12. Golden Circle

5 3 0
                                    

Pernah mendengar istilah Golden Circle? Tiga lingkaran konsentris yang masing-masing mewakili: why, how, what, urut dari dalam ke luar. Rina mendapat materi itu saat ospek. Kendati berasal dari dunia bisnis, teori itu juga dapat diterapkan dalam banyak hal, termasuk berorganisasi. Why: tentukan dulu alasannya; how: bagaimana caranya, what: dalam bentuk apa dilakukan.

Namun, menurut Rina, tidak semua teori bisa diterapkan. Pun penerapannya tidak selalu cocok untuk setiap orang. Akan sulit jika semua hal harus dimulai dari 'why'. Karena sebagai seorang muslim, 'why'-nya gadis itu sesederhana melaksanakan perintah Allah dan menjauhi apa-apa yang mendekatkan ke murka-Nya. Rina tidak mau masuk neraka. Sisanya, cewek itu cenderung mengikuti perasaan plus intuisi.

Setelah menjalani beberapa pekan perkuliahan, Rina mulai mendapat banyak teman. Berteman ternyata lebih nyaman ketika ada kesamaan, ketika ada sesuatu yang dikejar bersama-sama. Belajar bareng atau jalan bareng ke kelas. Beberapa orang mulai menghampirinya duluan setelah ia menjawab soal pada kelas perdana tempo hari.

Contohnya, Tisha, cewek berambut pendek sebahu yang menghampirinya usai kelas dengan buku catatan di tangan. "Rin, bisa jelasin ulang cara ngerjain soal ini, nggak? Aku kurang paham."

"Boleh, bagian mana yang kurang paham?" Rina menanggapi dengan terbuka, lantas mengajarkan sebisanya.

Kadang-kadang gadis itu bertanya, apakah alasan orang berteman adalah untuk memperoleh keuntungan? Atau, seperti Meutia, murni karena senang melakukannya? Bukankah itu juga termasuk keuntungan psikis? Kalau Rina sendiri yang ditanya, gadis itu akan mengangkat tangan, ia tidak punya alasan.

Pun keputusannya untuk bergabung dengan CitrAksara.

Benar, Rina memutuskan untuk mengisi formulir pendaftaran—setelah membaca Fatihah sepuluh kali—dan senior bernama Kejora Arunika langsung memasukkannya ke grup. Menariknya, Meutia juga ikut. Kendati keduanya merasa senang dengan hal tersebut, baik Rina maupun Meutia tidak saling menanyakan alasan. Rina tidak bertanya karena tidak mau ditanyai balik. Sedangkan Meutia, entahlah.

"Oh, oke aku paham," ucap Tisha. "Makasih, Rin."

Gadis itu tersenyum simpul. Setelah memastikan tak ada lagi yang ingin Tisha tanyakan, Rina lekas membereskan barang-barangnya, menggendong ransel, dan beranjak ke luar ruangan.

"Meutia!" Rina menyapa kawannya yang menunggu di luar kelas.

"Rina!" sahut Meutia semringah seperti biasa.

Hari ini, pertemuan perdana anggota CitrAksara. Mereka, yang ternyata berjumlah 15 orang, sudah saling berkenalan via grup media sosial. Namun, baru kali ini mereka akan bertatap muka secara langsung.

"Eh, itu Kak Arun, bukan?" lapor Rina ketika pandangan matanya menangkap sosok wanita yang rambut panjangnya dikepang satu.

"Wah, iya!"

Sebagaimana diketahui, Rina dan Meutia sama-sama buta arah. Namun, tak perlulah bertele-tele menjelaskan bagaimana mereka berjuang menemukan sekretariat UKM CitrAksara.

"Oh, hai, kalian anak CitrAksara juga 'kan? Yang mampir ke Pojok Baca sore-sore itu, ya?" Rupanya wanita itu mengenali mereka.

Keduanya mengiyakan.

"Makasih, lho, udah join. Yuk, masuk."

Namaku Kejora Arunika, tapi pangil aja Arun. Jurusan Sastra Indonesia angkatan 17. Posisi saat ini sebagai ketua. Fakta tentang aku: meskipun namaku Arunika yang artinya sunrise, aku lebih suka sunset, hihi.

Rina mengingat-ingat percakapan di grup. Membayangkan bagaimana kira-kira ekspresi Arun jika mengucapkan kalimat perkenalan itu. Jika Alamanda meneduhkan, Arunika itu menyilaukan. Struktur wajahnya tegas, dagu runcing dan bentuk mata yang tajam. Rambut panjang yang dikepang satu itu hitam dan berkilau. Setelannya rapi: kemeja semi-formal dan celana kain. Aroma mawar menguar ketika Arun mendekat, elegan. Dibanding saat Open House, wanita itu tampak lebih segar.

Panggil Aku [Dik] SajaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang