Keesokan paginya, Hasan dan Fayyadh bangun pagi dengan semangat baru. Mereka siap untuk menjelajahi lebih banyak tempat di Istanbul dan benar-benar meresapi keindahan kota yang memikat ini. Setelah sarapan bersama Arga dan Shafiyyah, mereka memulai hari pertama mereka dalam petualangan penuh warna ini.
Arga mengajak mereka ke beberapa tempat ikonik di Istanbul, mulai dari Hagia Sophia, yang dulunya adalah katedral Bizantium dan kemudian menjadi masjid, sebelum akhirnya menjadi museum. Hasan dan Fayyadh terpesona oleh arsitektur megah dan sejarah yang mengelilingi bangunan tersebut. "Tempat ini benar-benar luar biasa," ujar Hasan, matanya tak lepas dari mozaik yang menghiasi dinding.
Dari Hagia Sophia, mereka berjalan menuju Masjid Biru yang terkenal dengan kubah biru dan interior yang menakjubkan. Hasan dan Fayyadh merasa terhormat bisa melihat langsung keindahan masjid ini. Shafiyyah yang mengikuti mereka lewat pesan singkat, terus mengirimkan info tambahan dan tips untuk menjelajahi tempat-tempat tersebut. Hasan merasa senang dengan bantuan Shafiyyah dan semakin menghargai keramahan yang ditunjukkannya, namun tidak merasakan ketertarikan lebih dari sekadar rasa terima kasih.
Setelah mengunjungi Masjid Biru, mereka melanjutkan perjalanan menuju Topkapi Palace, yang merupakan rumah bagi para sultan Ottoman selama berabad-abad. Di sini, mereka melihat berbagai koleksi sejarah yang menakjubkan, termasuk pakaian sultan dan artefak-artefak penting. Fayyadh, yang tertarik dengan sejarah, sangat menikmati setiap detail yang ditunjukkan oleh pemandu.
Saat mereka makan siang di sebuah kafe kecil yang terletak di dekat Istiklal Avenue, Hasan dan Fayyadh berbagi cerita tentang pengalaman mereka sejauh ini. "Kota ini benar-benar hidup," kata Fayyadh. "Setiap sudutnya penuh dengan sejarah dan budaya."
Mereka kemudian melanjutkan perjalanan mereka ke Grand Bazaar, pasar tradisional terbesar di Istanbul. Hasan dan Fayyadh kagum dengan keramaian dan variasi barang yang dijual. Mulai dari karpet Turki yang berwarna-warni hingga perhiasan dan rempah-rempah, pasar ini benar-benar menawarkan segala sesuatu yang bisa dibayangkan. Hasan membeli beberapa oleh-oleh untuk keluarga di Indonesia, sementara Fayyadh tertarik dengan koleksi kerajinan tangan.
___________
Saat malam tiba, Arga mengajak mereka makan malam di restoran tepi pantai yang menawarkan pemandangan menakjubkan dari Selat Bosphorus. Dengan matahari terbenam sebagai latar belakang, suasana makan malam terasa sangat romantis. Shafiyyah tidak dapat bergabung karena jadwal kuliah, tetapi ia terus mengirim pesan untuk mengetahui bagaimana pengalaman mereka hari itu.
Hasan dan Fayyadh menikmati hidangan laut segar dan berbagai makanan khas Turki sambil berbincang tentang rencana mereka untuk hari berikutnya. "Aku penasaran dengan kehidupan malam di Istanbul," kata Hasan. "Mungkin kita bisa menjelajah lebih jauh dan melihat bagaimana kota ini berubah di malam hari."
Arga mengangguk setuju. "Tentu, ada banyak tempat menarik yang bisa kita kunjungi di malam hari. Salah satunya adalah Galata Tower, yang menawarkan pemandangan kota yang spektakuler."
Malamnya, setelah makan malam, mereka menuju Galata Tower. Pemandangan dari atas menakjubkan—kota yang berkilauan di bawah mereka memberikan kesan magis. Hasan dan Fayyadh merasa terinspirasi oleh keindahan dan skala kota yang terbentang di depan mata mereka.
Sementara itu, Shafiyyah yang masih di rumah, duduk di kamarnya dengan buku terbuka di depannya, namun pikirannya jauh dari materi kuliahnya. Dia terus memikirkan Hasan—sosok yang mengisi pikirannya sejak pertemuan pertama mereka. Shafiyyah merasa ketertarikan ini semakin mendalam, dan dia tidak sabar untuk menghabiskan lebih banyak waktu bersama Hasan.
Hari-hari berikutnya, Hasan dan Fayyadh terus menjelajahi Istanbul dengan bantuan Arga dan terkadang Shafiyyah. Mereka mengunjungi Basilica Cistern, sebuah reservoir bawah tanah yang menakjubkan, dan Dolmabahçe Palace, yang merupakan contoh kemegahan era Ottoman. Shafiyyah, yang sempat memiliki waktu luang, bergabung dengan mereka untuk beberapa kunjungan ini. Dia terus berusaha menunjukkan sisi terbaik dari kota ini, sambil berusaha menjaga interaksinya dengan Hasan tetap natural. Hasan, meskipun menghargai usaha Shafiyyah, tetap tidak merasa adanya ketertarikan khusus—dia melihat Shafiyyah sebagai teman baik yang membantu mereka dalam perjalanan ini.
Di suatu sore, Shafiyyah mengajak Hasan dan Fayyadh ke Taksim Square, pusat kehidupan sosial dan budaya Istanbul. Mereka menghabiskan waktu berjalan-jalan di sekitar plaza, menikmati suasana yang ramai, dan mencoba berbagai camilan lokal. Shafiyyah tampaknya sangat senang bisa berbagi momen ini dengan Hasan, namun Hasan tidak merasakan hal yang lebih dari sekadar persahabatan.
Satu malam, setelah mereka kembali ke rumah Arga, Hasan memutuskan untuk berbicara langsung dengan Shafiyyah. Mereka duduk di teras belakang, menikmati teh Turki sambil berbincang santai.
"Shafiyyah, aku ingin berterima kasih atas semua bantuanmu selama ini. Aku merasa sangat diterima di sini," kata Hasan, menatap mata Shafiyyah dengan tulus.
Shafiyyah tersenyum lembut. "Aku senang bisa membantu. Istanbul ini adalah rumahku, dan aku merasa senang bisa menunjukkan keindahannya kepadamu."
Hasan merasa terhanyut dalam percakapan mereka. "Kau tahu, aku benar-benar merasa bahwa ada sesuatu yang istimewa di sini. Bukan hanya tentang tempat-tempat yang kita kunjungi, tetapi juga tentang hubungan yang kita bangun."
Shafiyyah, merasa sedikit cemas, mengungkapkan perasaannya. "Hasan, aku... aku merasa sangat dekat denganmu. Sejak pertama kali kita bertemu, aku merasa ada sesuatu yang spesial."
Hasan, meskipun menghargai keterbukaan Shafiyyah, merasa perlu untuk jujur. "Shafiyyah, aku menghargai perasaanmu dan kedekatan yang kita miliki. Namun, aku ingin kamu tahu bahwa aku tidak merasakan hal yang sama. Aku benar-benar menghargai persahabatan kita, dan aku harap kita bisa terus berbagi momen-momen indah di sini sebagai teman."
Percakapan mereka diakhiri dengan pemahaman yang jelas namun tetap ramah. Hasan dan Shafiyyah melanjutkan malam mereka dengan kedekatan yang saling menghormati, sementara Hasan merasa lega telah mengungkapkan perasaannya dengan jujur.
KAMU SEDANG MEMBACA
Selat Bosphorus
AdventureSetelah kembali dari petualangan yang penuh tantangan di Turki, Hasan dihadapkan pada realitas baru yang tak pernah ia duga: ia dijodohkan dengan sepupunya sendiri, Hafshah. Meskipun mereka tumbuh bersama, Hasan tidak pernah menganggap Hafshah seba...