Pengkhianatan tak selalu datang dari musuh, kadang ia hadir dari seseorang yang kau sebut sahabat.
Aurelia Louisa xiaver****
Setiap goresan tinta di jurnalnya adalah luapan emosi yang tak mampu ia ungkapkan pada siapapun. Dia menulis tentang rasa sakitnya, tentang kekecewaannya, dan tentang betapa terlukanya hatinya akibat pengkhianatan yang dilakukan oleh dua orang yang pernah menjadi bagian terpenting dalam hidupnya.
Meskipun sekarang ia takut pada Morgan karena obsesi laki-laki yang begitu menakutkan, yang paling membuat hatinya seakan tercabik-cabik ialah penghianatan Bunga. Bagaimana bisa sahabat yang selalu ada untuknya garda terdepan saat ia tidak baik-baik malah seperti ini.
Dia dulu memang sempet mencintai Morgan meski tak begitu dalam karena obsesi laki-laki itu, tapi rasanya tetap menyakitkan setelah mengetahui ini semua, meskipun ia sudah memiliki pasangan. Ia masih tidak habis fikir bagimana bisa Bunga sejahat itu padanya?
Namun, di antara setiap kata yang tertulis, ada tekad yang perlahan tumbuh. Aurel menyadari bahwa meskipun ia telah kehilangan banyak, dirinya sendiri tidak boleh hancur. Ia masih memiliki kekuatan untuk bangkit dan membangun kembali hidupnya, bahkan jika itu harus dimulai dari puing-puing rasa percaya yang hancur.
Dengan tangan yang masih gemetar, ia menutup jurnalnya dan menarik napas panjang. Hari ini adalah awal dari perjalanan panjangnya untuk sembuh. Ia akan menghadapinya satu langkah demi satu langkah, dan meskipun luka ini mungkin tak akan pernah hilang sepenuhnya, Aurel berjanji pada dirinya sendiri bahwa ia akan bangkit menjadi lebih kuat.
Malam itu, untuk pertama kalinya dalam beberapa hari, Aurel tidur dengan sedikit lebih tenang. Di dalam hatinya, masih ada luka, tetapi kini juga ada percikan harapan—harapan bahwa ia akan mampu melalui semua ini dan menemukan kebahagiaan yang sejati, entah dengan atau tanpa orang-orang yang telah mengkhianatinya.
Malam itu, di bawah cahaya lampu redup, Aurel menuliskan setiap rasa sakit yang ia rasakan. Tinta pena yang mengalir di atas kertas seakan menjadi saksi bisu dari setiap luka yang telah ia alami. Kata-kata yang tertulis penuh dengan kemarahan, kesedihan, dan kekecewaan yang mendalam. Namun di balik semua itu, terselip harapan kecil—harapan bahwa ia bisa bangkit lagi.
"Pengkhianatan ini bukan akhir dari segalanya," tulis Aurel di akhir kalimatnya. "Aku harus bisa bangkit. Aku harus bisa sembuh, walaupun jalannya panjang."
Setelah menutup jurnalnya, Aurel menarik napas panjang. Untuk pertama kalinya dalam beberapa hari, ia merasa sedikit lega. Menulis seakan menjadi cara baginya untuk melepaskan sebagian dari beban yang selama ini menghimpit dadanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jejak rindu di Bandung [ On Going]
General FictionKita salingmencintai,tapi apakah takdir berpihak pada kita? -Jejak rindu di bandung "Kapan kamu mau ngelupain Aurora dan memberikan semua cinta kamu buat aku?" tanya Aurel dengan suara bergetar, menatap laki-laki di depannya. "Sampai kapan pun gue n...