9

608 61 4
                                    

Pagi harinya.....

Jeon dibangunkan oleh ketukan pintu, maka pemuda manis itu segera bangun dan membuka pintunya. Dan di depan sana sudah ada Kim yang berdiri, di tangannya ada sebuah nampan yang berisi roti dan susu.

"Aku dan teman-teman akan ada urusan sebentar di luar. Kau makanlah dan jangan kemana-mana" jelas Kim, seketika membuat Jeon membulatkan matanya.

"Lalu? Aku sendirian di rumah ini?" jawab Jeon, dan Kim bisa melihat pemuda manis itu sedang panik.

"Tentu saja bersama dengan Mr. Benjamin dan Viraj" jawab Kim dengan suara seraknya. Sementara Jeon menggeleng brutal.

"Tidak! Aku tidak mau! Aku mau ikut kalian saja! Jangan tinggalkan aku di rumah ini!" jawab Jeon dengan suara bergetar, keningnya mengkerut.

"Kami tidak bisa membawamu, lebih baik kau makan saja" Kim menyodorkan nampan makanannya.

"Tidak! Aku tidak mau!" Jeon menggeleng.

"Kau harus-"

Trang!

Perkataan Kim terpotong ketika Jeon menepis nampan makanannya, sehingga makanan dan minumannya berhamburan di lantai.

"Kubilang aku tidak mau!" Teriak Jeon di depan wajah Kim. Hal itu membuat Kim seketika mengeraskan rahangnya.

"Masuk!" Ujar Kim dengan tekanan di kalimatnya.

"Sudah kubilang aku tidak mau!"

Duak!

Jeon memukul wajah Kim ketika Kim mendorong pemuda manis itu untuk masuk.

"Sial!" Kim berjengit ketika hidungnya mengeluarkan darah akibat pukulan itu.

"Apapun yang terjadi, kau harus membawaku! Aku tidak mau bersama dengan pemilik rumah ini!" Mata biru Jeon berkaca-kaca, dia merasa sangat ketakutan. Sementara Kim menggeleng.

"Kau akan aman disini! Di luar lah yang berbahaya! Apa kau tidak mengerti! Kami sedang melindungimu!" Kim mendorong Jeon. Namun pemuda itu menggeleng keras, dan tangisnya langsung pecah saat itu juga. Kim tertegun beberapa saat, namun detik berikutnya langsung mendorong Jeon kembali agar masuk ke kamarnya.

"Akh!" Pemuda manis itu memekik ketika pantatnya mencium lantai.

"Tidak! Aku tidak mau!" Jeon menangkap tangan Kim, menarik lengan bajunya.

Isak tangisnya semakin kencang.

"Jangan tinggalkan aku disini, kumohon" pinta Jeon dengan air mata ketakutan yang mengalir di pipinya.

Sementara Kim bingung

'ada apa dengan Jeon, kenapa dia malah ingin mengikutiku? Padahal Jeon terkesan membenciku. Dan bukankah....tinggal di rumah lebih menyenangkan daripada ikut berperang di luar sana?' batin Kim. Maka, pemuda bermata gelap itu langsung menghempaskan Jeon, hingga pemuda manis itu tersungkur di lantai.

Blam!

Pintu lantas dikunci oleh Kim.

"Buka pintunya! Buka! Aku tidak mau disini!" Teriak Jeon sambil menggedor-gedor pintunya, Kim sempat terdiam sejenak sambil menggigit bibir bawahnya. Namun, pemuda bermata gelap itu akhirnya meninggalkan Jeon yang meraung-raung agar jangan meninggalkannya.

.............................

Jeon menatap langit sore yang tersaji di jendelanya. Pemuda manis itu masih dirundung kekhawatiran tentang bagaimana nasibnya selanjutnya.

Tadi pagi, pasca ditinggalkan oleh Kim. Viraj sudah dua kali masuk ke kamarnya untuk membawakan roti dan susu. Namun, makanan dan minuman itu tidak ada yang Jeon sentuh. Bagaimana jika di dalam makanan itu ada racunnya?

Rasa was-was menjalar di tengkuknya, apakah kakek Benjamin dan lelaki India itu akan membunuhnya hari ini?

Jeon berjalan menuju pintu, kemudian menguncinya. Dia tidak akan mau membukakan pintu untuk dua orang itu.

Malam telah tiba, Jeon meringkuk di atas kasurnya.

Byut!

Namun, tiba-tiba listrik padam.

Sialan.

Dia seharusnya tidak takut. Tapi, sejak kecil dia memang takut tidur tanpa  pencahayaan. Bukan takut, tapi phobia.

Sekarang, pemuda manis yang malang itu bernafas dengan tersengal-sengal seperti seekor ikan yang terdampar  di darat. Keringat dingin mengalir di pelipisnya, serta di telapak tangannya.

"Ibu....I-ibu...." Jeon merintih dalam lubang kegelapannya. Hampir seumur hidupnya dia tidak pernah tidur dengan lampu yang mati. Dia ingin berteriak, namun ada dua pembunuh yang ada di luar pintunya.

Isak tangisnya pecah, dia benar-benar ketakutan. Dia bisa saja menghadapi pembunuh, monster gunung, babi hutan atau sapi yang lepas. Tapi, Jeon tidak bisa menghadapi kegelapan seorang diri.

Tok!

Tok!

Tok!

Pintu diketuk dengan brutal.

"Jeon! Jeon! Buka pintunya!" suara serak Kim, Jeon membuka matanya, namun tentu saja gelap yang dilihatnya membuatnya semakin ketakutan.

"Jeon!" ketukan pintu semakin ganas, namun pemuda manis itu tidak bisa untuk melawan rasa takutnya, tubuhnya terasa kaku, nafasnya tersengal.

"Jeon! Buka pintunya sialan!"

Brak!

Dan pintu ditendang sekali oleh Kim. Di belakang Kim ada Roderick yang memasang wajah bingung.

"Jeon!" Kim berlari ke arah ranjang, kemudian menemukan Jeon yang mengigil. Pemuda bermata gelap itu refleks memeluk tubuh Jeon.

Plak!

Plak!

Jeon memukul-mukul bahu Kim dengan sisa-sisa tenaganya sambil terisak nelangsa.

"K-kau jahat! Jahat!" Jeon bergetar dalam tangisnya.

Sementara, Kim terdiam sambil tetap memeluk erat pemuda manis yang sedang meracau. Tapi Kim tidak paham kenapa Jeon seperti habis melihat hantu.

"Kau kenapa Jeon?" Roderick bertanya, namun Jeon menangis—menenggelamkan wajahnya pada dada Kim. Membuat Roderick kebingungan.

"Ro, bisakah kau keluar sebentar dan tutup pintunya?" bisik Kim dengan nada rendahnya. Membuat Roderick tersentak, wajahnya penuh keterkejutan ketika mata gelap Kim menatap Roderick tajam dan dalam.

Tanpa mengatakan apapun, Roderick melengos pergi dari hadapan Kim dan menutup pintunya.

Kim mendesah lega ketika pintu tertutup, gelap menyelimuti mereka dan Kim sadar Jeon sedang membalas pelukannya erat-erat dengan tubuh yang masih bergetar.

Pemuda bermata gelap itu kemudian mengeluarkan korek api gas nya dari kantong celananya.

Kim menghidupkan korek api gasnya itu, untuk menerangi sekitar. Jeon menyadari ada setitik cahaya kecil, maka pemuda manis itu perlahan melepaskan pelukannya. Kim memperhatikan wajah Jeon yang basah akan air mata. Samar-samar, Kim melihat pipi dan ujung hidung sang pemuda manis memerah.

"Listriknya tiba-tiba mati ketika aku dan teman-teman sampai  rumah ini, Viraj sedang memperbaikinya" jelas Kim tanpa diminta.

"Kau takut gelap? Dasar lemah" Bisik Kim, kemudian melepaskan pelukannya. Pemuda bermata gelap itu lantas berdiri dan melempar korek api gas itu ke pangkuan Jeon dan langsung diambil oleh pemuda manis itu, dan Jeon langsung menghidupkannya sendiri. Sementara, Kim memasang wajah datarnya, melengos pergi dan meninggalkan Jeon seorang diri.

Sementara, pemuda manis itu menatap lembut ke cahaya api dari korek api gas di genggamannya. Sesekali Jeon menghapus jejak air mata di pipinya sendiri.





To be continued....

CRIME WITH VICLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang