17. Pelarian di tengah hujan

2.1K 46 15
                                    

Di tengah badai, cinta adalah pelindung yang tak ternilai

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Di tengah badai, cinta adalah pelindung yang tak ternilai. Ketika segala sesuatu terasa rapuh, hanya cinta yang bisa membuat kita merasa utuh.
Daniel Mahendra

*****

Pagi itu, matahari belum sepenuhnya menampakkan diri ketika Aurel bersiap-siap untuk pergi keluar bersama Bunga. Setelah kejadian malam sebelumnya, Aurel merasa perlu untuk bersantai dan melupakan sejenak segala kerumitan yang menghantui pikirannya. Ia memutuskan untuk mengenakan gaun yang agak berani, sesuatu yang jarang ia pakai. Gaun merah marun itu memeluk tubuhnya dengan sempurna, menonjolkan lekuk tubuhnya dan memperlihatkan sedikit punggungnya yang mulus.

Saat Aurel melihat dirinya di cermin, ia sedikit ragu, tapi pikirannya segera tersibukkan dengan pesan dari Bunga yang mengatakan bahwa ia sudah menunggu di bawah. Aurel mengambil tasnya dan bersiap untuk keluar dari kamar ketika suara pintu apartemennya terbuka.

Daniel masuk dengan ekspresi yang langsung berubah begitu melihat Aurel dalam gaun itu. Tatapan matanya seketika mengeras, jelas tergurat rasa tidak suka. "Rel, lo mau ke mana dengan baju kayak gitu?" suaranya terdengar tegas, penuh dengan emosi yang ditahan.

Aurel terdiam sejenak, mencoba mencari kata-kata yang tepat. "Aku mau keluar sama Bunga. Cuma buat ngopi dan ngobrol santai aja," jawabnya dengan suara yang terdengar lebih kecil dari biasanya.

Daniel mendekat, tatapannya tidak lepas dari gaun yang dikenakan Aurel. "Ganti baju. Sekarang!" katanya dengan nada yang tidak bisa ditawar.

Aurel mengerutkan kening, merasa sedikit tersinggung. "Kenapa aku harus ganti? Ini cuma gaun, Niel."

Daniel mendesah frustrasi, matanya menyala dengan perasaan cemburu dan protektif yang mendidih. "Rel, lo pake baju yang terlalu terbuka. Gue nggak suka. Lo nggak bakal keluar dari apartemen ini pake baju kayak gitu."

Aurel merasa dadanya mulai sesak, tidak suka dengan nada yang Daniel gunakan. "Niel, aku bisa pilih baju aku sendiri. Ini cuma gaun biasa. Aku nggak ngerti kenapa kamu segitu marahnya."

Daniel mendekat lagi, suaranya lebih rendah tapi penuh dengan ketegasan. "Rel, lo nggak denger apa yang gue bilang? ganti baju sekarang, atau gue yang gantiin lo."

Nada ancaman dalam suara Daniel membuat Aurel terdiam. Ia tahu Daniel sangat sayang padanya, tapi kali ini cemburunya terasa berlebihan. Namun, melihat keseriusan di mata Daniel, Aurel tahu bahwa ini bukan saatnya untuk berdebat.

Dengan napas berat, Aurel mengangguk perlahan. "Oke, aku ganti baju."

Daniel tetap berdiri di sana, matanya mengikuti setiap gerakan Aurel saat ia berbalik menuju lemari. Sambil mengganti bajunya dengan yang lebih tertutup, Aurel tak bisa menahan perasaan kecewa yang menjalar di hatinya. Bukan karena dia harus berganti pakaian, tapi karena dia merasa Daniel tidak sepenuhnya mempercayainya.

Jejak rindu di Bandung [ On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang