Mentari mulai meredup, warna jingga dan merah muda menghiasi langit senja. Cahaya yang tadinya menyilaukan kini perlahan memudar, memberi jalan bagi kegelapan yang mendekat. Di balik jendela kaca gedung-gedung pencakar langit, lampu-lampu kantor mulai menyala, menerangi ruangan yang sebentar lagi akan ditinggalkan.
Di dalam ruangan-ruangan itu, para pekerja mulai merapikan meja mereka. Berkas-berkas laporan, kertas-kertas proposal, dan tumpukan dokumen lainnya disusun rapi, siap untuk menyambut hari esok. Suara keyboard yang berdetak-detak perlahan mereda, digantikan oleh suara obrolan ringan dan tawa yang menandakan berakhirnya hari kerja.
Jam kantor sudah menunjukkan pukul setengah delapan malam, tanda bagi para pekerja untuk beranjak pulang. Satu per satu mereka berkemas, melepas dasi dan jas, mengganti sepatu pantofel dengan sandal jepit yang nyaman. Wajah-wajah yang tadinya tegang dan serius kini tampak lebih rileks, dipenuhi dengan kelegaan karena akhirnya bisa meninggalkan hiruk pikuk kantor.
Di lobi, suasana mulai ramai. Para pekerja berdesakan di lift, berebut untuk segera sampai di lantai dasar. Ada yang sibuk menelepon, ada yang asyik berbincang dengan rekan kerja, ada pula yang sibuk mengecek pesan di ponsel.
Serena dan Rossalind berjalan beriringan menuju pagar kantor. Udara terasa sejuk, sedikit berangin, dan membawa
aroma khas kota yang selalu
membuat tenang.~
"Capek banget," keluh rossalind sambil mengucek mata. "Rasanya ingin langsung tidur saja di sofa."Serena terkekeh, "ehem, Tapi besok kan meeting penting, jadi harus siap-siap."
"Iya, iya, tau. Tapi kok meetingnya selalu di pagi hari sih? Kenapa gak sore aja?"
Serena mengangkat bahu, "Ya, siapa tau aja meetingnya bisa jadi lebih seru kalo pagi-pagi. Kayak kita lagi ngobrol gini, tapi di ruangan meeting."
Rossalind tertawa kecil, "Ahaha. Tapi bener juga sih, meeting di pagi hari lebih fresh, otak kita masih jernih."
Kami terus berjalan, berbincang tentang hal-hal sepele yang terjadi di kantor. Dari cerita tentang klien yang menyebalkan sampai cerita tentang proyek baru yang menantang.Saat sampai di depan pagar kantor, Rossalind berhenti sejenak.
"Makasih ya, Serena untuk hari ini. Kalo gak ada kamu, saya pasti udah ngantuk di jalan."
Serena tersenyum, "Sama-sama, saya juga seneng bisa jalan bareng anda."
"biar lebih akrab, kita panggil 'saya, 'kamu' aja ya?"
"Iyaa."
"Kok taksi lama banget ya.." keluh rossalind meremas tangannya.
"Sebentar lagi akan datang"
"E-eh, itu kan mobil Trever.." sahut Rossalind menunjuk.
"Eh,dimana? Uhh,"
Terlihat dari mata rossalind berbinar, melihat Trever yang berhenti didepan kami dan beranjak keluar dari mobil putihnya.
Trever membuka kacamata hitamnya dan menyahut,
"Hai,ladies.." pesona nya."Idihh,!" Lontar rossalind, wajah tersulut kekesalan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Just Marriage (SERENA)
RomantizmSerena dan Athariz berdiri di altar, terikat janji suci pernikahan yang terasa hampa. Senyum tipis menghiasi wajah mereka, menyembunyikan hati yang penuh luka. Pernikahan ini hanyalah sebuah formalitas, sebuah sandiwara yang harus mereka jalani de...