II

460 33 0
                                    

Episode sebelumnya:
"Ah iya! Kau benar Darma. Aku lupa kalau Dursala berasal dari Hastinapura. Itu berarti aku harus menyiapkan sesuatu untuk Dursala," Arvinda teringat akan sahabatnya yang berasal dari Hastinapura.

"Tuan putri ingin memberikan hadiah apa pada tuan putri Dursala?" tanya Darma dengan penuh perhatian.

"Sepertinya aku akan memberikan perhiasan buatan teman Ayah," jawab Arvinda sambil tersenyum, teringat akan keindahan perhiasan-perhiasan yang pernah ia lihat di tempat teman Ayahnya.

- - -

Pagi itu, matahari baru saja menyingsing, namun suasana di dalam istana sudah mulai terasa sibuk. Para pelayan berlalu-lalang, memastikan segalanya siap untuk perjalanan Arvinda, sang tuan putri, menuju Hastinapura.

Di dalam kamarnya, Arvinda sedang mematut diri di depan cermin besar, memastikan penampilannya sempurna untuk bertemu kedua orang tuanya sebelum berangkat.

Tiba-tiba, Darma mengetuk pintu dengan perlahan dan membungkukkan diri. "Tuan Putri, ini saatnya kita pergi. Yang Mulia Raja dan Ratu sudah menunggu di aula kerajaan," katanya dengan tenang.

"Oh, baiklah. Tunggu sebentar," jawab Arvinda sambil menatap pantulannya sekali lagi di cermin.

Dengan sedikit keraguan, Arvinda berbalik menatap Darma. "Darma, apakah penampilanku sudah terlihat bagus?" tanyanya, ingin memastikan bahwa dirinya tampil sempurna.

Darma tersenyum penuh keyakinan. "Sudah, Tuan Putri. Anda terlihat sangat cantik," jawabnya tulus.

Arvinda tertawa ringan, merasa lega. "Benarkah? Hahaha, terima kasih, Darma," katanya, sembari merapikan sedikit rambutnya yang jatuh ke bahu.

Darma kemudian melangkah maju, membukakan pintu dan berkata dengan lembut, "Mari, Tuan Putri."

Dengan langkah anggun, Arvinda mengikuti Darma menuju aula kerajaan, tempat kedua orang tuanya sudah menunggu. Begitu tiba di aula yang besar dan megah, Arvinda melihat ayah dan ibunya duduk di singgasana, menatapnya dengan penuh cinta.

"Ayah, Ibu!" seru Arvinda sambil berlari kecil mendekati mereka, senyum lebar menghiasi wajahnya.

Raja menatap putrinya dengan bangga dan senang. "Ya ampun, anak ayah terlihat sangat cantik dan penuh semangat," ujarnya dengan suara penuh kehangatan.

Arvinda tersenyum bahagia, tapi segera mengalihkan perhatiannya pada kondisi kesehatan sang ayah. "Ayah, bagaimana kondisi Ayah? Sudah membaik?" tanyanya, masih merasa khawatir.

Raja tertawa kecil, mencoba menenangkan hati putrinya. "Ayah sudah baik-baik saja. Apa kau senang dengan perjalanan ini?" tanyanya, ingin tahu perasaan putrinya yang akan menjalani perjalanan penting tanpa dirinya.

Arvinda menghela napas lega. "Syukurlah! Aku merasa senang, Ayah, karena ini adalah pengalaman pertamaku pergi keluar kerajaan tanpa Ayah dan Ibu," jawabnya dengan antusias, meski ada sedikit rasa gugup di dalam hatinya.

Ratu yang duduk di samping raja, menatap putrinya dengan mata lembut namun khawatir. "Berhati-hatilah di sana, Nak. Ibu berharap tidak ada kejadian aneh ketika kau di sana," pesannya, khawatir akan hal-hal tak terduga yang mungkin terjadi.

Arvinda meraih tangan ibunya dengan lembut dan tersenyum menenangkan. "Tenang saja, Ibu. Aku pasti akan berhati-hati. Lagi pula, ada Darma yang menemaniku. Semuanya pasti aman," ucapnya, meyakinkan sang ibu yang terlihat cemas.

Sang ratu menatap Darma dengan serius, "Darma, tolong jaga anakku baik-baik. Jangan sampai terjadi sesuatu di sana," perintahnya tegas namun penuh harap.

Another FateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang