09 • Tell The Truth

0 0 0
                                    

Orion dan Elara berjalan berdampingan menuruni tangga, menuju ruang makan yang sudah dipenuhi aroma kopi dan roti panggang. Meja makan yang berbentuk kotak dengan taplak meja linen putih itu tampak sempurna, ditambah peralatan makan perak yang mengilap. Di tengah meja, terdapat berbagai pilihan makanan yang tampak menggugah selera—pancake yang lembut, bacon renyah, telur orak-arik, serta buah-buahan segar yang tersusun rapi dalam mangkuk kristal. Di ujung meja, Lydia dan Fred sudah duduk dan menyantap sarapan mereka, menunggu kehadiran Orion dan Elara.

“Selamat pagi,” sapa Lydia. “Duduklah, kalian pasti lapar setelah pesta semalam.”

“Selamat pagi,” jawab Elara pelan, ada kegugupan dalam suaranya.

Orion menarik kursi untuk Elara, dan keduanya duduk bersama Lydia dan Fred. Saat mereka mulai mengambil makanan, Lydia menatap Elara seakan penuh rasa penasaran.

“Elara, sayang,” kata Lydia sambil menuangkan secangkir kopi untuk dirinya sendiri, “kami ingin tahu lebih banyak tentang dirimu. Bisa kau ceritakan itu pada kami?”

Elara tersenyum tipis, meski jelas ada rasa bingung yang tersirat. “Sebenarnya, saya dibesarkan di panti asuhan,” jawabnya pelan melirik ke arah Fred dan Lydia. “Saya tidak pernah benar-benar mengenal orang tua kandung saya. Tapi, saya beruntung bertemu banyak orang baik di sana, yang membantu membentuk saya menjadi seperti sekarang ini.”

“Itu pasti pengalaman yang sulit, tapi sepertinya kau berhasil menjalani hidup dengan baik," ujar Lydia

“Terima kasih, Mrs. Hawke," timpal Elara, merdu halus nada suaranya.

Elara mulai menyantap sepiring penuh bacon dan telur orak-arik yang baru saja diberikan Orion padanya.

Fred, yang hingga saat itu lebih banyak mendengarkan, ikut berbicara. “Dan sekarang, apa kesibukanmu, Elara? Apa kau bekerja di bidang yang kau sukai?”

Elara menatap Orion dengan senyum geli yang tertahan lalu mulai menatap Fred dan menjawab dengan sopan, “Saya bekerja di tempat yang sama dengan Orion, Mr. Hawke, perusahaan anda sangat baik melindungi pekerjanya meski sejujurnya saya tidak menyukai bidang saya karena atasan saya terlalu menuntut dan banyak mau." Elara terkekeh.

"Hai jadi seperti itu?" Orion tampak cemberut mendengar pembicaraan Elara.

Lydia menggelengkan kepalanya. "Nah Orion, ubah sikap kerjamu segera jika tidak ingin kehilangan Elara," Lydia ikut tertawa bersama Elara.

Fred mengangguk. “Benar. Sekarang kita punya testimoni langsung dari pekerja.”

Ruang makan yang semula  canggung menjadi hangat penuh tawa dengan sikap lucu Orion. Elara mulai bisa membaur dengan Lydia dan Fred karena kedua orang itu tidak semenakutkan apa yang ia bayangkan.

***

Orion menggandeng tangan Elara untuk mengajaknya berkeliling rumah keluarganya setelah sarapan. Mereka berjalan menyusuri koridor panjang yang dipenuhi dengan lukisan-lukisan klasik yang menghiasi dinding, hingga akhirnya tiba di ruang tamu.

Tempat itu sangat luas dan elegan, dengan dinding berlapis panel kayu ceri yang memberikan nuansa hangat dan mewah. Di tengah ruangan, terdapat sofa kulit berwarna krem yang tampak sangat nyaman, dikelilingi oleh kursi berlengan yang diposisikan untuk percakapan hangat. Karpet Persia yang menghiasi lantai, menambah kemewahan pada ruangan. Sebuah perapian marmer besar berdiri megah di salah satu dinding, dengan api yang menjilat-jilat, sebuah lukisan besar yang menggambarkan pemandangan pedesaan Italia menghiasi ruangan, melengkapi dekorasi klasik yang dipilih dengan cermat.

Elara mengagumi setiap detail ruangan dengan tatapan penuh kagum, "Rumah ini luar biasa indah, Orion. Aku merasa seperti berada di sebuah museum seni yang mewah," katanya dengan suara kagum.

Secret GirlfriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang