We don't do it because we want, or because we love each other or something shit to be called affection. We do it, because we hate who we are. We hate someone who should be the one leading us into this shitty world.
Maya benci nyokapnya. Gue benci bokap gue. As simple as that.
Sesimpel gue dan dia yang berujung di satu tujuan yang sama, meneriakkan nama satu lainnya berharap dua manusia gak berperasa itu bisa ngeliat dan bertindak barang selangkah. Mungkin setelahnya si brengsek yang gue panggil Papa itu bakal lebih peduli sama orang yang dulu dia panggil istri, karena sekarang untuk noleh aja dia ngerasa jijik. Kenapa? Gak tau, coba lo tanya orang dewasa, yang kadang mau dimengerti tapi untuk ngertiin orang lain susahnya setengah mati.
Mungkin lagi setelahnya, si jalang, at least itu panggilan gue terhadap nyokapnya Maya, bisa minta maaf dan bersujud sujud mohon ampun depan nyokap gue yang lagi berbaring di kasur. Atau wanita yang Maya panggil dengan Mami ini bisa balik lagi ke bokapnya Maya yang udah di penjara. Gak tau deh, manusia kan gak ada puasnya ya, mungkin ada yang dia cari dari bokap gue, uang mungkin, tapi apapun itu, gue harap mereka berdua, entahlah, gue sih maunya mereka mati aja. Tapi enggak, sebelum dosa mereka ngebuat mereka sengsara. Apapun itu, gue harap mereka paham, rasanya dikhianati, rasanya mau nafas aja susahnya setengah mati, bahkan untuk mati aja lo gak berani. Buat mereka berdua, manusia brengsek.
—
Maya telan dengan paksa bersamaan dengan kelopak matanya menutup terbuka bergantian, masih menikmati rasa nikmat kedutan yang diakibatkan oleh Ridho menyentuh vaginanya. Rasanya tak cukup hanya dengan disumbat, pun jari itu masuk lagi semakin dalam dan dalam menggerayangi kelaminnya membuat badannya semakin bergetar.
Maya mengernyitkan keningnya saat didengar suara sendok dan lantai berpadu, sengaja Ridho menjatuhkan miliknya.
Ah si gila ini.
Tangan yang semula menetap di lubang berpindah dan melepaskan. Maya gemetar sendiri saat dirasa bagian selatannya langsung berceceran cairan yang sedari tadi dia tahan. Dengan ego yang makin ditekan oleh tatapan disebelah, Maya tundukkan badannya kebawah meja, dalih mengambil sendok yang sempat terjatuh.
Dengan cepat mulut Maya sudah terbuka menghampiri gundukan besar dibawah, dia buka resleting Ridho beserta celana dalamnya, dilumat, digigit gemas, lalu dia sedot dengan lapar seakan daging yang disediakan bukanlah diatas sana tapi yang ada dalam mulutnya. Tangan kiri Ridho membantu kecepatan tempo gerakan mulut Maya, maju mundur dia hentakkan tengkuk putih halus itu, karena tak mungkin pinggulnya yang bergerak menyodok. Makin cepat makin tergesa gesa terburu sampai sang Mami diujung berkata, "pake sendok ini aja dek, udah kotor."
Dalam geraman rendah Ridho berusaha menahan desahnya, dengan semakin merojok mulut sang cinta, dia masukkan sampai melekat ke pangkal trakea. Dia rojok terus, lalu dia semprotkan, muntahkan gila gilaan tepat didepan pintu masuk, sampai mengalir ke usus. Pipi Maya dia apit, ditutup untuk dipaksa menelan semuanya, jangan dimuntahkan.
Dan Maya yang hanya dengan berantakan mengelap bulir per bulir sisaan di mulutnya, dan tepat dalam tatapan Ridho, dia jilat jari manis yang lengket seakan cairan kelaminnya adalah nektar nikmat yang akan selalu dia hisap.
Seakan tidak terjadi apa apa, Maya bangkit dengan sendok ditangannya. Menikmati kembali hidangan dihadapan walaupun perut sudah kenyang.
—
They're married.
Fakta kalau kedua orang tua mereka bahkan sudah menikah tanpa sepengetahuan Ridho pun Maya semakin memacu api amarah. Dengan enteng setelah acara makan malam tadi, fakta yang selama ini dibungkus rapat-rapat mulai terkuak, Mami Maya mengatakan mulai sekarang mereka harus tinggal disini. Dan fakta brengsek lainnya, dua manusia bejat itu sekarang, detik ini, ditempat ini, sedang bersetubuh dengan gila gilaan. Dalam kamar yang dulu Ridho rampungkan diotaknya sebagai kamar Papa dan Mamanya.
Laki laki tua bangka setan itu membawa orang lain, ke singgasana ibunya.
Bagaimana bisa.
Dengan penuh amarah, Ridho geret Maya menuju ruang tamu rumah mereka. Dibawah tepatnya, tempat dimana segala sisi bisa melihat mereka, pas ditengah tengah.
Mengaduh-aduh Maya yang di lempar terhentak dengan kuat pada sofa disana terengah-engah mengikuti tarikan Ridho. Badannya dibawa, diangkat, lalu semua bajunya terkoyak hancur berantakan. Dengan kasar piyama tidur yang membalut kulitnya dirontokkan sampai kancingnya berceceran.
Detik setelahnya kaki Maya dibawa mengangkang lebar, lebar semakin lebar, Ridho celupkan ruas jarinya masuk lagi ke lubang vagina nya Maya mengaduk aduk g-spotnya sampai Maya mengerang kesakitan. Kali ini dia lebih kasar, tidak beraturan, dihentak penuh langsung sampai tiga jari. Begitu terus keluar masuk sampai Maya mengaduh-aduh, pinggangnya naik mengangkat tinggi. Rasanya sakit, karena belum ada persiapan sebelumnya. Tangan Ridho kering, lubang Maya pun kering.
Tak cukup kiranya hanya di area sana, benda menonjol di dada Maya pun dibawa masuk. Dia hisap, dia kenyot dengan nikmat sampai bibirnya melenguh keenakan. Bibir Ridho, pun bibir Maya. Keduanya terpejam menikmati rasa yang berbeda. Maya dalam dua titik surganya membawa alam bawah sadar terbang entah kemana. Kepalanya mengadah, megap-megap mulutnya terbuka lebar, air liurnya pun keluar dengan sendirinya. Desahan yang dia tahan dengan terpaksa dibawa keluar saat Ridho meremat kasar rambutnya, "Just moan it, i want them hear, i want your mom hear that her daughter is that bitch more sluty than her. Yang minta dirojok, minta dientot sampe mampus sama gue. Besarin suara lo lonte!"
------------------------------------------------------------------------------------------------
Akses cerita lengkapnya (11 halaman) di: karyakarsa.com/cariapadah
KAMU SEDANG MEMBACA
ONE SHOOT ADULT STORY 21++
Short StoryCerita Maya dan kehidupan dewasanya. Alur maju mundur, setiap cerita tidak saling berkaitan.M