X

206 25 0
                                    

Episode sebelumnya:
Keheningan tiba-tiba menyelimuti ruangan. Widura menegakkan tubuhnya, menarik napas panjang, dan dengan nada suara yang tenang, ia mulai berbicara. "Kerajaan Pancala telah kalah dalam peperangan," katanya, suaranya menggema di seluruh aula. "Dan para pangeran kita akan kembali esok hari membawa kemenangan."

Seketika, aula yang sunyi itu berubah. Kejutan dan kebahagiaan terpancar di wajah setiap orang yang mendengar kabar baik itu. Sorak sorai kegembiraan mulai terdengar, memenuhi setiap sudut aula yang megah itu.

Arvinda dan Subhadra seketika saling berpandangan, terpancar kebahagiaan dari sorot mereka. Tidak sabar menanti esok hari.

- - -

Suasana pagi di Hastinapura terasa hidup dengan hiruk-pikuk kegiatan istana. Matahari masih lembut, tetapi aktivitas di dalam istana sudah berjalan dengan semarak.

Lorong-lorong yang biasanya sepi kini dipenuhi oleh para pelayan yang sibuk menghiasi setiap sudut istana dengan bunga-bunga segar dan lilin-lilin menyala.

Keindahan dan aroma harum bunga melayang di udara, memberikan sentuhan keanggunan pada tempat itu. Seolah-olah istana bersiap untuk menyambut sesuatu yang istimewa.

Di tengah kesibukan itu, Arvinda, Subhadra, dan Dursala berjalan beriringan, memperhatikan dengan takjub setiap detil yang sedang diatur oleh para pelayan.

Langkah mereka lembut di atas lantai marmer, berpadu dengan suara riuh rendah para pelayan. Mereka tampak senang menyaksikan perubahan suasana istana yang semakin indah pagi itu.

Dari arah berlawanan, tampak Kunti yang anggun melangkah bersama beberapa pelayan yang membawa setangkai bunga dan lilin. Wajah Kunti dihiasi senyuman hangat saat matanya menangkap tiga sosok putri di depannya. Ia melambatkan langkah dan mendekat ke arah mereka.

"Selamat pagi," sapa Kunti dengan suara lembutnya. "Pagi-pagi seperti ini, kalian hendak pergi ke mana?" tanyanya dengan penuh keingintahuan.

Arvinda, Subhadra, dan Dursala segera membungkuk dengan hormat ketika Kunti mendekat. "Selamat pagi, Ibu," ucap Dursala dengan hormat, sementara Arvinda dan Subhadra berseru serentak, "Selamat pagi, yang mulia."

Kunti tersenyum lembut mendengar sapaan mereka yang begitu formal, "ah, kalian tidak perlu terlalu formal," ujarnya pada Arvinda dan Subhadra, "Panggil saja ibu, seperti Dursala."

Arvinda dan Subhadra saling berpandangan sejenak, senyum merekah di wajah mereka. "Baiklah, Ibu," jawab mereka serentak dengan penuh kehangatan.

Kunti terkekeh kecil mendengar respon mereka yang malu-malu. "Jadi, kalian akan pergi ke mana pagi ini?" tanya Kunti lagi, kali ini dengan nada yang lebih santai.

Dursala tampak bingung sejenak sebelum menjawab, "Sebenarnya kami tidak tahu akan pergi kemana, Ibu. Ibu dan para pelayan akan pergi kemana?"

"kami akan pergi ke kuil," jawab Kunti dengan tenang. "Kami akan menghias kuil sebagai rasa syukur atas kemenangan Hastinapura."

Mendengar itu, mata Dursala berbinar. "Bolehkah kami ikut, Ibu?" tanyanya dengan penuh antusias.

Kunti tersenyum, senang melihat semangat mereka. "Jika kalian mau, tentu saja boleh," jawabnya dengan hangat.

Dursala segera menatap ke arah Subhadra dan Arvinda, seakan meminta persetujuan mereka. Keduanya mengangguk serempak, menyetujui ajakan tersebut. Tanpa banyak bicara lagi, mereka pun mulai berjalan bersama-sama menuju kuil di dalam istana, langkah mereka diiringi oleh suasana pagi yang semakin cerah.

Langkah mereka perlahan meninggalkan riuhnya lorong istana, menuju jalan setapak yang mengarah ke kuil di dalam kompleks istana. Di sepanjang jalan, sinar matahari mulai menembus celah-celah pohon besar yang tumbuh kokoh di sekitar istana, memantulkan cahaya keemasan yang menyempurnakan keindahan pagi itu.

Another FateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang