Zhan mengendap-endap keluar dengan kunci yang tadi dipegang oleh orang yang sudah ia lumpuhkan. Ada semprotan bius yang bisa ia gunakan tersimpan di balik jaket orang itu. Zhan mengambilnya dan mengumpulkan sisa-sisa benda yang bisa ia gunakan sebagai alat perlindungan diri sementara selain pisau bedahnya.
Ia harus mencari jalan keluar dari tempat ia dikurung saat ini. Ada beberapa lorong dan Zhan tidak tahu harus ke arah mana. Zhan mencoba masuk ke sebuah lorong, ia merasa melihat cahaya di ujung sana. Sebisa mungkin langkahnya dibuat senyap karena ia menghindari risiko ketahuan oleh para penjahat itu.
Baru beberapa langkah, Zhan merasa sangat mual. Bau obat-obatan yang belum selesai disintesis menyeruak ke dalam hidungnya. Ia berlari sebisa mungkin agar jauh dari sana dan tidak sampai muntah.
Zhan mencoba menuju ke arah lainnya. Ia melepaskan jas putihnya yang sudah penuh bekas darah orang dan warnanya mencolok itu sebagai umpan. Tampak dua orang penjaga yang sedang berada di sana sedang duduk di dekat sebuah pintu lain. Semoga saja itu pintu yang benar menuju jalan keluar.
Ia mendekati lorong itu dan—
"HEI! SIAPA DI SANA?!
Terdengar langkah kaki seseorang mendekat. Zhan bersiaga di pangkal lorong itu dan dengan cepat ia menyemprotkan kloroform lalu menjauh.
Orang itu tumbang, tetapi Zhan menangkapnya agar tidak terdengar suara tubuh yang jatuh dan menarik perhatian yang lainnya. Zhan tidak meninggalkannya begitu saja, ia merusak ikatan otot kaki orang itu sehingga tidak bisa bertumpu normal ketika sadar nanti.
Orang yang satunya lagi tampak menyusul ke pangkal lorong sambil memanggil nama temannya. Sepatunya yang berat memberi tanda bahwa ia sedang berlari mendekati posisi Zhan.
Zhan tidak bisa menargetkan kakinya.
Pria itu datang, dan ia melihat Zhan. Tidak ada teriakan, hanya sedikit cipratan darah yang tidak bisa dibersihkan oleh perawat yang membantunya. Zhan menargetkan arteri karotis agar cepat selesai.
Zhan mengambil mantel hitam orang itu dan membuang jas putihnya. Ia memasuki lorong itu dengan cepat. Kebetulan pintu ruangan di ujung lorong itu tidak terkunci sehingga Zhan dengan mudah memasukinya.
"Ponsel dan dompetku!" Gumamnya terkejut. Meskipun begitu ia menjaga suaranya agar tetap pelan.
BRUGH! KLEK KLEK.
Zhan berbalik. Sesosok pria bertubuh kekar dan berwajah sangar mengunci ruangan itu. Ia terkesiap, tetapi ia tetap berusaha tenang. Ia tak akan menyerang terlebih dahulu karena ia buruk dalam hal itu. Ia harus membiarkan lawannya membuka gerakan dan menjabarkan tubuhnya untuk dianalisis sang dokter.
Sepuluh tahun bersama mayat, pisau bedah, dan nyawa orang, serta hampir seumur hidup berkutat dengan pisau dapur, seharusnya cukup untuk membuat Zhan tidak dipandang remeh.
Pistol, sarung tinju, dan rompi anti peluru memang milik Yibo, tapi pisau adalah keterampilan Zhan. Yibo hanya mempertajam kemampuannya dengan menambah teknik beladiri ringan.
Zhan melihat pria itu membawa pistol dan mungkin akan menodongnya. Tangannya segera meraih botol semprotan kloroform dan melemparkannya ke arah pria itu. Benar saja, pria itu menembak botol berisi kloroform dan membuat isinya menyebar ke udara. Zhan sudah mengantisipasinya dengan menutupi mulut dan hidungnya dengan mantel hitam tebal yang ia rampas.
Orang itu tumbang dan Zhan mencoba berlari ke arah pintu. Tetapi tiba-tiba orang lain menendang tubuhnya dari samping dan membuatnya terjatuh.
Zhan sempat merasa kesulitan. Ia tak menemukan pisau bedahnya, tapi ada rentengan kunci di dalam kantong mantel itu. Ia menggengamnya di tangan kanan dan bangkit dengan posisi siaga. Ketika orang itu menendang lagi, Zhan memukul tulang keringnya sekuat dan secepat yang ia bisa dengan tangan yang memegang kunci-kunci itu di antara ruas-ruas jarinya.
Selagi lawannya fokus pada kesakitan di kakinya, Zhan kembali menargetkan jaringan ikat otot di kakinya yang lain. Ia melakukannya seefektif dan secepat mungkin. Ia ingin segera kabur dari tempat itu. Ia mencoba membuka pintu dengan kunci yang terjatuh, dan ketika pintu terbuka—
DUAGH! DUAGH!
Ada rasa sakit yang langsung menyerang belakang kepalanya. Keseimbangannya terganggu dan semua terlihat gelap. Ia tak bisa mempertahankan fokusnya dan tubuhnya terhuyung-huyung sebelum ia tumbang.
"Aku datang dan membawa semua yang kau mau. Di mana istriku?"
Xiu Qing, sang mafia, berhadapan langsung dengan Wang Yibo dalam jarak dua puluh meter. Wajahnya terlihat berang ketika menatap Yibo.
"Dokter sialan itu sudah membunuh beberapa orang orangku! Aku sudah membunuhnya dan menjualnya ke pasar gelap! Kau sudah terlambat, polisi bedebah!" Katanya diikuti dengan tawa puas yang menggema.
Wang Yibo menarik napas dan menghelanya. Hatinya terpukul, tapi nalurinya mengatakan bahwa Zhan masih hidup meskipun nyawanya sedang terancam. Ia tersenyum, berusaha menutupi sesuatu.
"Bajingan, hahaha. Aku tidak bawa senjata, dan aku tidak bawa teman. Aku menepati janjiku, sesuai kesepakatan kita," kata Wang Yibo dengan tawa yang terdengar hampir sejajar dengan tawa seorang penjahat ulung.
"Aku datang dengan mobil tahanan itu, di sana juga sudah ada orang-orangmu," katanya sambil menunjuk sebuah mobil pengangkut. Sebagian bawahan Xiu Qing segera menuju ke sana untuk membebaskan tahanan yang berada di dalam mobil.
"Aku tak membawa apa-apa, tapi aku punya kejutan untukmu juga. Kau mau lihat? Coba kita hitung... Tiga! Dua! Satu!"
DUARRR!!!
Mobil yang ditunjuk Yibo sudah meledak dan berapi-api. Beberapa teriakan memilukan terdengar dari sana. Dermaga yang terabaikan itu tiba-tiba dibuat riuh oleh suara ledakan sebuah mobil tahanan.
"Xiu Qing, kau mau kejutan sekali lagi? Kau lihat suar yang ada di sana?" Kata Yibo sambil menunjuk ke arah sebuah suar tua yang cukup jauh. Sudah lama tak digunakan karena Dong Yi hanyalah dermaga kecil yang tidak aktif lagi.
"Sekitar... 7, 6, 5, 4, 3, 2, 1."
BUMMM!!!
Suar tua itu meledak dan runtuh. Sebelumnya, Yibo sudah tahu bahwa suar tua itu sudah diubah menjadi gudang penyimpanan dan bagian dari laboratorium untuk sintesis narkotika.
"Aku tidak bawa teman. Setidaknya aku tidak terlalu akrab dengan Divisi Penjinak Bom dan Terorisme," kata Yibo dengan santai. "Sekarang pilihannya tidak sama. Kau pilih membusuk di penjara atau membusuk di neraka?" Lanjutnya tanpa sedikitpun senyum.
"Kau polisi bedebah! Percuma saja kau mencoba menghancurkan kami! Istrimu sudah mati!" Balas Xiu Qing dengan
Yibo berjalan mendekati mafia itu. Tentu saja ia tak akan menodong langsung dengan pistol karena memang ia tidak membawanya, tapi ia meyakinkan dirinya bahwa ia punya strategi untuk melawan Xiu Qing dan anak buahnya.
"Bukan kau saja yang bisa jadi bajingan," kata Yibo pelan.
Ledakan suar itu merupakan sinyal bagi para anggota kepolisian untuk siaga pada posisi dan evakuasi. Sebagian sudah menyamar menjadi bandit, nelayan, dan membaur dengan lingkungan sekitar. Mereka mulai mengepung tempat-tempat yang diduga merupakan laboratorium produksi dan penyimpanan narkoba, serta markas Xiu Qing dan kemungkinan penampungan calon korban perdagangan manusia.
Wang Yibo sudah lama menantikan ini, ditambah fakta bahwa Xiu Qing menyakita Xiao Zhan membuatnya benar-benar membalas dendam. Yang tadinya ia ingin menangkap mereka, kini berubah menjadi ingin menghajar mereka. Meskipun ia dikeroyok, ia tidak bisa ditumbangkan dengan mudah.
DOR!
Salah satu anak buah Xiu Qing menembakkan pistolnya, yang untungnya meleset. Beberapa rekan Yibo yang bersiaga segera menuju ke posisi Yibo dan membantunya mengatasi para berandal itu. Mereka memberi isyarat Yibo untuk segera mengejar Xiu Qing.
Ugh! Sial sekali!
Zhan terbangun dan menyadari bahwa kini tangan dan kakinya terikat. Sekelilingnya gelap, tapi ia bisa mendengar bahwa di luar sana sedang terjadi keributan. Ada suara tembakan dan gonggongan anjing.
Mungkin itu Yibo, gumamnya. Ia mencoba berpikir bagaimana caranya untuk memberi tanda, tapi tentu saja ia harus memikirkan cara untuk melepaskan diri dari lilitan tali yang mengikatnya itu dulu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Oh My Heart!
FanfictionTampan, cerdas, kaya, dan profesional. Itulah gambaran diri dr. Sean, sang ahli jantung yang baru pulang dari Nan Yang setelah sekian lama. Usianya 32 tahun, dan ia ingin hidup dengan tenang sambil menemani kedua orangtuanya di Kota Bei An. Setidakn...