Prolog

19 5 4
                                    

Hasan dan Fayyadh tiba di Istanbul dengan semangat dan harapan yang tinggi. Setelah penerbangan panjang yang melelahkan, mereka akhirnya menginjakkan kaki di Bandara Internasional Istanbul, disambut oleh suasana kota yang sibuk dan penuh warna. Mereka berdua sangat bersemangat, apalagi setelah mendengar banyak cerita dari orang tua mereka tentang kota yang penuh sejarah ini.

Sesampainya di bandara, mereka segera menuju area pengambilan bagasi. Tidak lama setelah itu, sosok yang sudah mereka kenal dari cerita-cerita lama—Arga, sahabat lama Zaidan dan Alifya—menyambut mereka dengan senyuman lebar. "Selamat datang di Istanbul!" serunya sambil melambaikan tangan. Arga, seorang pria paruh baya dengan postur tegap dan gaya berpakaian modern, segera memeluk mereka dengan hangat. Hasan dan Fayyadh merasa lega dan gembira melihat wajah familiar di kota yang baru ini.

"Terima kasih, Om Arga. Kami sangat senang akhirnya bisa sampai di sini," kata Hasan, menyalami Arga.

Arga memimpin mereka keluar dari bandara, dan perjalanan menuju rumahnya terasa seperti perjalanan ke masa lalu dan masa depan. Mereka melewati jalanan yang padat, disertai dengan pemandangan masjid-masjid megah dan gedung-gedung modern yang berdampingan. Hasan dan Fayyadh terpana dengan keindahan kota ini, yang seolah menggabungkan kekayaan sejarah dengan dinamika kehidupan modern.

Rumah Arga terletak di tepi Selat Bosphorus, sebuah lokasi yang sangat strategis dan menawarkan pemandangan menakjubkan dari jendela rumah. Ketika mereka tiba di rumah Arga, mereka langsung merasakan kehangatan dan keramahan tempat tersebut. Rumah ini memiliki arsitektur klasik Turki dengan sentuhan modern, dikelilingi oleh taman yang rapi dan terawat.

"Ini dia rumah kalian selama di Istanbul," ujar Arga sambil membuka pintu. Hasan dan Fayyadh melangkah masuk, terpesona oleh interior rumah yang elegan. Dengan langit-langit tinggi, dinding berpanel kayu, dan jendela besar yang menghadap ke Bosphorus, rumah ini menawarkan suasana yang nyaman dan hangat.

Di dalam rumah, mereka bertemu dengan Shafiyyah, putri Arga yang berusia 18 tahun. Shafiyyah memiliki wajah lembut dengan mata cokelat cerah, erudung hitam panjang, dan senyum manis yang membuat siapa pun merasa diterima. Dia adalah sosok yang ceria dan bersemangat, dan kehadirannya langsung mencuri perhatian Hasan.

"Senang bertemu dengan kalian, Hasan dan Fayyadh," kata Shafiyyah dengan suara lembut sambil menyambut mereka. "Aku sudah mendengar banyak tentang kalian dari ayah."

"Senang bertemu denganmu juga, Shafiyyah," jawab Hasan sambil tersenyum. "Tempat ini benar-benar indah."

Shafiyyah menunjukkan kamar mereka yang terletak di lantai atas, masing-masing kamar dilengkapi dengan fasilitas yang nyaman dan pemandangan spektakuler. Hasan dan Fayyadh mengatur barang-barang mereka dengan cepat, tak sabar untuk menjelajahi kota. Mereka merasa sangat beruntung bisa tinggal di rumah yang begitu nyaman dan strategis.

Setelah mereka selesai beristirahat, Arga mengajak mereka untuk makan malam. Di ruang makan yang luas, meja panjang dipenuhi dengan hidangan khas Turki: kebab, pide, meze, dan berbagai macam roti. Suasana makan malam terasa hangat dan penuh keakraban, dengan Arga dan Shafiyyah menceritakan berbagai hal tentang kehidupan di Istanbul.

"Hasan, Fayyadh, kalian akan sangat menikmati kota ini. Banyak tempat bersejarah yang bisa dikunjungi dan tentunya makanan yang lezat," ujar Arga. "Besok, aku akan membawa kalian berkeliling. Ada banyak yang bisa dilihat di Istanbul."

Setelah makan malam, Shafiyyah menawarkan diri untuk memandu mereka mengunjungi beberapa tempat di sekitar rumah. "Kalau kalian mau, aku bisa menunjukkan beberapa tempat yang dekat dari sini. Mungkin bisa menjadi awal yang baik untuk kalian mengenal kota ini," katanya dengan antusias.

Hasan merasa terkesan dengan tawaran Shafiyyah. "Tentu, kami sangat menghargai bantuanmu, Shafiyyah."

Shafiyyah membawa mereka ke taman kecil di sekitar rumah, yang menghadap langsung ke Bosphorus. Mereka duduk di bangku taman, menikmati angin malam yang sejuk. Shafiyyah terlihat sangat senang saat berbicara tentang kota ini, dan Hasan tidak bisa tidak merasakan ketertarikan khusus dari gadis itu.

Ketika mereka kembali ke rumah, Shafiyyah mengundang mereka untuk menikmati teh Turki di teras belakang. Suasana malam itu terasa tenang, dengan suara ombak Bosphorus yang lembut dan lampu-lampu kota yang berkilauan di kejauhan. Mereka duduk di kursi-kursi kayu yang nyaman, dikelilingi oleh taman yang rapi dan pemandangan laut yang menakjubkan.

"Ini adalah teh favorit ayahku. Semoga kalian suka," kata Shafiyyah sambil menyajikan gelas-gelas teh yang harum. Hasan merasakan rasa teh yang kuat namun lembut, dan tidak bisa menahan diri untuk mengungkapkan kekagumannya.

"Teh ini sangat enak, Shafiyyah. Terima kasih telah membuatnya untuk kami," ujar Hasan dengan tulus.

Di tengah obrolan yang hangat, Shafiyyah tampaknya sangat memperhatikan Hasan. Dia sering mencuri pandang ke arah Hasan, dan senyum kecil tak pernah hilang dari bibirnya setiap kali Hasan berbicara. Hasan, yang tidak menyadari sepenuhnya perhatian khusus dari Shafiyyah, merasa nyaman dengan kehadiran gadis itu.

Malam semakin larut, dan Hasan serta Fayyadh memutuskan untuk kembali ke kamar mereka untuk beristirahat. Sebelum tidur, Hasan merenungkan hari pertama mereka di Istanbul. Ia merasa terkesan dengan keramahan Arga dan keluarganya, serta keindahan tempat tinggal mereka yang menghadap Bosphorus.

Di malam yang sama, Shafiyyah juga tidak bisa tidur nyenyak. Pikirannya terus kembali pada Hasan. Dia merasa ada sesuatu yang spesial tentang Hasan—karakter dan kepribadian Hasan membuatnya merasa nyaman dan terhubung. Shafiyyah, yang selama ini dikenal sebagai gadis yang ceria dan percaya diri, merasakan getaran emosional yang belum pernah dia rasakan sebelumnya.

_________________

Keesokan harinya, Arga mengajak Hasan dan Fayyadh berkeliling kota, menunjukkan tempat-tempat bersejarah seperti Hagia Sophia, Topkapi, dan Masjid Biru. Mereka menghabiskan waktu seharian menjelajahi Istanbul, sementara Shafiyyah tidak dapat turut serta karena harus menyelesaikan beberapa urusan kuliah. Namun, ia mengirim pesan kepada Hasan dan Fayyadh, berharap mereka menikmati hari mereka dan menanyakan tentang pengalaman mereka.

Saat malam tiba, Hasan dan Fayyadh kembali ke rumah Arga dengan penuh cerita tentang petualangan mereka. Shafiyyah menunggu mereka dengan penuh antusias, siap mendengar semua detail dari mereka. Dalam percakapan malam itu, Shafiyyah berusaha menunjukkan ketertarikan dan perhatian khusus pada Hasan, meskipun dia tetap menjaga sikap sopan dan ramah.

Sebagai tambahan, Hasan dan Fayyadh berencana untuk menjelajahi lebih banyak tempat di Istanbul dan beradaptasi dengan kehidupan baru mereka. Mereka tahu bahwa masa tinggal mereka di kota ini akan penuh dengan petualangan dan peluang, dan mereka siap untuk menghadapi apa pun yang datang dengan semangat dan rasa ingin tahu.

Hasan dan Fayyadh yang beristirahat di kamar mereka, sementara Shafiyyah merenungkan perasaannya yang baru dan mencoba untuk memproses apa yang dirasakannya terhadap Hasan. Suara ombak Bosphorus yang lembut dan pemandangan malam Istanbul menjadi latar belakang dari malam mereka yang tenang.


Selat BosphorusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang