Aurora adalah tempat untuk pulang, sedangkan Aurel adalah tempat untuk berlindung dari kesepian.
Daniel mehendra
****
Suara ketukan pintu apartemennya bergema dalam kesunyian malam di Bandung. Aurel terbangun dari tempat tidurnya dan melangkah menuju pintu, penasaran siapa yang datang ke apartemennya malam-malam begini, meski baru jam sembilan malam.
"Bunga," ucap Aurel saat melihat sahabatnya berdiri di depan pintu.
"Tumben banget kamu datang malam-malam, Bung. Ada apa?" tanyanya, menatap Bunga dengan rasa ingin tahu.
Tatapan Bunga penuh kekhawatiran, "Lo baik-baik aja, Rel? gue denger lo ketemu Morgan lagi. Gue khawatir banget, Rel. Khawatir banget sama lo," katanya dengan nada yang menyiratkan kepedulian mendalam.
Aurel tersenyum lembut, merasakan kehangatan dari perhatian Bunga. "Aku baik-baik aja, Bung. Ayo masuk."
Bunga melangkah masuk dan duduk di sofa, meraih tangan Aurel dengan penuh kekhawatiran. "Gue benar-benar takut, Rel. Gue takut banget kalau Morgan bakal ngelakuin hal-hal yang bisa bikin lo celaka."
Aurel merasakan kehangatan dari kepedulian Bunga dan tersenyum, merasa beruntung memiliki sahabat sepertinya. "Makasih banyak, Bung. Aku beruntung banget punya sahabat seperti kamu."
Bunga menggeleng, "Lo sahabat gue, Rel. Wajar aja kalau gue khawatir. Lagian, lo cuma punya gue dan Daniel. Itu aja."
"Hubungan lo sama Daniel gimana? Lancar?" tanya Bunga, sambil menatap Aurel yang mengangguk dengan senyum lembut.
"Gue salut sama lo, Rel. Lo berhasil keluar dari hubungan toxic sama Morgan. Banyak perempuan di luar sana yang terjebak dalam hubungan yang sama."
Aurel menatap Bunga dengan penuh keyakinan. " Aku pikir masa muda aku terlalu sia-sia jika harus bertahan dengan hubungan yang hanya membawa luka. Di luar sana masih banyak hal indah yang menunggu kita. Kita tidak akan pernah mendapatkan yang lebih baik jika kita terus-terusan memegang erat orang yang salah."
Bunga mengangguk, namun menambahkan, "Keren! tapi banyak perempuan di luar sana yang menganggap masa lalu tetap pemenangnya. Lagi pula, hubungan kalian sudah tujuh tahun. Itu bukan waktu yang sebentar."
Aurel menghela napas, "Seumur hidup itu terlalu lama, Bung. Aku lebih baik menyesal tujuh tahun bersama orang yang salah daripada menyesal seumur hidup."
"Jika sembilan puluh sembilan persen manusia di bumi mengatakan bahwa masa lalu adalah pemenangnya, maka aku adalah bagian dari satu persen yang mengatakan bahwa orang baru adalah pemenangnya. Ada kalanya, masa lalu tidak selalu menjadi pemenang, terutama jika ia meninggalkan luka-luka mendalam," ujar Aurel dengan penuh keyakinan, meninggalkan kesan mendalam di hati sahabatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jejak rindu di Bandung [ On Going]
General FictionKita salingmencintai,tapi apakah takdir berpihak pada kita? -Jejak rindu di bandung "Kapan kamu mau ngelupain Aurora dan memberikan semua cinta kamu buat aku?" tanya Aurel dengan suara bergetar, menatap laki-laki di depannya. "Sampai kapan pun gue n...