Senyuman mentari menyapa bumi, menghiasi semesta di penuhi lara ini. suasana perkebunan dibawah kaki gunung dipenuhi oleh kicauan burung dan juga hewan lainnya yang menyambut pagi. Begitu juga dengan seorang pemuda yang sedang bergelut dengan cangkul yang ia gunakan untuk membuat lahan menanam sayuran, di bawah paparan sinar matahari. Suara deru nafas yang semangkin memberat namun, tidak untuk mematahkan semangat seorang pemuda itu.
Ya dia, Tala Sergio. Pemuda berusia 16 tahun yang memutuskan untuk berhenti sekolah dengan alasan membantu ekonomi keluarga nya.
'Lo gak boleh lemah Tala Sergio, demi Asa.'
Pagi sebelum ia berangkat mencari pekerjaan di kebun sekitarnya, Tala sempat bertengkar dengan sang adik.
Namun, Tala tetap bersikeras untuk bekerja.Di sepanjang jalan Astra mengerutuki Tala karena, dirinya tidak boleh bekerja sedangkan Tala boleh bekerja.
"Selamat pagi, Asa," sapa Dion yang datang menghampiri Astra.
"Assalamualaikum, Asa," ucapan salam dari Alif sambil tersenyum manis kearah Astra, tak lupa tangannya menggapai pundak sang sahabat agar mereka berjalan sejajar.
"Waalaikumsalam, Alif," jawab Asa, yang ikut tersenyum kepada Alif.
"Owh gitu, yang dijawab cuman Alif. Gue biasa aja sih, gak papa!" sinis Dion pada Astra yang baru saja menjawab salam dari Alif.
"Wajib hukumnya menjawab salam!" sahut Alif.
"Iya gue tau, waalaikumsalam," Dion menatap malas Alif, Astra hanya tersenyum melihatnya.
Mereka bertiga melanjutkan perjalanan menuju sekolah yang berada tak jauh lagi. Disepanjang perjalanan Astra diam tanpa ikut bercanda gurau dengan Dion dan Alif.
"Kamu kenapa Asa?" tanya Alif yang sadar jika Astra sedari tadi diam, padahal biasanya Dion dan Astra lah yang paling heboh.
"Kak Tala berenti sekolah," ucap Astra membuat keduanya diam sesaat.
"Gue kasian. Kak Tala tuh lemah fisiknya tapi dia maksa diri buat kerja berat," Astra menghela nafas gusar.
"Kerja dimana bang Tala, Sa?" tanya Dion yang tampak penasaran.
"Di kebun, buat lahan untuk nanam jagung di pak Harto" jawab Astra lesu.
"Pake cangkul?"
"Enggak Dion, pake sendok !" Kesal Astra karena, pertanyaan konyol dari sahabat nya ini.
"Biasa aja dong Asa, selow Bro!" ujar Dion.
"Ayah kamu tau, Asa?" tanya Alif setelah melihat Astra yang sudah cukup tenang.
"Ayah pergi dari rumah semalem. Dia kayaknya kecewa karena, semalem gue juga bilang kalo gue mau berenti sekolah," jawab Astra.
"Gila! Kalo gue sih kecewa banget itumah. Meskipun nih biar kata Om Danu itu preman nomor satu di kampung ini, tapi pasti hatinya sakit denger anaknya ngomong mau berenti sekolah," oceh Dion tanpa memikirkan perasaan Astra yang kini diliputi rasa bersalah kepada Ayahnya.
"Dion!" Alif menatap tajam kearah Dion.
"Tapi gue juga gak mau hidup kayak gini terus Dion, gue mau setiap hari makan tanpa harus puasa karena, gak ada uang untuk beli makan!" Mata Astra berkaca-kaca.
"Kamu yang sabar ya Asa, kak Tala sayang sama kamu dia kerja buat kamu, lagian puasa itu baik loh buat kesehatan kamu" nasehat Alif pada Astra.
"Iyaa Asa minta maaf ya Allah, Asa gak papa kok banyak puasanya," ucap Astra sembari mendongak menatap langit.
"Lagian Lo masih kecil mau kerja apa?, gak ada yang nerima lo Sa!" sarkas Dion yang membuat Astra menitikan air matanya. Alif yang melihat itu langsung memberi kode Dion untuk diam, Dion yang mengerti langsung diam takut perkataannya menyakiti hati Astra lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
ASTRA
Teen Fiction"Untuk hari ini Lo puasa aja, sama kakak Lo juga. Gue gak dapet uang hari ini." ✩✩✩ "Mau gue bicara apapun tentang Astra dia tetep bukan anak kandung gue." ✩✩✩ "Kamu itu dijual sama orang tua kandung kamu!" _