Four: Tama's Side

6 1 0
                                    

Aku sibuk membolak-balikkan buku fisika yang isinya bahkan tak aku pahami. Entahlah, terkadang, aku merasa seperti salah masuk jurusan. Dulu, aku sangat suka fisika. Bahkan, fisika adalah mata pelajaran favoritku. Namun, sekarang fisika adalah momok bagiku.

"Kenapa dibolak-balik doang Tam?" tanya Raya.

"Hah, gue bingung Ray. Gue pusing, dari semalem belajar nih matkul nggak paham-paham. Apa gue salah jurusan ya?"

"Tam, lo udah semester empat," Raya mulai memindahkan atensinya. Mulanya pada buku, lalu menatap ke arahku.

"Kalo ada yang nggak bisa, bilang. Biar gue bantuin."

Kami bersitatap. Aku bisa menembus obsidiannya yang legam. Tatapannya melembut, tidak seperti Raya yang selalu penuh emosi dan menggebu karena kugoda untuk marah-marah.

Ia bergerak mengambil alih buku cetakku. "Mana yang belum bisa, siapa tau gue bisa ajarin."

Aku menunjuk pada satu materi. Ia mendekatkan dirinya padaku, lalu fokus membaca isinya. Ia mulai membuka suara, menjelaskan padaku teknis pengerjaan soal beserta materinya.

Jujur, fokusku terpecah. Aku tak bisa menatap fokus pada apa yang Raya ajarkan.

Yang bisa kulihat hanyalah wajah Raya yang begitu fokus menjelaskan materi padaku.

Jika sedang seperti ini, Raya sanggup membuatku tak berkutik. Aku suka raut wajahnya yang manis dan menggemaskan itu. Aku suka dengan suaranya bak lantunan musik paling indah.

"Woi? Merhatiin nggak sih?" Raya menjentikkan tangannya di depan wajahku. "Malah ngelihatin gue. Emang muka gue isinya rumus fisika?"

"E-eh," aku gelagapan, "Sorry sorry, nggak fokus"

Ia menabok lengan atasku. "Ish! Mulut gue udah berbusa kampret."

"Hehehe," aku mencubit pipinya, "ulangin dong. Nanti gue traktir seblak."

Matanya langsung berbinar. "Gas!"

Aku tersenyum tipis melihat wajahnya yang tampak begitu antusias.

Kuharap, aku bisa melihatnya seperti itu di sepanjang hidupku.

All Things About Us | Jay ParkWhere stories live. Discover now