7. Menerima?

9 6 0
                                    


"Benda tajam memang menyakitkan. Namun, siapa yang menyangka bahwa benda tumpul lebih mematikan."

Sepulang mengantar Laasyavi, Alsaki langsung kembali ke waru. Disana, ia sudah di tunggu oleh teman-temannya. "Woy Sak, lo kemana dulu, lama banget," Keluh Arga salah satu temannya.

"Tau nih, gue udah lapar padahal," Albi juga ikut menimpal perkataan Arga.

"Sabar, gue abis ketemu bidadari di jalan!" Ujarnya dengan nada bangganya, bahkan senyuman terukir di wajahnya.

"Gak sia-sia gue kalah. kalo gini gapapa gue kalah, kalo ujungnya gue ketemu bidadari," Ujar Alsaki yang masih terpatri senyum diwajahnya.

" Naon-lah bidadari-bidadari. Bidadari dari jobong mereun," Zean ikut menimpal percakapan yang sedang berlangsung, sambil membawa paksa plastik dari tangan Alsaki. Alsaki pun hanya meliriknya.

"Ya udah kalo gak percaya, gak rugi juga gue," Ujar Alsaki sambil mengangkat kedua bahunya acuh.

Namun, Anggara tiba-tiba bertanya, "Crush lo itu? Lo ketemu dia dimana?"

"Tadi di jalan, gue anterin aja, sekalian modus," Jawab Alsaki diiringi senyuman pada Anggara.

"Alah siah, beneran horeng. Cik kenalin atuh lah, Pastina geulis yeu mah"  Ujar Zean antusias sambil mengunyah cemilannya.

"Geulis, gan mbung!" Jawab Alsaki dengan ngegas.

"Ke ku maneh di embat, teu hayang teuing!" Lanjut Alsaki, sebenarnya ia memang bisa bahasa sunda sedikit-sedikit walaupun sunda kasar, akibat sering bergaul dengan Zean yang selalu menggunakan bahasa sundanya.

***
Perasaan bahagia masih terasa oleh Laasyavi setelah tadi ia diantar oleh Alsaki,  padahal ini sudah ada lebih dari setengah jam. Namun, sedari tadi ia masih senyum-senyum sendiri di dalam kamarnya.

"Kalo bisa teriak, gue teriak juga ini!"  Ujarnya sambil mengigit selimutnya dengan gemas, ia cukup sadar diri bahwa kamarnya bukan kamar kedap suara. Bisa-bisa ia di amuk oleh tetangganya karena membuat keributan malam-malam begini.

Ia pun langsung mencari handphonenya dan menelepon sahabatnya, Sena. Ia rasa sudah cukup juga ia selama ini memendam rasa sendiri tanpa ada satu orang pun yang tahu. Sekarang ia akan mencintai Alsaki secara ugal-ugalan didepan sahabatnya.

Tak perlu waktu lama, akhirnya Sena langsung mengangkat telepon dari Laasyavi.

"SEN! GUE LAGI SENENG BANGET!" Kata Laasyavi sambil  antusias.

"HAH? APA, APA? GUE MAU TAU?" Jawaban dari Sena pun sama antusiasnya, membuat Laasyavi lebih semangat untuk menceritakannya.

"Tadi-kan gue disuruh beli bahan-bahan masakan sama ibu gue. Nah, terus pas gue pulang gue ketemu seseorang, lo tebak deh siapa?"

Di sebrang sana Sena pun sedang berpikir siapa kira-kira,  "Naren ya? Terus lo pulang bareng sama dia?" Tanya Sena yang sebenarnya ia juga masih ragu untuk itu.

Laasyavi pun berdecak, "Ya bener sih pulang bareng, tapi bukan Naren!" Laasyavi pun terlihat kesal, entahlah kenapa akhir-akhir ini Naren, teman satu angkatan mulai mendekati dia. Jujur saja dia sebenernya agak risih, namun ia mencoba untuk berteman saja dengannya. Bahkan, kadang kebaikan yang diberikan Naren keoada Laasyavi mulai terang-terangan didepan Sena, yang akhirnya membuat Sena mengetahui hal tersebut.

"Oh si Alaskaki, Alski apa sih, gue lupa namanya?" Tanya Sena pada Laasyavi mencoba memastikan nama yang benarnya.

"ALSAKI YA, JANGAN UBAH NAMA ORANG SEMBARANG!" Geram Laasyavi.

"Ah ciee, kalo doi mah, salah dikit namanya langsung marah ya,"  Goda Sena pada Laasyavi.

Laasyavi pun memutar bola matanya jengah, walaupun sebenarnya ia yakin Sena tidak akan mengetahui seberapa kesal dia padanya. Karena Sena tak melihatnya.

"Eh, tapi bukannya lo gak mau berhubungan sama dia ya, gue cuma ingetin aja biar bahagia lo gak berlebihan," Peringatan dari Sena akhirnya menyadarkan Laasyavi dan memudarkan senyum yang sedari tadi terpatri diwajahnya. Ia baru mengingat, bahwa niat awal dia adalah menjauhi Alsaki. Namun sekarang, sepertinya sudah terlambat, rasa cintanya juga sudah semakin besar akibat sering bertemu setiap hari pada saat bimbingan.

"Biar rasa cinta lo juga gak makin besar,"  Telat Sen, Batinnya menjawab perkataan Sena.

"Saran gue si Naren aja anjir, lumayan ganteng juga tuh anak. Bisa-lah diadu sama Alsaki visualnya," Suruh Sena pada Laasyavi.

"Emangnya hati bisa disuruh milih buat jatuhin pilihannya kemana dan siapa sen? Susah, hati gue milihnya Alsaki. Gue harus apa?" Ujar Laasyavi diiringi helaan nafas.

"Aduh sorry deh, gak bermaksud. Niat gue cuma bantuin lo aja biar gak terlalu cinta sama Alsaki, Bukannya itu yang lo mau kan?" Tanya Sena pada Laasyavi dengan perasaan bersalahnya.

"Gapapa, justru gue berterimakasih lo udah ingetin gue." Laasyavi tidak marah sama sekali, justru memang ia ingin disadarkan seperti ini agar hatinya tak jatuh terlalu jauh. Walaupun seperti memang sudah sejauh itu.

"Kayaknya, dengan gue jutek ke dia itu malah bikin dia makin penasaran ke gue ya?" Tanya Laasyavi.

"Gue juga pernah denger, katanya laki-laki malah merasa tertantang kalo kitanya susah di deketin," Jelas Sena mengenai pertanyaan yang ditanyakan Laasyavi.

"Jadi, kayaknya gue harus biasa aja gitu?"

"Iya, layaknya lo ke laki-laki lain. Jangan tunjukin bahwa lo benci sama dia atau nunjukin kalo lo suka sama dia, biasa aja." Jelas Sena pada Laasyavi.

Namun, tiba-tiba terlintas suatu pertanyaan di otak Sena, "Kenapa lo harus terus menjauh dari dia Kar, kenapa gak lo coba aja buat bangun hubungan dengan dia?" Tanya Sena dengan penasaran.

"Bukannya kalo emang Alsaki ditakdirin buat lo, sejauh apapun lo ngehindar lo pasti akan tetap bersatu sama dia ya?" Ia juga heran mengapa Laasyavi malah menakutkan hal yang memang belum terjadi. Mungkin saja, setelah mereka membangun hubungan, hal tersebut yang ditakutkan Laasyavi tidaklah terjadi. Menurut Sena, Laasyavi terlalu cepat mengambil kesimpulan semu.

***

Sore ini, bimbingan kembali dilakukan menjelang olimpiade yang semakin dekat pelaksanaannya. Seperti biasa, karena Alsaki dan Laasyavi adalah satu tim dalam olimpiade kali ini. Untuk itu, mereka selalu dalam ruang bimbingan yang sama.

Terlihat Alsaki mulai memasuki ruangan yang sudah terlebih dahulu datang Laasyavi. Alsaki pun duduk di bangku dekat Laasyavi dan menyapanya.

"Sore Laa," Namun tak dapat di sangka oleh Alsaki, Laasyavi menjawab sapaan dari Alsaki.

"Sore juga Al," Yang diiringi senyuman, yang membuat Alsaki makin tercengang.

"Ini, gue mimpi atau beneran sih?" Ujarnya sambil mencubit pipinya sendiri, yang malah membuat Laasyavi mengerut keningnya heran.

"Bersambung"

AVIRODHA [segera terbit!]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang