Warning!
Part ini mengandung banyak sekali typo!
Happy Reading!
°°°°°Terik matahari di atas sana membuat bulir keringat di dahi seorang remaja berlomba-lomba untuk turun, saat ini dia sedang berjalan di pinggir jalan seorang diri. Ayden mengusap peluh nya menggunakan lengan, ia sedikit membungkukkan badannya dengan dada naik turun.
Rasa lelah begitu kentara, tenggorokannya pun terasa kering, Ayden celingukan kesana kemari mencari warung agar ia bisa membeli minum. Ayden berhasil keluar rumah tanpa sepengetahuan siapa pun, saat akan keluar perum pun dia bertemu dengan satpam waktu itu.
Kakinya sudah lemas, ia berjalan sudah lumayan jauh. "Gue harus nyebrang nih? Males banget!" decak Ayden begitu mendapati sebuah warung di seberang sana, Ayden tengok ke kanan maupun kiri, jalanan sedang ramai kendara sementara dia bingung harus kapan mulai menyebrang.
Kendaraan roda dua baik empat melaju dengan cepat. "Tapi gue haus, rasanya udah kayak mau mati..." keluhnya berlebihan, Ayden menghela napas, sungguh! Dia benar-benar kehausan sekarang. "Apa gak bisa normal aja bawa kendaraan nya? Dikira ini jalan Nenek moyang lo!?" Ayden mulai menggerutu, kedua matanya meliar kesana kemari mencari sesuatu.
Remaja itu berjalan beberapa langkah ke kanan saat mendapati sebuah batu bata, ia mengambil nya kemudian kembali ke tempat nya yang tadi. Sudut matanya menatap sekitar, ia berjalan ke depan dengan santai sambung membawa batu bata itu, para pengendara otomatis memelankan laju kendaraan masing-masing dan membiarkan anak itu menyebrang.
Helaan napas terdengar, ia membuang batu itu kebawah pohon. Ayden berjalan menuju warung yang menjadi tujuannya sebelum menyebrang. "Permisi, Bu! Ada es teajus gak?" Di depan warung Ayden sedikit mengencangkan suaranya.
Tidak lama kemudian, Ibu warung muncul dengan gelengan kepala. "Disini gak ada es, adanya minuman dingin." jawab Ibu warung itu sembari menunjuk ke arah lemari pendingin dengan pintu transparan.
Ayden mengikuti arah tunjuk nya, dia mengangguk kemudian berjalan kearah lemari pendingin itu. Ayden mengambil air mineral satu dan mengambil beberapa jajanan untuk mengganjal perutnya selama perjalanan mencari keberadaan Ibu Ayden yang asli.
"Berapa Bu?" tanya Ayden, ia menyimpan minuman dan jajanan di sebuah meja. Ibu warung mulai memasukkan nya ke kantung kresek sambil menghitung. "15.000 ribu."
Ayden mengambil uang di saku celananya, lembar berwarna merah di terima oleh Ibu warung dan beranjak pergi untuk mengambil kembalian. Sementara Ayden mengambil kantung kresek tersebut, ia berbalik badan melihat jalanan kemudian mengambil air mineral dan menegaknya.
"Gue harus cari kemana lagi? Gue rasa gue udah jauh dari rumah, apa gue ke rumah Ibu aja ya? Tapi mau ngapain? Ibu pasti gak kenal sama tubuh ini," batin Ayden berucap dengan bingung.
Jujur, dia bingung harus mencari kemana lagi. Dia tidak tahu bagaimana rupa Ibu Ayden yang asli, ia hanya mendapat pesan untuk mencarinya, Ayden asli tak mengatakan bagaimana ciri-ciri nya. Helaan napas kembali terdengar, dia berbalik badan saat mendengar Ibu warung memanggilnya.
"Makasih Ibu," ucap Ayden tersenyum sembari menerima uang kembalian nya.
Setelahnya dia beranjak pergi, kulitnya sudah memerah karena terlalu lama di bawah matahari. Ayden tidak tahu ia sudah berapa lama berjalan-jalan di luar untuk mencari Ibu Ayden yang asli, Ayden juga mengetahui ia berada di jalan mana.
Ini arah jalan menuju sekolahnya, tinggal berjalan beberapa meter lagi ia sudah sampai di depan sekolahnya. "Gue puter balik aja kali ya? Tapi tuh Bapak satu bakal ngamuk kagak? Belum lagi antek-antek nya kalau udah pulang--- njir lah! Gue gak berani pulang," gumam Ayden.
KAMU SEDANG MEMBACA
New Life || Brayden
Teen FictionBROTHERSHIP⚠️ Cerita ini menceritakan tentang Althair Brayden atau yang kerap kali di panggil Ayden yang menjalani kehidupan barunya di tubuh orang lain setelah mengalami kecelakaan motor ketika pulang sekolah setelah guyuran air hujan berhenti. **...