Delapan: Tama's Side

5 1 0
                                    

Aku sibuk melihat-lihat gelang yang banyak jenisnya itu. Manik-maniknya cantik, sangat cocok dengan Raya.

“Brengsek lo Bang, jauh-jauh gue nyamperin lo ke rumah, taunya cuma buat nemenin beli gelang”

Aku terkekeh, “Yaelah, nanti gue jajanin es krim deh.”

“Es krim doang mana cukup”

“Ya udah sama cilok deh dua puluh ribu. Makan tuh sampe mampus”

Shany—adik sepupu perempuanku—menepuk punggungku cukup keras. Meskipun ia perempuan, tetapi tenaganya sebanding dengan laki-laki. “Bener ya?! Kalo boong gue cepuin ke Raya nih”

“Sakit bego!” aku menatap kesal ke arahnya. “Awas ya lo cepu apa pun ke Raya,” aku menyentil dahinya, “gue bilangin Tante kalo lo suka bolos”

“Sana bilangin”

“Oke, siapa takut—”

“Gue telpon Raya sekarang nih—” Shany sudah ancang-ancang menekan tombol telepon pada nomor Raya.

Aku memutar bola mata. “Iye iye, kagak bakal gue bilangin.”

Shany tersenyum atas kemenangannya. “Bang...bang...lo tuh kenapa sih hobi banget mendem perasaan kaya gini? Nggak capek apa?”

Aku terdiam. Sejenak, aku menghentikan aktivitas memilih-milih gelang yang ingin kuberikan pada Raya.

“Udah sini cepet bantuin gue milih gelang, nggak usah banyak suara.”

Entah sejak kapan, aku sendiri juga belum yakin. Namun, semua orang di sekitarku justru mengatakan hal yang sama.

Aku menyukai Raya. Temanku sendiri.

Kata mereka, perlakuanku kepada Raya begitu kentara. Aku tak pandai menutupi perasaanku, meskipun aku sendiri tidak menyadarinya.

“Lo tolol apa bego, bisa-bisanya nggak sadar kalo lo suka sama Raya?” begitu katanya.

Namun, aku pun tak menyangkal perkataan mereka. Aku juga setuju dengan apa yang mereka katakan.

Setiap aku melihat Raya, ada perasaan aneh yang menjalar di dalam lubuk dadaku. Perasaan untuk selalu ada di dekatnya. Perasaan untuk melindunginya dan membuatnya bahagia bersamaku. Kupikir, itu wajar sebagai seorang teman. Namun, satu hal yang pernah temanku ucapkan sampai aku tersadar,

“Lo nggak rela kan dia sama orang lain?”

Aku menyetujuinya.

Aku tak ingin melihat Raya jatuh cinta pada laki-laki lain. Namun, untuk sekarang, aku tak berani mengungkapkan perasaanku.

Aku tak ingin kehilangan Raya.

Pada akhirnya, aku hanya berani seperti ini saja; menyayanginya sebagai teman.

All Things About Us | Jay ParkWhere stories live. Discover now