Hari ini hari Jumat. Dan LDK punya program untuk menghidupkan sunnah: Kahfi-an bersama dilanjut kajian atau sharing (yang ini opsional, hanya jika kebetulan ada pembicara yang bersedia). Kendati belum resmi dilantik menjadi kader, Rina dan kawan-kawan sudah rutin mengikuti program ini tiap pekan. Itulah mengapa mereka sekarang berada dalam salah satu bilik di area masjid kampus yang difungsikan sebagai sekretariat. Saat ini khusus diisi oleh akhwat, sementara para laki-laki sedang salat Jumat.
Harusnya, Rina khusyuk mengambil teladan dari Ashabul Kahfi, pelajaran dari cerita pemilik kebun, hikmah dari kisah Nabi Musa dan Nabi Khidir, serta tentang Zulkarnain. Namun, gadis itu perlu mengakui, ia sedang sedikit tidak fokus. Astagfirullah. Benaknya masih dibayangi sikap Delima-Nilam. Kemarin, si kembar masih menghindar ketika ia bermaksud meminta maaf. Namun, tadi pagi mereka menyapa seperti tidak terjadi apa-apa.
"Kalian sudah enggak marah sama Mbak?"
"Memang kapan kita marah?"
"Mbak kali yang suka marah-marah."
Setidaknya, itu berarti masalah di antara mereka sudah terselesaikan. Akan tetapi, konflik dengan si kembar membuat Rina meninjau ulang tindakannya. Apakah ia terlalu serakah dengan ikut ini dan itu? Apakah dirinya sebenarnya belum sanggup memanajemen waktu?
"Terima kasih atas kedatangannya teman-teman," ucap Alamanda selaku penanggung jawab program ini. Hari ini tidak ada kajian ataupun sharing.
"Buat adik-adik maba, jangan lupa kumpulin formulir pernyataan komitmen untuk besok."
Seperti informasi yang sudah tersebar, Kaderisasi LDK dilaksanakan Sabtu dan Ahad pekan ini. Surat pernyataan komitmen kali ini berbentuk fisik karena memerlukan tanda tangan. Isinya, pernyataan komitmen mengikuti kaderisasi dengan baik. Terdapat opsi untuk ikut mabit pada malam Ahad. Untuk yang memilih tidak pun diperkenankan asal datang tepat waktu pada Ahad pagi untuk mengikuti rangkaian acara selanjutnya.
Tadinya, Rina berencana meliburkan anak-anak Pelangi. Toh, kaderisasi cuma sekali ini. Namun, bagaimana jika kedepannya acara-acara LDK banyak dilaksanakan di akhir pekan? Apakah ia harus menggeser jadwal les ke sore atau malam? Opsi itu tidak terdengar meyakinkan.
Rina menautkan tangan seraya memainkan jemari. Gelisah. Tatapannya lekat pada Alamanda. Ia perlu menghampiri kakak tingkatnya itu, tetapi ragu.
"Mau saya temenin ke Kak Manda?" tawar Meutia, menyadari gelagat kawannya.
"Maaf, ya, padahal aku duluan yang ngajak kamu gabung LDK," ucap Rina. "Malah aku yang mau mundur."
Benar. Pemikiran-pemikiran tadi telah mengantarkan Rina kepada satu keputusan besar: ia akan mengundurkan diri sebagai calon kader LDK.
"It's okay. Saya paham, kok. Lagipula, saya ikut LDK karena kemauan saya juga." Gadis Aceh itu tersenyum. Sebelum ini, ia sudah mendengar garis besar masalah Rina.
Keduanya menghampiri kakak tingkat mereka. Dengan suara lirih, Rina menyatakan niatnya. Sontak, wanita berwajah teduh itu terkejut. Alisnya mengernyit seakan berkata, kamu yakin?
"Saya punya kegiatan rutin setiap Sabtu-Ahad, Kak. Tapi, bukan karena itu. Saya punya kegiatan di luar kampus dan enggak yakin bisa bagi waktu buat LDK. Saya takut ... nggak bisa jadi kader yang berkontribusi dengan baik," dalih Rina.
Memang, mundur di tengah-tengah bukan tipikal Rina sama sekali. Gadis keras kepala itu adalah orang yang sekali berkomitmen, akan memegangnya sampai akhir. Apalagi, jika ia tahu sesuatu yang ditekuninya adalah hal yang baik. Namun, itu juga yang membuat Rina memutuskan mundur sedini mungkin. Karena, begitu surat pernyataan komitmen ia tanda tangani, ia akan mengikuti kaderisasi sepenuh hati. Begitu dilantik menjadi kader resmi, ia akan mendorong diri untuk senantiasa berkontribusi. Jadi, kesempatannya untuk mundur adalah sekarang atau tidak sama sekali.
KAMU SEDANG MEMBACA
Panggil Aku [Dik] Saja
Spiritual[Sekuel dari Panggil Aku "Mbak" Saja] Rina sekarang jadi mahasiswa! Lantas, bagaimana dengan anak-anak Pelangi? Petualangan Rina berkelindan dengan Arseno yang sedang senang-senangnya menjelajah, perjuangan Dipta merampungkan kuliah, dan pengorbanan...