All Things About Us | Jay Park

Empat Belas: Tama's Side

“Lo mau naik apa, Ray?”

Raya yang sibuk mengamati wahana di pasar malam ini mengendikkan bahunya, “Bingung Tam. Kora-kora mati nggak ya?”

“Mati kalo pas naik lo sambil minum sianida,”

Sontak, Raya mencubit pinggangku. “Jangan rese dong Tam!”

Aku tertawa, “Aduh, sakit bego! Iya-iya,” aku mengusap bekas cubitan Raya, “mau naik? gue temenin.”

Matanya langsung berbinar, seperti anak kecil yang dijanjikan mainan. “Beneran?” ia langsung menarik lenganku menuju loket wahana kora-kora, “Let's go!”

Setelah membeli dua tiket, kami memutuskan untuk duduk di tempat paling ujung; tempat duduk yang lain sudah penuh.

Aku meneguk ludah, tiba-tiba rasanya perutku mulas.

“Ray...”

“Apa? Takut?” ucapnya setelah kami duduk dan memasang pengaman di pinggang.

“Gila lo? Kalo kita kelempar gimana?”

“Ih nggak lah Tam,” ia menepuk dada kirinya, “ada gue”

“Nggak kebalik?”

Raya terkekeh, “Iya sih,” tapi ia langsung sigap memegang bahuku. “Nggak pa-pa Tam, gue lebih kuat dari yang lo duga kok!”

Aku menggeleng, lalu menatap Raya yang sibuk mengatur napasnya karena kora-kora mulai bergerak.

Lucu. Lucu sekali. Aku ingin menangkup kedua pipinya, lalu memencetnya sampai Raya memasang wajah kesalnya yang tampak gemas, bukannya menakutkan.

Kora-kora mulai bergerak kencang. Tuhan, jantungku rasanya ingin jatuh ke perut ketika wahana ini meluncur ke bawah setelah bergerak ke sisi paling tingginya. Terlebih, kami duduk di paling ujung.

Raya menggenggam tanganku. Mencengkeramnya dengan erat. Meskipun tangannya dingin gemetaran, tetapi raut wajahnya menunjukkan hal sebaliknya. Ia tampak antusias, terlebih teriakannya yang kencang itu.

“AAAAAAAAAAAAAA!”

Aku takut, aku ingin keluar dari wahana ini sekarang. Namun, melihat Raya sekarang, melihat genggaman tangan kami, pacu jantung karena naik wahana menjadi bertambah olehnya.

Aku mengeratkan genggaman tangan kami, lalu berkata dengan lirih,

“Ray, gue suka sama lo.”