“Eh, jangan maju dulu anjir!”
“Gue bentar lagi mati—TAMA BEGO KENAPA MALAH NYERANG GUE TOLOL”
“Hehehe sorry bro kagak keliatan”
Jevan melempar ponselnya itu ke atas sofa, lalu mengambil toples camilan keripik di atas meja.
“Ayo satu match lagi”
“Ntar ah, kepala gue ngebul”
Aku meletakkan ponselku, memilih untuk menyenderkan punggung di depan sofa.
Televisi kunyalakan, menampilkan acara talk show yang sering Mama tonton. Ya, hari ini Jevan main ke rumahku. Kebetulan rumah kami berdekatan, hanya saja beda komplek. Kami sudah lama tak main bersama, jadi Jevan mengajakku kemarin untuk main game seperti hobi kita sebelum disibukkan dengan skripsi.
“Mama lo masih lama Tam?"
“Iya, nenek dari kemarin lagi manja-manjanya ke Mama”
Jevan mengangguk. Ia meraih gelas berisi air putih miliknya yang ada di atas meja, kemudian menenggak isinya.
“Oh iya Tam, gue mau nanya dong,”
Aku menatap ke arahnya. “Nanya apa? Kalo skripsi nggak dulu, puyeng jir”
“Nggak lah, kita kan main buat healing,” Jevan memposisikan dirinya menghadap ke arahku, “si Raya...anaknya gimana?”
“Hah?”
“Iya, Raya temen lo itu,”
Aku mengerjapkan mata.
“Ya...gitu. Gimana apanya sih?”
“Ah, lo mah. Maksud gue, Raya itu anaknya kaya gimana sih? Kepribadiannya, hobinya, kesukaannya, atau apanya lah”
Deg. Perasaanku mulai tidak enak.
“Ngapain kok nanya-nanya?”
“Weh bang santai,” Jevan melempar bantal sofa ke arahku, cukup pelan. “Penasaran aja, kayaknya gue tertarik deh sama dia. Anaknya lucu banget plis?”
“Kalo lo mau deketin dia cuma karena penasaran, jangan. Jangan main-main sama dia Jev.”
“Nggak gitu juga Tam. Maksudnya, gue pengen tau Raya tuh anaknya gimana, gue pengen deketin dia karena suka. Bukan buat main-main, serius dah"
Entahlah, kini perasaan dan pikiranku tak bisa berjalan dengan baik. Semuanya awur-awuran.
“Jev,”
“Hm?”
Kalo gue nggak mau kasih tau, gimana? Karena gue jauh lebih suka daripada lo.
Gue cinta sama Raya.
YOU ARE READING
All Things About Us | Jay Park
FanfictionSeharusnya, ia tak mengabaikan perkataan sahabatnya waktu itu; "Jangan pernah suka sama temen lo sendiri. Repot, Ray. Akhirnya lo harus pilih antara berkorban perasaan atau pertemanan."
