Maya sedang melakukan perjalanan dinas, sebagai mahasiswa magang ia diikutsertakan selain untuk belajar juga untuk membantu beberapa hal. Namun, malam ini entah mendapatkan ide darimana setelah melihat status whatsapp atasanya Maya malah dengan lancang menggoda. Ia tahu atasannya itu tengah sedikit mabuk akibat meminum alkohol kala makan malam bersama kolega perusahaan mereka. Maka dari itu ia berani menggoda sang atasan karna ia pikirjika ia berhasil atasannya tak akan ingat kejadian malam ini dan ia akan tetap aman magang diperusahaan ini. Dan benar saja atasannya memakan umpan yang ia beri. Setelah diberi lampu hijau tanpa menyiakan kesempatan Maya lantas pergi ke kamar atasannya.
Lorong hotel begitu sepi, pencahayaannya juga terbilang sangat minim disana— namun hal tersebut tak membuat gadis yang sekarang tengah berdiri di depan sebuah pintu kamar milik Bambang merasa takut.
Maya hanya sedikit gugup, pasalnya ia tak tahu akan bagaimana nasibnya setelah ini. Ternyata memancing pria matang itu tak sesusah yang ia pikirkan. Kali ini ia hanya menggunakan pakaian mandi yang disediakan oleh hotel, sedangkan dalamannya hanya menggunakan celana dalam hitam tanpa sebuah bra. Gadis itu sengaja.
Maya menekan sekali bel pada kamar tersebut, hanya memastikan jika Bambang memang benar sudah mengetauhi keberadaannya di depan sana dan akan segera mempersilakan dirinya masuk. Jujur, ia tak mau menunggu seperti orang bodoh di lorong ini sendirian.
Hingga akhirnya pintu kamar tersebut terbuka lebar, menampilkan sosok pria tinggi yang kini berdiri tanpa menggunakan sebuah atasan sama sekali. Wajahnya terlihat memerah dengan rambut yang cukup berantakan, serta satu tangannya yang mebawa satu gelas berisi cairan merah disana. Apakah pria itu minum lagi?
Namun hal yang menarik atensi Maya bukanlah itu, melainkan bagian bawah pria itu— tepatnya sesuatu yang mengembung dibalik celana abu pendek yang Bambang gunakan, tercetak jelas sebuah gundukan panjang beserta kulup di bagian ujung yang sungguh bikin gadis itu merasa panas seketika. Terdapat juga garis rambut halus pada bagian atas celana pria itu hingga dibagian bawah pusar yang Maya yakini itu pasti rambut berasal dari penis milik Bambang. Maya akui Pria di depannya ini sungguh panas, semua detail pada tubuhnya sukses membuat Maya merasakan sensasi geli pada bagian bawahnya.
Disisi lain Bambang menatap gadis yang ia anggap masih sangat muda ini dengan teduh, kepalanya pusing, dan pikirannya kacau balau. Nafsu telah menguasainya. Dia kembali menatap dari bawah sampai atas, ukuran tubuh gadis itu sangat berbanding jauh dengannya— tetapi entah kenapa itu membuat dirinya semakin bernafsu. Apalagi melihat wajah Maya yang menatapnya dengan begitu polos. Membuat Bambang ingin segera menghabisinya di atas ranjang.
"Ayo masuk."
Bambang yang pertama kali membuka obrolan, suaranya begitu berat dan serak di tengah malam yang begitu sunyi ini.
Maya tak menjawab apapun, hanya mengangguk kecil dan berjalan pelan memasuki ruangan hotel milik Bambang, mendahului pria itu yang kini tengah mendorong pintu kamar hingga terkunci secara otomatis.
Sampai didalam kamar, Maya mendudukkan dirinya di tepian ranjang dengan linen putih khas kamar hotel pada umumnya dengan perasaan yang sangat gugup. Padahal dari awal dirinyalah yang ingin berada di tempat ini, dan sekarang entah kenapa ia benar-benar gugup setelah berhasil masuk.
Kini Bambang berjalan menghampirinya, pria itu berdiri tepat di depan Maya yang masih duduk terdiam tanpa suara. Ia berdiri lumayan dekat, hingga bagian bawah Bambang yang masih terbungkus celanapun kini tepat berada di depan wajah gadis itu.
"Gimana May, udah gak panas lagi?"
Perkara tadi soal ac yang rusak sebenarnya hanyalah bualan Maya semata, akan tetapi saat ini, di situasi seperti ini ia benar-benar merasa kepanasan. Bambang yang berdiri tanpa menggunakan atasan apapun dibawah lampu kamar hotel yang tamaran membuat dirinya hampir gila, kulit kecoklatan yang mengkilap serta otot-otot yang terbentuk sempurna membuat Maya ingin berperilaku layaknya seorang jalang agar bisa langsung disetubuhi oleh pria matang ini.
"Udah engga panas Pak."
Bambang menghisap sekali minuman yang masih berada ditangannya, lalu secara tiba-tiba ia mengelus puncak kepala Maya dengan lembut sambil menatap gadis itu dengan tatapan teduh.
"Kita lagi enggak dalam pekerjaan, jangan panggil saya pak ya?"
Maya yakin, Bambang kini seratus persen dalam pengaruh alkohol. Bisa ia lihat dari cara bicaranya yang sedikit pelan dan tatapan matanya yang sendu. Dan sebenarnya Maya sudah tak dapat lagi menahan semua godaain ini, Bambang terlihat sangat panas, gadis itu ingin segera bisa menyentuh seluruh bagian tubuh pria didepannya ini tanpa terkecuali. Akan tetapi, seperti rencana di awal ia harus tetap berprilaku seolah olah disini ia tak tahu apa-apa. Biarkan pria itu yang memulai, ia hanya perlu mengikuti permainannya saja.
"T-tapi pak, saya harus panggil bapak dengan sebutan apa?" Maya bertanya.
"Kamu seumuran kan sama anak saya?" Kini tangannya berpindah mengelus bahu Maya. "Panggil saya Om saja ya?"
Gila, Maya tak menyangkan jika Bambang akan menyuruhnya untuk memanggil dia dengan sebutan Om. Ini terdengar biasa saja, tapi ketika hanya ada mereka berdua si ruangan ini, panggilan tersebut terasa sangat berbeda. Ditambah elusan pada bahu gadis itu yang belum berhenti sampai sekarang, membuat Maya merasakan ada sesuatu di bagian bawahnya yang keluar, membuat dirinya merasakan sedikit rasa basah.
"Mau kan panggil saya om?" Bambang memastikan kembali.
"I-iya Om."
Pria itu tersenyum tipis, lalu kembali menyesap cairan merah di gelasnya hingga habis tak tersisa, diikuti oleh suara "ah" yang berat ketika minuman tersebut berhasil melewati tenggorokannya dengan sempurna.
"Kamu beneran bisa mijetin saya May?"
Pertanyaan Bambang sukses membuat Maya menegang, berharap semua permainan ini akan segera di mulai. Dengan begitu Maya kembali memancing Bambang dengan pertanyaan yang sedikit ambigu.
"Iya Pak, eh Om maksudnya. Mau saya pijetin di bagian mana om?"
Alih-alih menjawab, pria itu malah berjalan mundur menuju sebuah writing desk yang terdapat di ujung kamar tersebut. Sekedar untuk meletakkan gelas kosong tadi disana dan kembali berjalan menuju ke arah Maya.
"Kamu pijat apa bisanya hm?" Tanya pria itu balik. Lalu meraih tangan Maya secara tiba-tiba dan menuntunnya secara perlahan untuk menyentuh penis miliknya.
"Pijat ini bisa?"
Bambang berucap dengan santai tanpa ekspresi— Maya yakin ini seratus persen karena pengaruh alkohol yang sudah pria itu tegak sejak tadi di bar hotel bersama rekan kerjanya. Namun semua ini justru berjalan sesuai yang diharapkan gadis itu, kini tangannya sukses menempel pada kejantanan milik Bambang. Bisa Maya rasakan, begitu keras dan besar walau hanya ia sentuh dari luar.
Maya memasang ekspresi kaget yang dibuat-buat, tapi tak sedikitpun menarik tangannya mundur. Membiarkan kini Bambang menggerakkan tangannya untuk mengelus penis pria itu dari luar celananya.
"Bisa sendiri kan? Atau mau saya ajarin."
--------------------------------------------
Akses full cerita (14 halaman)
karyakarsa.com/cariapadah
KAMU SEDANG MEMBACA
ONE SHOOT ADULT STORY 21++
Short StoryCerita Maya dan kehidupan dewasanya. Alur maju mundur, setiap cerita tidak saling berkaitan.M