XI

219 25 1
                                    

Episode sebelumnya:
Senyum lembut tersungging di wajah Yudistira saat dia maju, menerima penghormatan yang diberikan kepadanya. Meski sorakan itu begitu meriah, ketenangan dan sikap rendah hatinya tetap terlihat jelas.

"Yudistira telah menunjukkan bahwa ia bukan hanya pangeran yang adil, tapi juga sosok yang dapat menjaga keseimbangan dalam masa-masa sulit," lanjut Guru Drona dengan nada penuh keyakinan. "Dia adalah pangeran yang layak untuk membawa Hastinapura menuju masa depan yang lebih baik."

Yudistira lalu berdiri di tengah aula, menganggukkan kepala dengan hormat kepada Guru Drona, Bisma, serta Raja dan Ratu.

- - -

Upacara penobatan Yudistira sebagai putra mahkota berlangsung dengan begitu megah dan meriah. Sorak-sorai kegembiraan memenuhi aula, semua orang tampak bahagia dengan penobatan ini.

Setelah upacara ini dilaksanakan, Dursala, Subhadra, dan Arvinda memberikan selamat pada Yudistira.

Waktu pun berlalu tanpa terasa, dan ketika langit mulai berubah menjadi jingga, tamu-tamu perlahan mulai meninggalkan aula termasuk Arvinda, yang merasa kelelahan setelah hari yang panjang, memutuskan untuk kembali ke kamarnya.

Di kamarnya, Arvinda dibantu oleh Darma sedang mengemasi sebagian barang-barang mereka, karena besok mereka akan kembali ke Kekaya.

"Darma, tolong kau lanjutkan ini. Aku akan menemui Dursala dan Subhadra untuk memberikan ini pada mereka," ucap Arvinda sambil mengangkat sebuah kotak kecil yang indah, berisi hadiah yang telah disiapkannya untuk kedua sahabatnya.

"Baik, Tuan Putri," jawab Darma dengan setia, melanjutkan tugasnya dengan hati-hati.

Arvinda beranjak keluar dari kamarnya, melangkah dengan tenang di sepanjang lorong-lorong istana yang kini sepi. Ketika ia melangkah lebih jauh, dari arah berlawanan ia melihat sosok yang tak asing lagi—Nakula, yang tampak berjalan menuju arahnya dengan langkah ringan.

"Pangeran Nakula?" panggil Arvinda, suaranya sedikit terkejut.

Nakula sudah melihat Arvinda dari kejauhan dan segera mempercepat langkahnya. "Kau akan pergi ke mana, Tuan Putri?" tanyanya dengan ramah, menghentikan langkah tepat di depan Arvinda.

"Aku akan menemui Dursala dan Subhadra," jawab Arvinda dengan senyum tipis.

Nakula menatap kotak hadiah di tangan Arvinda,  "Kau akan memberikan mereka hadiah?" tanyanya penasaran.

"Ya," jawab Arvinda sambil mengangguk. "Aku ingin memberikan mereka hadiah karena besok aku harus kembali ke Kekaya," jelasnya, suaranya terdengar sedikit sendu saat menyebutkan kepulangannya.

Raut wajah Nakula langsung berubah, terkejut dengan ucapan Arvinda. "Kau akan kembali besok? Kenapa cepat sekali?" tanya Nakula, suaranya terdengar sedikit kecewa.

Arvinda tersenyum lembut, mencoba menenangkan suasana. "Karena aku sudah sangat merindukan keluargaku. Aku ingin segera bertemu dengan mereka," ucapnya jujur. Hati Arvinda memang sudah lama rindu pada ayah, ibu, dan rumahnya di Kekaya, meskipun ia juga merasa berat untuk meninggalkan Hastinapura.

Nakula menundukkan kepala sejenak, raut wajahnya berubah menjadi sedih. "Sayang sekali, kita belum banyak mengobrol, tetapi kau sudah harus kembali ke tempat tinggalmu," ucapnya dengan nada penuh kekecewaan yang sulit disembunyikan.

Arvinda merasakan kesedihan yang sama, namun ia mencoba tersenyum untuk menenangkan Nakula. "Tidak perlu sedih, Pangeran. Mungkin kita bisa bertemu lagi di lain waktu," ujarnya dengan nada penuh harapan.

Nakula menatap mata Arvinda dengan tatapan yang lembut, "Apa kau besok akan berangkat pagi?" tanyanya.

Arvinda berpikir sejenak, kemudian menggeleng pelan. "Sepertinya aku akan berangkat siang hari saja," jawabnya.

Mendengar itu, senyum Nakula kembali menghiasi wajahnya. "Bagaimana jika besok pagi aku mengajakmu ke suatu tempat?" tawarnya dengan antusias.

Arvinda terkejut, namun senang dengan undangan itu. "Ke suatu tempat? Boleh saja," jawabnya dengan senyum yang sama.

"Baiklah," balas Nakula dengan senang. "Besok pagi aku akan menjemputmu di sini."

"Di sini?" Arvinda mengulang, memastikan tempat pertemuan mereka. "Baiklah."

Nakula mengangguk. "Kalau begitu, sampai jumpa esok, Tuan Putri," ucapnya sambil tersenyum, kemudian berbalik dan berjalan pergi, meninggalkan Arvinda yang masih menatapnya dari belakang.

Setelah Nakula menghilang di kejauhan, Arvinda melanjutkan perjalanannya menuju kamar Dursala dan Subhadra.

Another FateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang