu baku dan teratur, selalu memadukan sopan santun dan tata bahasa yang tak pernah salah. Hal ini kadang membuatnya terkesan kaku, tapi tak bisa disangkal bahwa Sopan punya pesona tersendiri dengan gaya khasnya itu.

Hari itu, ketika Sopan tengah bersiap di belakang panggung, teman-temannya, termasuk Yaya, Gopal, Ying, dan Fang, tak kuasa menahan tawa sambil melihatnya mengenakan jubah mewah khas pangeran kerajaan.

"Hahaha! Sopan, kamu beneran mirip pangeran dari dongeng klasik!" ujar Gopal sambil terpingkal-pingkal.

Sopan hanya menatapnya dengan tenang. “Saya sangat menghargai pujianmu, wahai Tuan Gopal. Namun, saya harap engkau menjaga sopan santun di depan seorang yang berpangkat pangeran.”

Yaya, yang ikut mendengarnya, hanya tersenyum sambil menggelengkan kepala. “Ih, sopan banget deh kamu, Sopan. Beneran kayak beneran di kerajaan aja.”

Sopan dengan anggunnya menunduk hormat kepada Yaya. “Wahai Putri Yaya, tiada maksud hamba untuk berpura-pura. Namun, sebagai pangeran dalam pementasan ini, hamba berjanji akan menjalankan peran dengan penuh kehormatan.”

Semuanya tertawa mendengar responsnya. "Ya ampun, Sopan! Kamu serius banget sih!" Ying menimpali sambil menahan tawa.

Ketika tiba saatnya tampil di panggung, suasana tiba-tiba berubah. Musik megah bergema di seluruh aula sekolah, mengiringi kemunculan Sopan sebagai pangeran di atas panggung.

Penonton langsung terpesona melihat penampilan elegannya. Dalam balutan jubah kerajaan, Sopan memancarkan aura yang luar biasa.

Cerita drama tersebut mengisahkan seorang pangeran yang harus menyelamatkan putri dari cengkeraman penyihir jahat. Dalam salah satu adegan, pangeran Sopan harus menyatakan cintanya kepada sang putri (diperankan oleh Yaya), yang terperangkap dalam menara tinggi.

Ketika tiba pada adegan tersebut, Sopan maju dengan langkah mantap, lalu berkata dengan nada serius dan penuh perasaan,

“Wahai Putri Yaya yang anggun, hamba datang untuk menyelamatkanmu dari kesengsaraan. Izinkan hamba mempersembahkan seluruh jiwa dan raga demi keselamatanmu.”

Penonton tak bisa menahan diri untuk tidak tertawa mendengar gaya bahasa Sopan yang begitu kaku namun lucu. Bahkan Yaya yang seharusnya berakting tegang, hampir tertawa saat menanggapi,

“Pangeran Sopan, hamba merasa terhormat dengan pengorbananmu. Namun, bisakah pangeran berbicara sedikit lebih... rileks?”

Sopan mengernyitkan dahi sejenak, mencoba menurunkan formalitasnya, tapi tak berhasil.

“Oh, wahai Putri Yaya, hamba sungguh meminta maaf, namun bahasa yang kurang beradab sungguh tidak cocok untuk seorang pangeran sepertiku.”

Seluruh penonton tertawa terbahak-bahak. Gopal yang duduk di barisan depan bahkan sampai terjatuh dari kursinya karena tak kuat menahan tawa.

Namun, di balik kejenakaan itu, ada momen-momen gemas yang terjadi di antara Sopan dan Yaya. Saat adegan dimana Sopan harus menggenggam tangan Yaya, ia terlihat sangat gugup.

Tangannya gemetar saat hendak meraih tangan Yaya, membuat semua orang menyadari bahwa meskipun Sopan selalu sopan dan tegar, dia tetaplah seorang anak remaja yang bisa gugup saat harus menyentuh tangan lawan jenis.

“Pangeran, kenapa gemetar begitu?” tanya Yaya sambil tersenyum menggoda.

“S-sungguh, bukan niat hamba untuk gemetar, namun perasaan hamba... ah, bagaimana hamba harus mengatakannya...”

Sopan terdiam sejenak, mencari kata-kata yang tepat. “Hamba merasa sangat terhormat, namun juga... sangat malu.”

Penonton langsung dibuat gemas melihat reaksi Sopan yang seperti ini. Wajahnya memerah, sementara Yaya terus tersenyum penuh arti.

Tak lama setelah itu, adegan klimaks pun tiba. Sopan harus menghadapi Fang yang berperan sebagai penyihir jahat. Dalam skenario, Fang seharusnya mengeluarkan kutukan, tapi karena terlalu asyik melihat Sopan yang selalu sopan dan baku, ia malah lupa dialognya.

Fang akhirnya improvisasi dengan berkata, “Kamu mau melawanku? Coba saja, Pangeran Baku!”

Sopan tidak tinggal diam. Dia tetap dalam karakternya dan menjawab,

“Wahai Tuan Penyihir yang penuh tipu muslihat, tiada guna engkau menebar sihir gelap. Keberanian dan kesopanan selalu akan mengalahkan kebatilanmu.”

Fang akhirnya menyerah dan tertawa kecil, “Kalah deh aku sama kesopananmu.”

Setelah mengalahkan penyihir jahat, adegan terakhir adalah saat sang pangeran menyelamatkan putri Yaya dan membawanya turun dari menara. Namun, ketika Sopan hendak menggendong Yaya sesuai naskah, ia tiba-tiba berhenti dan terlihat ragu.

“Sopan, ayo cepat! Gendong aku!” bisik Yaya, meski sebenarnya dia juga tahu betapa canggungnya situasi ini.

Namun, alih-alih mengikuti naskah, Sopan malah menunduk hormat dan berkata,

“Mohon maaf, wahai Putri Yaya. Hamba merasa kurang sopan jika harus menggendongmu tanpa izin yang lebih formal.”

Yaya hampir meledak tawa mendengarnya, tapi tetap berusaha menjaga peran. “Pangeran, ini sudah sesuai naskah, jadi tolong ya!”

Akhirnya, dengan penuh kehati-hatian, Sopan menggendong Yaya, namun langkahnya kaku dan canggung. Penonton lagi-lagi dibuat gemas dan tertawa melihat tingkahnya. Bahkan Gopal dan Ying sampai berkaca-kaca karena terlalu banyak tertawa sepanjang pertunjukan.

Setelah drama berakhir, semua pemain berkumpul di belakang panggung untuk merayakan keberhasilan mereka. Sopan yang masih dalam kostum pangeran, terlihat lega sekaligus senang.

Gopal mendekat sambil tertawa kecil, “Sopan, aku nggak nyangka kamu bisa bikin semua orang ketawa sepanjang drama. Kamu bener-bener pangeran sejati hari ini!”

Sopan hanya mengangguk dengan bangga. “Terima kasih, wahai Tuan Gopal. Hamba hanya berusaha sebaik mungkin agar peran ini dilakukan dengan penuh kehormatan.”

Ying ikut nimbrung, “Ya ampun, Sopan. Kamu tadi gemes banget pas harus gendong Yaya. Wajahmu sampai merah gitu!”

Sopan langsung tersipu, “Hamba... hamba hanya tidak ingin melakukan hal yang tidak pantas.”

Yaya yang berdiri di dekat mereka kemudian berkata, “Tapi seru banget, kan? Aku juga senang banget bisa main drama bareng kamu.”

Sopan yang mendengar itu jadi semakin malu. “Terima kasih, wahai Putri Yaya. Hamba sangat menghargai pujianmu.”

Malam itu berakhir dengan gelak tawa dan cerita-cerita seru tentang bagaimana Sopan berhasil menjadi bintang drama dengan kesopanannya yang berlebihan. Meski awalnya terkesan kaku dan baku, namun justru itulah yang membuat penampilannya begitu lucu dan menghibur.

Di akhir malam, saat semua orang sudah bersiap pulang, Yaya tiba-tiba menghampiri Sopan dan berkata, “Kamu tahu, aku rasa kamu beneran cocok jadi pangeran. Soalnya kamu selalu sopan dan baik ke semua orang.”

Sopan tersenyum, kali ini lebih tulus dan kurang formal. “Terima kasih, Yaya. Aku... eh, maksudku, hamba merasa sangat terhormat mendengar itu.”

“Loh, kok balik lagi jadi formal?” Yaya tertawa.

Sopan hanya bisa ikut tertawa kecil sambil menggaruk kepalanya. Meskipun penampilannya sebagai pangeran sudah berakhir, jelas sekali kalau sikap baku dan sopan Sopan akan selalu menjadi bagian dari dirinya.

Dan mungkin, justru itulah yang membuatnya istimewa di antara teman-temannya.








🌪☀️🌪☀️🌪☀️🌪☀️🌪☀️






Silent RomanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang