Sejujurnya, Maya sama sekali tidak sengaja untuk berpakaian seperti ini.
Celana pongol dan juga kaus oblong yang cukup ketat, membuat bagian badan atasnya cukup tercetak. Sialnya, hari ini cukup terik sehingga cuaca cukup panas. Maya sangat menyesal memakai pakaian yang ketat seperti ini. Untung saja celananya cukup lebar, sehingga ia tidak merasa terlalu panas di bagian bawah.
Perempuan itu tengah bermain di rumah Hema, teman baiknya. Dan juga, bukan tujuan utamanya untuk melihat sosok lelaki mapan nan gagah yang ada dirumah sahabatnya itu; ayah dari Hema. Sebuah kebetulan yang sangat unik, dan mendadak Maya bersyukur ia memakai pakaian seperti itu.
"Lu gak panas, May? Baju lu sampai nyetak gitu," komentar Hema yang sebenarnya ditunggu oleh Maya, karena ia ingin melihat reaksi ayah sahabatnya itu. Maya hanya terkekeh pelan, "Yaa, salah pilih baju gua. Baju yang lain lagi di laundry, mau gimana lagi? Masa gua pake singlet."
"Gak gitu juga."
Maya tertawa bersama Hema, menertawai lelucon yang sebenarnya tidak terlalu lucu itu. Keduanya kini tengah bermain PlayStation milik Hema di ruang tamu. Sang ayah sahabatnya, Jordan, melihat mereka yang bermain 'TheSims4' itu dengan secangkir kopi hangat dari kejauhan. Pria paruh baya itu menatap sang anak dengan penuh kasih, sesekali juga tertawa melihat keduanya bertingkah konyol di dalam game, seperti; menari di depan nenek-nenek, memasak hingga gosong, ataupun berjalan dengan telanjang dan membuat karakter lain terkejut.
Yang membuat Jordan hampir tersedak kopinya, adalah ketika Maya dengan gamblang mengajak bercinta dengan Hema di dalam permainan tersebut yang seketika dihadiahkan pukulan oleh sahabatnya itu. Bahkan, Maya sudah sangat siap di kasur karakternya dan sampai mengeluarkan suara-suara nakal dari mulutnya sendiri. Hema yang sangat terkejut itu kembali memukul Maya cukup kuat.
"SAKIT, ANJING."
"SAKIT LU COK."
Maya hanya tertawa keras, menertawakan reaksi Hema yang lucu menurutnya. Sedangkan Hema, dengan telinga panas dan wajah memerah, memutuskan untuk berhenti bermain sejenak. Ia pergi ke dapur, dimana ia berpas-pasan dengan sang ayah di luar pintu dapur itu.
"Malu, ya? Hayo."
"Shush, ayah diem."
"Hahahaha, masa digituin aja malu."
"Ya gimana, temenku memang rada-rada."
Usai mengucapkan itu, sang anak pergi ke dalam dapur untuk meminum secangkir air dingin dari kulkas. Ia juga mengambil cangkir baru, mengisinya dengan es batu hingga penuh, dan membawa cangkir itu kembali ke ruang tamu. Hema tahu bahwa Maya sangat suka mengunyah es batu.
"Nih, es batu."
"Wih, makasih, bro. Tau aja gua lagi haus."
Selang beberapa lama, mereka yang sudah bermain berbagai macam permainan itu pun mulai bosan. Keduanya berbaring di lantai yang terdapat karpet lembut, lalu memejamkan mata. Tampaknya, Hema ketiduran. Maya yang melihat itu mulai tersenyum.
Ia celingak-celinguk, mencari keberadaan ayah Hema yang menjadi perhatiannya beberapa hari ini. Sengaja ia naikkan celananya, membuat bajunya agak acak-acakan, dan mulai berjalan. Maya pun naik ke lantai atas, mencari kamar Hema.
Ketika ia baru saja mau membuka kenop pintu, terdengar suara yang mengejutkannya, "Kamu ngapain?"
Yes, batin Maya. Ia pura-pura kaget, lalu balik badan menatap Jordan yang melipat dua tangannya di depan dada dengan tatapan tajam. Maya cengegesan, "Oh, engga, pak. Saya mau ambil barang saya, ketinggalan di kamarnya pas saya main kemarin."
"Oh, ya? Barang apa itu?"
"Ada deh, bapak mau tau aja."
Langkah berani dari Maya. Pria paruh baya itu sedikit terkejut dengan respon anak muda itu. Maya masih cengegesan, lalu membuka pintu kamar Hema dan 'izin' ke Jordan, "Kalau gitu saya masuk dulu, pak. Takutnya kelamaan kalau di dalam."
Kalimat ambigu itu sukses menarik perhatian Jordan. Apa hubungannya lama dengan masuk ke kamar lebih cepat? Persetan dengan itu, Jordan langsung ikut masuk ke dalam kamar anaknya. Sontak matanya terbelalak melihat Maya yang tengah menungging sembari mencari sesuatu di meja samping kasur Hema.
"Loh, kemana?" gumam Maya. Ia kembali fokus mencari barangnya, mengabaikan sosok Jordan yang sudah berada di belakangnya, menikmati setiap lekuk tubuh Maya dengan mata tajam.
Tentu saja Maya tahu ini akan terjadi, sehingga ia semakin menggerakkan pinggulnya, sedikit melebarkan kaki, dan mengeluarkan suara manja; "Ih, kemana sih ...?"
Sedetik kemudian, Maya sudah bangkit dari kasur dan berjalan menuju lemari baju Hema. Ia membuka pintu lemari itu, berlutut dan mencari barang yang sebenarnya fiktif itu. Sengaja ia berlutut, sedikit mencondongkan badan, berusaha mencari.
Jordan juga tidak bodoh. Ia tahu, anak ini sedang menggodanya. Dan ia terjatuh dalam godaan itu. Jordan ingin melihat seberapa jauh bocah ini akan menggodanya.
Deheman dari Jordan membuat Maya terlonjak. Jordan memasukkan tangan ke kedua kantong celana, membuat mata Maya seketika fokus ke bagian bawah. Tampak selangkangan sang ayah sudah menggembung. Maya tersenyum polos, "Eh, iya, pak?"
"Masih lama?"
"Eh, iya ... kenapa, pak?"
"Stop calling me with that."
Oh, damn, batin Maya lagi. Badannya mulai memanas, mendengar ucapan tegas dari Jordan yang cukup seksi dan berat. Jordan berjalan mendekatinya, ikut berlutut di belakang Maya, lalu dengan cekatan menarik gadis itu menubruk dada bidangnya. Maya pura-pura kaget dan melenguh pelan, "Pak? Aduh, bapak kenapa?"
"Panggil saya dengan mas."
Waduh, agak riskan, kembali lagi Maya berbicara dalam hati. Pasalnya, pria itu sepertinya tertarik pada Maya. Dari mana orang asing tiba-tiba minta dipanggil dengan sebutan 'mas'? Pak, udah kepala tiga mendekati empat, loh.
"Iya, mas. Kenapa, mas?"
ANJIIINGGGG.
Begitulah suara hari Jordan sekarang. Ia menundukkan kepalanya, mengecup pelan kening Maya dengan tiba-tiba. Gerakan itu tidak pernah disangka Maya sebelumnya, sehingga gadis yang lebih kecil itu menciut dan memerah, bergerak gelisah seraya bersender di dada Jordan. Dengan itu, ia bergerak lebih gencar lagi, menggesek pinggulnya ke selangkangan Jordan, sehingga bokong sintalnya mengenai milik Jordan yang sudah keras.
"Mas, aduh, dilepas dulu, kenapa aku jadi—hmmn?"
Gerakan Jordan memang cepat. Kedua tangan pria paruh baya itu bersarang di dada Maya, meremas dan memilin puting sang bocah dengan sensual, membuat si kecil mendesah nikmat. Dadanya dibusungkan, mencondongkan pentil tegang nan sensitifnya itu. Keduanya menikmati sentuhan satu sama lain, dimana Maya tengah meraba selangkangan sang dominan yang sudah tidak sabaran.
"Gila. Kamu gila, May," geram Jordan dan segera menarik badan Maya, menggendongnya dan menjatuhkan badan itu di atas kasur. Maya terlalu lamban untuk mengikuti semua gerakan Jordan, sehingga ia hanya akan pasrah sekarang, dan menggunakan mulutnya.
"Mas sudah gak sabaran, ya? Mau cicipin aku? Mau cium-cium, remes-remes, emut-emut? Atau mau langsung entotin aku, mas?"
-------------------------------------------------------------------------------------------
Akses cerita lengkapnya (5 halaman) di: karyakarsa.com/cariapadah
KAMU SEDANG MEMBACA
ONE SHOOT ADULT STORY 21++
Cerita PendekCerita Maya dan kehidupan dewasanya. Alur maju mundur, setiap cerita tidak saling berkaitan.M