Hari itu pukul 5 sore Maya baru saja pulang kuliah, jadwal hari itu cukup padat dirinya merasa sangat lelah maka ia memutuskan untuk langsung pulang ke rumah. Tadi pagi mamanya bilang bahwa ia dan ayah Eki akan menginap di rumah sakit tempat kakeknya dirawat jadi bisa dipastikan ia akan sendirian di rumah malam ini. Maya merasa lapar, namun saat ia ingin memesan makanan agar waktu ia sampai rumah makanannya sampai bersamaan dengannya tapi ternyata batre ponselnya habis, jadi ia memutuskan memesannya nanti saja saat di rumah. Maya pun berjalan menuju parkiran, masuk kedalam mobilnya dan bergegas mengendarainya ke arah rumah. Jarak kampus dan rumah Maya tidak terlalu jauh, namun karena jalanan macet sekitar 45 menit kemudian Maya baru sampai rumah. Sesampainya di rumah ia memarkirkan mobilnya di garasi dan segera masuk ke dalam rumah.
Namun saat dirinya melewati ruang tamu ia sangat kaget ketika melihat ayahnya sedang menonton film di ruang tengah. Maya pun menghampiri ayahnya.
"Loh kok ayah di rumah? Ayah nggak jadi nemenin mama? Tapi nggak papa deh Maya senang malem ini nggak sendirian di rumah. Huff aku capek banget tau yah hari ini aku kuis tiga kali otak aku rasanya mau meledak." Maya berjalan mendekati orang yang ia yakini adalah ayahnya, tanpa sungkan ia langsung mendudukan dirinya dipangkuan ayahnya itu. Kepalanya ia sandarkan ke dada milik orang tersebut lalu ia peluk tubuh tegapnya.
"Maya ini om bu..." namun omongan orang tersebut terhenti saat Maya dengan cepat memotong ucapaannya.
"Ayah aku mau gini dulu boleh nggak? Maya capek banget mau merem bentar sambil dipangku ayah."
Orang itupun akhirnya hanya bisa menghela nafas mengiyakan permintaan si manis. Tanpa Maya sadari orang yang sedari tadi ia panggil ayah ternyata bukan ayahnya tapi itu om Eko, kembaran ayahnya. Tadi ayahnya sudah mengirim pesan kepadanya namun belum sempat ia lihat dan baca karena batre ponselnya keburu habis. Terlihat kurang nyaman dengan posisinya Maya pun menggerakkan pantat mencari posisi yang lebih nyaman. Namun salah, pergerakannya yang tak hati-hati itu tak sengaja menyebabkan pantatnya bergesek dengan penis Eko. "Shhh." Eko menggerang pelan namun karena mulutnya tepat berada pada telinga Maya, Maya pun mampu mendengar erangan tersebut dengan jelas. Maya termenung, badannya sedikit menegang ia baru pertama kali merasakan hal ini. Jatungnya berdetak kencang, rasanya aneh tapi dia ingin mendengar erangan itu lagi. Katakan Maya gila, ya memang ia gila memikirkan hal yang tak pantas dilakukan oleh ayah dan anak. Maka dari itu Maya kembali menggerakkan pantatnya, menggoda penis Eko mencoba membuat Eko mengeluarkan erangan tertahan itu lagi dari bibirnya dan Maya pun tak salah karena benar ia mendengar lagi erangan rendah itu. Badan Maya seketika merinding waktu tangan besar Eko memegang pinggangnya dan meremasnya pelan.
"Maya, jangan banyak bergerak." Eko mencoba untuk tetap menjaga akal sehatnya.
"Ayah kenapa? Maya berat ya?" Mayapun menarik tubuhnya agak menjauh untuk menatap wajah ayahnya. Dia pun terkejut setelah melihat wajah orang didepannya ini, ada yang berbeda dari sang ayah bola matanya tak berwarna hitam, orang yang ada di hadapannya saat ini memiliki bola mata coklat.
"Om Eko? Ya ampun maafin Maya ya, Maya pasti berat yah aduh maafin Maya ya om aku kira tadi ayah." Maya merasa tak enak dia pun segera ingin beranjak dari pangkuan Eko namun tangan Eko menahannya.
"Nggak berat kok, kamu mah enteng Maya. Kamu pasti capek banget ya sampe nggak sadar ini om Eko hahaha." Eko ulurkan tangannya mengacak gemas rambut keponakannya itu. Maya memajukan bibirnya, merajuk dan kembali memeluk Eko.
"Ya udah Om aku ganti baju dulu ya," Ucapnya seraya pergi ke kamarnya.
Maya kembali ke ruang tengah dengan membawa satu botol wine. Ia mendudukan dirinya tepat disebelah Eko, sengaja tanpa jarak. Maya menuangkan minuman tersebut lalu memberikannya pada Eko yang dengan senang hati menerimanya.
"Mau nonton apa kita om?"
"Terserah kamu aja, May. Om ngikut."
"Oke temen aku pernah saranin film, katanya bagus, aku belum sempet nonton kita nonton itu aja ya om." Tentu Maya berbohong, film yang ia akan tonton bersama Eko adalah film dewasa.
Maya memang sudah gila dan ia pun mengakuinya. Persetan dengan norma dan larangan-larangan, kali ini dia akan melakukan apa yang dirinya inginkan. Eko yang tidak mengetahui itu hanya mengangguk terkekeh mengusak rambut Maya lalu mengalungkan sebelah lengannya pada pundak Maya membuat tubuhnya dan Maya semakin merapat. Seperti dugaan Maya film ini banyak sekali mengandung adegan vulgar, baru menit ke 15 saja mereka sudah disuguhi dengan adegan ranjang. Ia dapat rasakan ada cengkaram di bahunya, siapa lagi kalau bukan ulah Eko. Maya pun semakin merapatkan tubuhnya pada tubuh Eko. Keduanya terdiam, mencoba fokus pada film yang sedang mereka tonton. Namun tidak dengan Maya, sebenarnya dari tadi otaknya berpikir bagaimana caranya agar Eko menyetuhnya lebih jauh. Maya letakkan tangannya pada paha milik omnya, menggodanya dengan rematan-rematan kecil. Ketika dilayar televisi yang mereka tonton menampilkan adegan persetubuhan tanpa Maya sadari dia meremas paha dalam Eko begitu keras. Lalu, tiba-tiba ia merasakan tangan Eko yang ada di pundaknya kini turun ke pinggang, mencoba menarik tubuh Maya menempel pada tubuhnya. Maya pun bisa mendengar nafas Eko terdengar sedikit memberat. Maya menoleh melihat wajah Eko yang ternyata juga tengah melihat kearahnya dengan tatapan tajam. Tiba-tiba saja tubuhnya sudah melayang dan mendarat pada paha Eko, Eko mengangkat Maya berpindah pada pangkuannya. Kedua tangan besar Eko berada pada pinggang Maya mencengkeramnya kuat. Maya yang terkejut mengalunkan tangannya pada leher Eko, karena posisi Maya lebih tinggi ia menunduk untuk dapat melihat wajah Eko. Mata Eko menatapnya namun sekarang berbeda dari beberapa saat yang lalu, tatapan sayu namun tajam seolah menghipnotis Maya untuk menunduk mendekatkan bilah bibir keduannya. Bibir mereka menempel dengan mata masih menatap obsidian satu sama lain sampai akhirnya Eko mulai melumat bibir ranum Maya. Maya memejamkan matanya, tangannya meremas pundak Eko. Jantungnya berdegup kecang bukan main, akhirnya, akhirnya dimulai. Adrenalinnya berpacu dengan cepat, ia tersenyum sembari membalas ciuman Eko. Bunyi kecipak yang dihasilkan oleh kegiatan keduanya semakin keras terdengar, sesekali bunyi desahan terdengar seiring ciuman yang semakin panas.
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Akses cerita lengkapnya (18 halaman) di: karyakarsa.com/cariapadah
KAMU SEDANG MEMBACA
ONE SHOOT ADULT STORY 21++
Короткий рассказCerita Maya dan kehidupan dewasanya. Alur maju mundur, setiap cerita tidak saling berkaitan.M