PART 4

41 3 0
                                    



Mungkin bagi sebagian orang hidup miskin adalah hal yang paling buruk Bahkan, tidak ingin merasakan hal tersebut. Tapi mau bagaimana lagi itulah yang dirasakan oleh Astra juga keluarga nya, dari dulu hidupnya melarat tidak ada setitik kemakmuran untuk keluarga nya, bahkan karena hal tersebut mereka harus kehilangan sosok wanita yang sangat dicintai tentunya dia adalah sang ibu, Diana. Malaikat tanpa bersayap yang selalu ada untuk keluarga Astra. Apa yang harus dilakukan Danu? Semuanya sudah hancur, andai saja dia dulu tetap bekerja di jakarta menjadi seorang pembersih kebun pun tak apa jika, saat ini sang istri tetap bersama nya namun itu hanya kata andai. Semuanya berakhir, saat dia memutuskan berhenti bekerja di kota dan tinggal di desa yang amat susah.

"Kenapa semakin susah?"ucap Danu dengan pandangan kosong ke depan.

Danu dan Diana dulu adalah sepasang suami istri yang bekerja di kota, jika Dania menjadi seorang Art maka Danu menjadi pembersih kebun milik keluarga kaya di sana. Danu memang orang Jakarta, sedangkan Dania dia memang dari desa mereka dipertemukan di rumah besar itu lalu memutuskan untuk menikah di desa.Lalu, kembali bekerja di kota setelah Tala berusia 3 tahun. Namun, baru 1 tahun mereka memutuskan untuk kembali ke desa dan memulai hidup baru.


Astra kini melangkahkan kakinya menuju rumah, terik matahari membuat peluh keringat membasahi seluruh baju lusuh Astra. Setelah dia menghantarkan uang milik mang Jaja dia pun kembali kerumah dengan membawa upah jualan nya tadi, dia menggenggam plastik berisi 5 buah jagung rebus tentu saja dari mang Jaja, juga uang sebesar lima belas ribu di kantong bajunya. Wajah berseri Astra sudah menunjukkan jika dia bahagia.

'Bahagianya Asa sesederhana ini, tapi sulit banget ya'

Tak terasa Astra sudah sampai didepan rumah nya, ternyata sang ayah ada didepan teras, sedang menghisap rokok yang hampir setengah itu.

"Assalamualaikum Ayah," Astra meraih tangan Danu, lalu mencium punggung telapak tangannya.

"Waalaikumsalam, duduk sini!"

"Yah, Asa bawa jagung loh. Asa juga punya uang," Astra bercerita dengan antusias, Danu hanya terkekeh kecil melihat Astra yang semangat bercerita.

"Oh ya? Berarti kita malem ini gak kelaparan dong?"

"Iya dong kan Asa bawa makanan, nanti Asa juga bakal beli beras deh" Astra tersenyum tak sabar untuk nanti malam.

"Asa, berapa umur Lo sekarang?" tanya Danu membuat sang empu memiringkan kepalanya, 'kenapa Ayah bertanya seperti itu, tumben'.

"Lima belas tahun, kenapa?"

"Berarti Tala enam belas tahun ya, kalian udah besar hehe," Danu terkekeh kecil, ternyata mereka sudah sangat besar.

"Kamu bahagia gak?" Astra kembali menatap Danu bingung. Apa apan ini kenapa ayahnya sangat aneh pikirnya.

"Kenapa pertanyaan Ayah kayak gitu sih, Asa pasti bahagia lah,"jawab Asa jujur, memang dia selama ini bahagia. Dia sedih saat mereka lapar tapi tidak ada yang dimakan saja, namun itukan sudah jalannya. Lagian, kebahagiaan seseorang itu sudah ditakar masing-masing.

"Lo hidup sengsara gini masih bilang bahagia, gue aja udah muak," ketus Danu.

"Tapi Asa bahagia!"

"Mungkin Lo bahagia tapi, menurut gue enggak. Lo gak bahagia! Setiap hari Lo kelaparan, liat baju Lo aja udah kusam banget. Baju bekas Tala kan? baju SMP yang diganti logonya doang,sama Lo" Astra diam mendengar penuturan sang ayah, kenapa Ayah nya seperti ini? Apakah dia berbuat salah.

ASTRATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang