4. Kenyataan Sebenarnya.

19 10 1
                                    

"Percaya pada manusia adalah celaka, sedekat apapun hubungannya, orang lain akan tetap jadi orang lain."

Setelah kepergian Alsaki, tiba-tiba keluarlah celetukan dari Mahendra, "Gue mau main jujur-jujuran aja," Dengan tampang seriusnya.

"Sebenernya gue kadang sebel sama Alsaki, nyebelin banget dia. Sombongnya itu, yang kadang bikin makan ati," Lanjutnya yang didengar seksama oleh Albi dan Anggara, dalam hati mereka berdua sebenarnya mereka menyetujui ucapan Mahendra.

"Jujur deh kalian sama gue, kalian juga kesel-kan?" Tuding Mahendra.

"Ya kesel sih, cuma di tetap temen kita. Udahlah mungkin emang bawaan aja." Balas Anggara.

"Iya, setuju lagian gak enak juga ngomongin di belakang."

"Pola asuh juga-kan sangat berpengaruh terhadap sifat dia di luar rumah, dia dirumah jarang dapet perhatian sama pujian dari nyokapnya. Makanya, pas diluar dia selalu haus pujian dan harus dapat validasi." Jelas Anggara.

"Udahlah, gausah diperpanjang!" Titah Albi kepada keduanya, jujur dia merasa tidak nyaman ketika harus membicarakan keburukan teman di belakang. Karena menurut dia, lebih baik kita saling terbuka saja daripada baik tapi busuk.

***

Sementara itu Alsaki yang baru masuk rumah, sudah melihat pemandangan mamanya sedang berdiri menunggu kepulangannya dengan pandangan sinis yang diberikannya, tak lupa tangan yang menyedekapkan di atas dada.

"Bagus, mentang-mentang tidak ada mama kamu keluyuran malam-malam gini," Ujar mamanya dengan kilatan marah yang terlihat jelas di matanya.

"Malam-malam bukannya belajar. Olimpiade di depan mata, dan kamu berleha-leha." Lanjut mamanya yang setiap perkataan terasa seperti ditekan.

Namun, kini Alsaki mungkin sudah jengah. Mungkin maksud Alsaki ia pun tak melupakan kewajiban sebagai peserta olimpiade, bahkan ia sudah belajar di sekolah. Tetapi kenapa mamanya terus-terusan menyuruhnya belajar. Belajar tanpa henti juga itu membosankan, itulah yang ada di pikiran Alsaki.

"MAH! AKU JUGA BUTUH REFRESH DARI SOAL-SOAL YANG MEMUAKAN ITU!" Kata-kata tanpa sadar keluar dari mulut Alsaki,

"Percuma aku belajar terus-terusan, itu gak bikin aku pinter malah bikin aku stres." Ujar Alsaki frustrasi, namun Alsaki baru menyadari bahwa ia telah salah berucap, terlihat dari ekspresinya yang langsung berubah.

Ekspresi dari liana yaitu mamanya Alsaki pun terlihat kaget melihat anaknya membentaknya.

"BERANI SEKALI KAMU BENTAK MAMA, HAH?"

"Mama gak mau tau, kamu harus belajar, belajar dan belajar. Bikin mama bangga!"

"Oh ya, satu hal yang harus kamu ingat. Kalahkan anak si pelakor itu."

"Mama gak mau dengar kalo dia bisa lebih sukses dari kamu, mama gak sudi!"

"Dan kamu harus memenangkan olimpiade kali ini, karena setelah mama cari tahu, anak si pelakor itu juga ikut olimpiade kali ini. Kamu harus bisa lebih tinggi posisinya dari dia, ingat itu Alsaki!"

Liana langsung membalikkan badan dan sesaat setelah membalikan badan Alsaki mengatakan perkataan yang membuat darah Liana mendidih.

AVIRODHA [segera terbit!]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang