21. Akhir bahagia

4 2 0
                                    

Setelah seminggu berpisahnya hubungan Alsaki dan Laasyavi. Alsaki mendengar kabar, bahwa Laasyavi dan Anggara sudah resmi berpacaran. Bukan lagi hancur hati Alsaki, tetapi sudah sangat remuk. Namun, sekali lagi apa yang bisa ia lakukan, tidak ada. Ia hanya bisa melihatnya tanpa melakukan gerak apapun.

Untungnya, selama seminggu ini, ia sudah berhasil mengembalikan jabatan menjadi ketua basket, dan Pak Seno di gantikan dari jabatannya sebagai pembina basket.

Di lorong, ia dipertemukan dengan Laasyavi dan Anggara yang sedang tertawa sambil melewatinya tanpa ada merasa bersalah. Ya memang apa yang harus di salahkan, seharusnya memang yang salah itu adalah hubungannya dengan Laasyavi.

Tetapi entah mengapa, hati Alsaki malah sesak melihat Laasyavi bahagia tetapi bukan dengan dirinya, tetapi ia menggeleng dan menepis. Ia berusaha tersenyum walaupun tidak dengan hatinya.

Sedangkan Laasyavi, yang terlihat seolah bahagia bersama Anggara malah sebaliknya. Ia meringis sejak tadi, karena ia dipaksa tersenyum dan tertawa di hadapan Alsaki, jika sedikit saja ia tidak tersenyum, maka tangan Anggara yang memegang tangan Laasyavi itu semakin keras menekannya.

"Makanya lo nurut, tinggal pura-pura senyum sana ketawa aja apa susahnya sih?" Ujar Anggara dengan kilatan marah.

Ia membanting badan Laasyavi, dan akhirnya Laasyavi terduduk di lantai rooftop.

"Susah emang? Hah?"

"Susah, lo gak bakal ngerti! Karena lo gak punya hati nurani!" ujar Laasyavi berusaha melawan Anggara.

Namun, Anggara malah memegang dagu Laasyavi. "Lo nurut, atau gue hancurin Alsaki? Hah?" Tanya Anggara.

"Gue bisa aja dengan mudah hancurin Alsaki," Lanjut Anggara.

"JANGAN! Oke, gue bakal turutin kemauan lo," Jawab Laasyavi.

"Bagus, gitu dong. Harusnya dari tadi, biar gak perlu pake urat."

"Tapi, gimana ya reaksi orang-orang. Kalau ketua basket, yang mereka agung-agungkan itu, ternyata gak normal,"

"Oke, gue gak bakal ngelawan lo lagi. Dan bakal jauhin Alsaki, asal inget jangan pernah gangguan Alsaki."

"Uh, ternyata lo ya yang gak normal," Ucap Alsaki diiringi kekehan.

"Gue normal, gue disini sebagai seorang adik yang sedang ngelindungin kakaknya!" Elah Laasyavi yang malah mengundang gelak tawa dari Anggara.

"Ah masa?"

"Tapi kakak lo itu ngeselin banget tau, Kar!"

"Dia kembali nurunin gue dari jabatan gue, berani banget ya dia. Enaknya gue lakuin apa ya ke dia ?" Tanya Anggara.

Laasyavi pun menutup matanya dan menghela nafas, " Lo, boleh lakuin apapun aja ke gue, asal jangan gangguin Alsaki!"

"Abang gitu,"

"Terserah lo!"

***
Sudah sebulan, setelah pertemuannya dengan Laasyavi, tetapi setelah itu ia tak lagi bertemu. Dan anehnya, Laasyavi bahkan seperti hilang begitu saja setelah perpisahan itu. Yang biasanya ia selalu bertemu Laasyavi di manapun dengan ketidaksengajaan tapi seperti sekarang semesta pun merestui perpisahan mereka.

Hingga tahun-tahun pun berlalu, hari kelulusan tiba tetapi tetap saja ia tak pernah bertemu lagi, dengan gadis itu.

Hingga hari ini ia bertemu dengan gadis cantik yang memiliki mata bulat dan senyum yang terukir manis di wajahnya itu. Gadis yang memiliki nama lengkap Laasyavi Nirankara.

Kata rindu pun seperti tak pantas terlontar dari mulutnya, saat melihat sekarang status ia dan Laasyavi.

Namun, seperti semesta memang ia melihat ia kembali terluka. Ia melihat Anggara, Laasyavi dan seorang anak kecil cantik. Dengan matanya yang sama indah ya seperti ibunya.

"Halo, Laa, Gar!" Sapa Alsaki kepada keduanya. Ia mencoba mengesampingkan ego dan rasa sakitnya. Bagaimanapun berarti keduanya adalah adik dan adik iparnya. Ya walaupun fakta itu memang menyakitkan.

"Hai, Al eh Abang Al" Sapa Laasyavi yang sama canggungnya dengan Alsaki.

"Gausah Abang, Al aja," Alsaki tahu Laasyavi juga cangung, dan kata Abang seperti menjelaskan bahwa mereka sekarang hanya sebatas adik kakak dan ia benci fakta itu.

"Al, gue minta maaf ya sama lo untuk kejadian masa lalu!" Pinta Anggara.

"Santai, waktu itu kita masih remaja labil. " Ucap Alsaki.

"Kita, masih sahabatan-kan?" Tanya Anggara.

"Pasti! "

Akhirnya Anggara dan Alsaki pun berpelukan, yang akhirnya senyum manis terpancar dari wajah Laasyavi.

"Ini anak kalian ya?" Tanya Alsaki, dengan matanya mengarah ke anak kecil itu.

"Iya Al, Salam dulu ini om Alsaki. Kakaknya mama,"

"Halo om, Aku Cayna. Salam kenal om,"

"Iya, Cayna kamu lucu banget sih," aujar Alsaki sambil menguyel-uyel pipi Cayna

"Telimakasih Om,"

"Duluan ya," Pamit Alsaki, ia sebetulnya tidak kuat jika berlama-lama dengan sumber sakitnya.

***
Malam ini Alsaki, duduk termenung di balkon rumahnya. Lagi-lagi ia gagal perihal mencintai. Apakah mungkin benar yang dikatakan oleh Laasyavi. Bahwa mungkin mereka terlahir kembali karena mereka tak pernah benar-benar mengikhlaskan satu sama lain. Karena seperti mereka bertemu bukan untuk bersatu tapi untuk belajar apa arti cinta sesungguhnya dan menerima titik tertinggi dari mencintai, yaitu mengikhlaskan.

Tetapi di kehidupan pertama Alsaki malah tak mengikhlaskannya dan berdoa untuk dapat bertemu kembali di kehidupan kedua. Dan itulah mengapa mereka selalu bereinkarnasi.

***
Hari-hari telah berlalu, dan sudah dua tahun setelah pertemuan terakhir dengan Laasyavi, dan sekarang ia sudah benar-benar mengikhlaskan Laasyavi dengan sepenuh jiwanya.

"Sayang, ayo katanya mau ketemu ibu kamu," Ujar seorang perempuan pada seorang laki-laki yang sedang termenung.

"Ngelamun ya?" Ujar perempuan itu sambil menggelitik laki-laki itu, yang digelitiki pun tertawa, dan membalas gelitiknya.

"ALSAKI IH, GELI!" protes perempuan itu sambil tertawa.

"Apa Alana sekali lagi, gak kedengaran?" Ujar Alsaki yang tidak terima hanya disebut nama.

"Ih, tau ah!"

"Tamat"

Yey kelar, terimakasih love you. Sampai ketemu di karya selanjutnya.


AVIRODHA [segera terbit!]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang