Jeon's POV
Setelah berkendara dengan keheningan, aku dan komplotan bajingan itu akhirnya sampai di rumah kakek Benjamin. Setelah keluar dari mobil, kami langsung disambut oleh kakek tua beserta dengan pelayan India itu. Aku hanya terdiam, tidak membalas apapun. Entah aku berksikap baik atau buruk, toh ujung-ujungnya aku akan dibunuh kan?
Aku memilih untuk langsung masuk ke dalam kamar yang memang disediakan untukku.
Blam!
Aku mengunci pintu, kemudian merebahkan diriku di atas kasur. Aku mengutuk diriku sendiri. Kenapa pula aku tidak langsung melarikan diri tadi ketika aku ditinggal sendirian di dalam mobil itu? Jika aku tau lebih awal jika aku akan dibunuh walaupun mereka sudah mendapat tebusan, pasti aku sudah melarikan diri tadi. Oh, tapi bagaimana dengan keluargaku? Apakah mereka akan tetap membunuh keluargaku juga? Sepertinya ya. Lalu apa gunanya aku tetap bertahan disini jika aku juga dibunuh? Setidaknya, jika aku hidup, aku bisa melakukan sesuatu agar keluargaku tidak dibunuh juga. Setidaknya....aku akan melakukan yang terbaik.
Aku tertawa pelan—menertawai diriku sendiri. Bagaimana tidak? Aku sempat berpikir, bahwa tetap bersama dengan komplotan Kim akan membuatku tetap hidup dan selamat, tapi ternyata tidak. Ternyata, kakek Benjamin dan komlotan Kim sama saja. Mereka sama-sama akan membunuhku. Mungkin hanya menunggu waktu.
Tok!
Tok!
Pintuku diketuk oleh seseorang, aku langsung bangkit dari tempat tidur dan berjalan kesana. Ketika pintu kubuka, Viraj berdiri menjulang di hadapanku sambil tersenyum lembut. Bagaimana bisa tangan kanan seorang pembunuh bisa memiliki senyum seperti itu?
"Maaf menganggu anda, tapi makanan sudah siap. Ayo ke meja makan" ujar Viraj pelan.
Karena memang sedang kelaparan, aku kemudian menuruti permintaan Viraj. Aku berjalan mengekori pria tinggi ini. Namun, aku berhenti ketika melihat sebuah ruangan yang pintunya terbuka sedikit. Aku tau mengintip itu salah, tapi ada sesuatu yang sangat menarik perhatianku. Aku melirik ke depan terlebih dahulu, Viraj sudah berjalan cepat ke depan tanpa menoleh. Maka, aku memilih untuk berdiri di depan pintu itu—mengintip melalui celah yang terbuka sedikit.
"Kenapa kau perhatian sekali sih dengan tawanan bajingan itu! Kau seharusnya tidak melindunginya! Apalagi tadi kau membentakku! Kau membuatku sakit hati!" Suara Fiolet, membuat punggungku terasa disiram air dingin. Apalagi, yang diajak Fiolet berbicara adalah Kim. Walaupun Kim sedang duduk membelakangi pintu, aku bisa mengenali Kim dari punggung lebarnya.
"Kau seharusnya tidak membentakku!" Fiolet berdiri dari duduknya, kemudian berdiri di depan Kim, lantas menangkub wajah Kim. Adegan selanjutnya membuatku menahan nafas.
Fiolet mencium Kim.
Mataku terbelalak lebar, rasanya panas.
Entah kenapa rasa perih meluap-luap dalam dadaku, aku langsung menutup mulutku dengan kedua tanganku. Aku kemudian berlari meninggalkan pintu itu dan menuju ke kamarku.
Blam!
Aku menutup pintu dan menguncinya.
Ternyata Fiolet dan Kim memiliki hubungan ya? Lalu kenapa Kim selalu berbuat baik padaku akhir-akhir ini? Bukankah itu hanya akan membuat Fiolet cemburu?
Oh, apa Kim hanya berniat untuk mempermainkanku saja?
Seharusnya jahat ya jahat saja, tidak usah berlagak sok baik. Sialan.
Jeon's POV end.
Sementara disisi lain.....
Kim mendengar ada suara debaman pintu beberapa menit yang lalu, dia merasa janggal, apalagi tadi dia mendengar ada suara langkah berlari di lorong. Dan sesaat sebelum suara langkah berlari itu, Kim sempat menoleh ke arah pintu dan melihat sekelebat bayangan dan Kim yakin ada seseorang yang mengintipnya tadi. Apa itu Jeon? tapi Kim tidak berani menyimpulkan sendiri karena dia hanya melihat sekelebat bayangan. Kim lantas pergi dari ruangan itu setelah Fiolet pergi beberapa menit yang lalu.

KAMU SEDANG MEMBACA
CRIME WITH VICLE
RomanceAwalnya, Jeon adalah seorang sipir penjara. Namun, seorang tahanan bermata gelap membuat Jeon melakukan sesuatu yang sangat berbeda dari kehidupan normalnya......