7

659 57 1
                                    

"Fio, dia adalah tawanan kita. Jika kita membunuhnya sekarang, kita tidak akan mendapat uang tebusan double. Bersabarlah sedikit" ujar Roderick tenang.

"Terserahlah" Fiolet mejawab dengan nada ketus kemudian melengos pergi dari hadapan Kim dan Jeon.

"Jangan membuat keributan. Kau sudah tau konsekuensinya kan?" Bisik Kim sambil melirik Jeon yang berdiri di belakang punggung lebarnya. Sementara, pemuda manis itu hanya menghela nafas dan terdiam.

"Oi kawan-kawan!" Seorang wanita bule tulen dengan mantel bulu merahnya berlari ke arah mereka, wanita itu keluar dari garasi yang sangat besar itu, di belakangnya ada beberapa bodyguard yang ikut berlari  di belakang sang wanita.

"Rory!" Roderick  melambaikan tangannya.

"Halo Haloo! Bagaimana kabar kalian semua!" Rory langsung menyalami satu persatu anggota khkiller. Namun, wanita kaya itu berhenti ketika berdiri di depan Kim dan Jeon.

"Kim! Aku dengar dari Roderick, kau berhasil melarikan diri? Syukurlah! Maafkan aku di masa lalu karena tidak bisa menolongmu agar tidak masuk penjara. Berita tentangmu sangat viral hingga kenalan-kenalan polisiku sangat sulit untuk menggagalkan para petinggi mereka agar tidak memenjarakanmu" Rory memeluk Kim.

"Terimakasi Rory, kau tidak perlu minta maaf" jawab Kim singkat,  kemudian pelukan mereka terurai.

Mata abu-abu Rory langsung berpedar ke arah Jeon.

"Siapa ini? Kenapa manis sekali?" tanya Rory sambil memperhatikan Jeon dengan seksama, sementara Jeon hanya membuang wajahnya ke samping.

"Nanti akan kujelas kan Rory, untuk sekarang bisakah kau menolong kami untuk segera pergi? Kurasa, sudah tidak ada alasan lagi kami tinggal disini.  Apalagi, anggota kami sudah lengkap dengan Kim yang sudah kembali" Jelas Roderick, membuat Rory gelagap.

"Ah! Maafkan aku! Seharusnya ini bukan acara bersenang-senang! Aku akan cepat!" Rory lantas nampak sibuk berbicara dengan bodyguardnya.

Beberapa saat kemudian,

Sebuah private jett mengkilap dikeluarkan dari  garasi.

Jeon melongo melihat benda itu, karena ini memang pertamakalinya. Namun, acara mengagumi private jett itu harus terhenti ketika tangan pucatnya ditarik tanpa ijin oleh tangan kasar Kim.

"Hei! Lepaskan! Aku bisa  jalan sendiri!" Jeon mengibas-ngibaskan tangannya, namun Kim tidak terpengaruh sedikitpun dan tetap menuntun pemuda manis itu untuk memasuki kendaraan terbang. Sementara, Fiolet dan Haruki saling melempar pandangan sebal.

"Aku tidak suka tawanan itu disini" Fiolet merotasi matanya ke atas.

"Aku pun, semoga keluarganya dan para polisi bisa segera mengirimkan uang tebusannya. Bukankah kemarin Roderick sudah mengirim suratnya kepada polisi?" balas Haruki sambil menggeleng pelan.

"Iya, kuharap begitu. Namun sampai sekarang belum ada  tanggapan apapun dari keluarganya atau polisi" Fiolet mengedikan bahunya.

"Kita kan sekarang akan kabur ke Amerika, setelah kita mendapatkan uang tebusannya, apakah kita akan mengirim Jeon kembali kesini? Merepotkan sekali bukan?" Haruki menggaruk kepalanya yang  tidak gatal.

"Kau tidak mendengar apa yang dijelaskan Roderick sebelum kita kembali ke Denmark dari Jerman?" Fiolet berkacak pinggang, mata merahnya melotot tajam.

"Maaf, aku tidak fokus" bisik Haruki dengan wajah yang memerah karena malu menjadi anggota yang bodoh.

"-tentu saja setelah kita menerima uangnya yang sangat besar itu, kita akan membunuh si tawanan. Untuk apa mengembalikannya? Membuat repot saja" bisik Fiolet, dan Haruki mengangguk pelan.

..........................

Di dalam private jett itu, para khkiller team sedang diawasi oleh selusin bodyguard Rory. Sementara wanita kaya itu nampaknya duduk  di sebelah pilot.
Sedangkan disini, semua anggota khkiller sedang melakukan kegiatannya masing-masing.

Roderick mengutak-atik laptop.

Boby bermain game console.

Terry melipat baju.

Fiolet sedang mengisi senjata-senjatanya dengan peluru.

Haruki sedang menonton film.

Dan Kim, dia sedang duduk tenang sambil melipat tangannya depan dada. Namun, mata hitamnya melirik ke arah Jeon yang duduk di seberangnya. Pemuda manis itu sudah tertidur. Tapi, Kim bisa melihat jika Jeon sedang mengernyitkan dahinya, keringat juga nampak menuruni pelipisnya. Padahal, di dalam sini lumayan dingin.

Menghela nafas dilakukan oleh Kim, pemuda bermata gelap itu kemudian berpindah dari kursinya dan duduk di samping Jeon.

Kim menyeka keringat dingin pemuda manis itu dengan lengan bajunya. Kim juga melepas jaket hoodienya dan menyelimutkannya pada tubuh langsing Jeon.

Kim melihat Jeon mengerutkan alisnya saat dia tidur. Pemuda bermata gelap itu merasakan sesak yang merambati dadanya. Maka, diam-diam Kim memilih untuk mengenggam erat tangan Jeon yang dingin. Kim tetap memperhatikan wajah pemuda manis itu, lantas  Kim merasa lega ketika Jeon mulai terlihat tenang dalam tidurnya......

...........pemuda bermata gelap itu tersenyum tipis, entah mengapa membuat seseorang tidak ketakutan dalam tidurnya membuat Kim merasakan penuh yang hangat di dadanya. Karena.....Kim sangat tau bagaimana rasanya tertidur dalam ketakutan—khususnya ketika kecil di  pantiasuhan, dia tidak memiliki tangan untuk digenggam, dia tidak memiliki sesuatu yang bisa meredamkan ketakutan, kegelisahannya dan kehampaannya. Kim bahkan heran mengapa dia masih hidup setelah melewati masa gelap itu.

...................

Jeon terbangun dan mendapati sinar matahari sudah menusuk wajahnya, pemuda manis itu mengerjapkan matanya dan melihat ke sekeliling.

Oh, dia masih ada di dalam kabin private jett.

Jeon melirik ke kanan dan menemukan Kim yang duduk di seberangnnya—masih dalam posisi yang sama ketika mereka berangkat, Kim hanya diam dan melipat tangannya depan dada. Jeon terkadang sampai heran, kenapa Kim betah diam seperti itu? Tapi ini bukanlah waktunya untuk memikirkan Kim.

Jeon memperhatikan jika Kim sedang melihat ke arah jendela,

Deg.

Namun, beberapa detik kemudian, pandangan mereka bertemu ketika Kim menoleh dengan tiba-tiba. Mata Kim tetap segelap malam, tajam dan dalam—menatap Jeon  tanpa berkedip, membuat pemuda manis itu merasa terintimidasi. Maka, Jeon cepat-cepat mengalihkan pandangannya ke arah lain.

'Sial, mengapa dia menakutkan sekali? Aku salah apa lagi sih?'—batin Jeon.


To be continued.....

CRIME WITH VICLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang