2 dialog rahasia

196 21 0
                                    

Malam itu, angin malam berhembus lembut di luar jendela kamar Pemuda berusia 19 tahun, jenjang kelas 2 SMA.

Walau audah mulai menginjak usia dewasa, kamar yang luas namun nyaman itu masih dihiasi dengan poster galaksi dan bintang-bintang bercahaya, memberikan suasana seperti di luar angkasa.

Langit-langitnya pun malah dipenuhi stiker bintang yang menyala dalam gelap, menciptakan kesan malam berbintang yang tenang. Di sudut kamar, masih ada teleskop besar yang biasa Boboiboy gunakan untuk mengamati bintang di malam hari.

Boboiboy sedang rebahan di tempat tidurnya yang luas, dikelilingi oleh bantal empuk berwarna biru tua. Tangannya disilangkan di belakang kepala, menatap ke arah langit-langit dengan senyum tipis yang menghiasi wajahnya. Matanya tampak berbinar, seperti sedang memikirkan sesuatu yang menyenangkan. Namun, senyum itu perlahan semakin lebar seiring lamunan yang semakin mendalam.

Ochobot, robot kuning bulat yang menjadi sahabat setianya, sedang terbang rendah di sekitar kamar. Mata besar Ochobot berkedip-kedip dengan cahaya biru yang ceria, menambah kesan hidup di ruangan yang tenang itu. Sesekali, Ochobot berputar-putar sambil bersenandung kecil, menikmati malam yang damai.

Namun, sebagai robot yang peka terhadap perubahan emosi, Ochobot tidak bisa mengabaikan ekspresi aneh yang ada di wajah Boboiboy. Dia menghentikan terbangnya dan mendekat, menatap Boboiboy dengan penuh rasa ingin tahu.

“Kok senyum-senyum sendiri sih, Boy? Lagi mikirin apa nih, atau mungkin lagi mikirin siapa?” Ochobot mulai bertanya dengan nada menggoda.

Suaranya terdengar jernih namun mengandung nada jahil, seakan sudah tahu apa yang sedang ada di pikiran Boboiboy.

Mendengar pertanyaan itu, Boboiboy terperanjat kecil, wajahnya langsung berubah gugup. Dengan cepat, ia meraih bantal di sampingnya dan menutup wajahnya. "Ah, apaan sih, Ochobot! Gak ada apa-apa kok. Nih robot, suka kepo deh!"

Ochobot tertawa kecil, mendekat lagi, dan mengintip dari balik bantal yang dipegang Boboiboy. “Eits, jangan pura-pura deh! Dari tadi aku perhatiin, mukanya tuh keliatan banget kayak habis ketemu orang yang bikin hati bergetar, ya kan? Siapa tuh, Yaya, ya?”

Boboiboy semakin merapatkan bantal ke wajahnya, tapi kali ini pipinya terlihat memerah dari balik bantal. “Ochobot! Jangan suka ngomong sembarangan deh, bisa-bisa Yaya denger. Lagian, dia kan cuma temen biasa, gak ada yang spesial kok!”

Ochobot tidak melepaskan kesempatan ini. Ia mulai terbang lebih rendah, menempel di samping kepala Boboiboy dan berbisik dengan nada lembut namun menggoda,

“Temen biasa, katanya. Tapi kok kalo lagi deket dia, nada suara lo berubah, jadi lembut banget? Terus kalau dia senyum, lo senyum balik kayak kebawa angin sepoi-sepoi. Ada apa nih? Jangan-jangan, suka ya?”

Boboiboy tidak bisa menahan senyum lagi. Dia membuang bantalnya dan bangkit duduk, lalu tertawa kecil sambil menutupi mukanya dengan kedua tangan. “Hahaha! Ochobot, gawat deh, bisa baca pikiran orang segala. Tapi beneran, gak ada apa-apa kok. Cuma… ya dia baik aja gitu…”

Ochobot langsung melayang di depan wajah Boboiboy dengan mata yang semakin bersinar, “Baik aja? Hmmm… atau mungkin baik, cantik, perhatian, pintar, kuat, dan—”

“Udah, udah! Iya deh, Yaya emang cantik dan baik!” potong Boboiboy sambil menunduk malu. Matanya menghindari tatapan Ochobot, tapi jelas tergambar senyum kecil di bibirnya.

Ochobot mengedipkan mata satu kali dengan penuh makna, “Nah, akhirnya ngaku juga! Eh, tapi kenapa sih kamunya gak ngomong langsung ke dia aja? Udah lama nih, masa iya mau diem-diem aja terus?”

Boboiboy tertawa canggung, “Duh, ngomong langsung? Mana berani, Ochobot.”

Ochobot terbang ke atas sambil berputar, seolah memutar otak. “Hmm, gimana sih. Kamunya sendiri pahlawan galaxy, berani lawan alien jahat tapi kok hadap cewek langsung gak berani."

"Bu-bukan itu, Ochobot." Boboiboy tidak terima dirinya dianggap seperti itu. "Maksudku, kita kan temen satu tim misi. Gimana kalo dia gak ngerespon balik? Bisa-bisa malah canggung selama misi kedepannya, terus jadi awkward gitu tiap kali ketemu."

"Masalah canggung sih bisa dihindari, Boboiboy. Yang penting kamunya gentle, ngomong dengan tulus. Cewek tuh suka cowok yang berani jujur sama perasaannya.”

Mendengar nasihat Ochobot, Boboiboy menghela napas panjang. “Iya sih, kedengarannya gampang. Tapi tau sendiri kan, Yaya tuh… dia tuh beda. Dia kayak punya aura yang bikin aku segan. Kalo ngomong sama dia soal hal-hal biasa sih oke, tapi kalo mulai ngomong yang serius, kok jadi grogi sendiri.”

Ochobot menatap Boboiboy dengan ekspresi lembut, “Justru itu tandanya kamu beneran care sama dia. Rasa grogi itu wajar kok. Tapi kalo kamu gak pernah coba, kamu juga gak bakal tau gimana reaksinya. Yaya tuh tipe cewek yang selalu bisa nerima temen-temennya apa adanya. Aku yakin dia bakal paham.”

Boboiboy hanya bisa tersenyum kecil. “Kamu bener sih, Ochobot. Tapi tetep aja… Ah, susah dijelasin deh! Ngomong-ngomong, kamu sendiri gimana? Udah ada incaran belum?”

Ochobot yang tadinya penuh percaya diri langsung terlihat salah tingkah. “E-eeh, kok malah nanya balik? Aku kan cuma robot kecil, Boboiboy. Mana mungkin lah punya incaran, hahaha!”

Boboiboy tersenyum lebar melihat Ochobot yang mulai gelagapan, “Hahaha, panik kan kau! Jangan-jangan, juga punya gebetan tapi malu ngaku. Eh, apa jangan-jangan kamu naksir sama Yaya juga?”

Ochobot pura-pura marah, “Hmph, mana mungkin! Aku kan robot! Tapi kalau ada yang bikin kamu bahagia, aku juga ikut bahagia. Itu aja sih!”

Boboiboy menggeleng sambil tertawa kecil. “Dasar robot jahil. Tapi makasih ya, Ochobot. Aku jadi merasa lebih tenang abis ngobrol sama kamu. Mungkin suatu hari nanti, kalau aku udah bener-bener yakin, aku bakal coba bilang ke Yaya.”

Ochobot terbang mendekat dan menepuk bahu Boboiboy dengan lembut, “Itu baru namanya Superhero Boboiboy yang aku kenal! Tapi inget ya, jangan lama-lama. Nanti keduluan sama yang lain, lho.”

Boboiboy tertawa kecil, tapi sedikit tergugah dengan perkataan itu. Pikirannya mulai memikirkan kemungkinan lain, apakah mungkin Yaya juga diperhatikan oleh cowok lainnya?

Namun, sebelum Boboiboy terlalu jauh berpikir, Ochobot kembali memotong lamunannya dengan nada jahil, “Eh, ngomong-ngomong, kapan terakhir kali kamu kasih perhatian ke Yaya? Apa jangan-jangan cuma suka diem-diem aja, terus gak pernah kasih perhatian lebih?”

Boboiboy kembali duduk santai di tempat tidur dan tersenyum, “Kadang-kadang sih, aku suka bantu dia kalau dia lagi kesulitan, kayak bawa buku atau nemenin dia kalau lagi ngerjain tugas. Tapi aku gak tau sih, itu udah cukup atau belum.”

Ochobot mengangguk-angguk pelan. “Itu bagus, Boboiboy! Cewek suka kalo diperhatiin dengan cara sederhana gitu. Tapi jangan lupa, sesekali kasih pujian. Misalnya, bilang dia cantik atau senyumnya bikin harimu cerah. Cewek tuh gampang melting kalo dikasih gombalan yang tulus!”

Boboiboy menggaruk kepalanya sambil tertawa kaku. “Aduh, aku gak jago gombal, Ochobot. Nanti malah kaku atau cringe gitu, bisa-bisa dia malah ilfeel.”

Ochobot tertawa, “Ya latihan dulu lah! Nih, coba aku kasih contoh: ‘Yaya, kamu itu kayak gravitasi. Selalu menarik perhatianku ke arahmu.’ Gimana, lumayan kan?”

Boboiboy langsung ngakak mendengar gombalan itu. “Hahaha! Itu sih parah banget, Ochobot! Tapi… ya, lumayan lah, aku coba simpen dulu buat cadangan. Siapa tau kepake!”

Ochobot kembali tertawa, merasa puas bisa membuat Boboiboy sedikit lebih santai. Ia lalu terbang mengitari ruangan sambil bernyanyi dengan riang.


Silent RomanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang