VII

260 27 0
                                    

Episode sebelumnya:
Senyum kecil tersungging di bibir Nakula. Ia menatap wajah Arvinda yang tertidur dan tanpa sadar ia tertawa kecil. Seolah-olah melihat sisi lain dari sang putri yang tak ia duga. Hati-hati, Nakula beranjak dari duduknya, lalu dengan penuh kelembutan, ia membungkukkan tubuhnya untuk mengangkat Arvinda. Ia menggendong tubuh ringan sang putri, memastikan setiap gerakannya tak mengganggu tidurnya yang damai.

Dengan langkah tenang, Nakula membawa Arvinda ke kamarnya, merasakan angin malam yang semakin lembut mengiringi setiap langkahnya.

- - -

Arvinda terbangun dari tidurnya, ketika membuka mata Arvinda terkejut. "Kapan aku tertidur di kasur? Bukankah kemarin aku ada di taman bersama Pangeran Nakula?" tanyanya bingung.

Arvinda bangkit, mencari-cari di mana Darma berada. "Darma, Darma? Kau ada di mana?"

"Oh, Tuan Putri, kau sudah bangun? Apa kau membutuhkan sesuatu?" tanya Darma begitu masuk ke dalam kamar.

"Darma, sejak kapan aku tertidur di kasur?" tanya Arvinda.

"Kemarin malam Pangeran Nakula menggendongmu yang tertidur pulas dan menidurkanmu di kasur," jelas Darma.

Mendengar itu, Arvinda terduduk, tak menyangka. "Berarti semalam aku ketiduran di taman?"

"Aaaaa, bagaimana ini? Memalukan sekali," gerutu Arvinda sambil menutupi wajahnya.

Darma yang melihat Arvinda tiba-tiba duduk segera mendekati sang tuan putri.

"Darma, apakah boleh seharian ini aku diam di kamar saja?" tanya Arvinda putus asa.

"Sayangnya tidak bisa, Tuan Putri, hari ini ada kegiatan penting yang tidak bisa kita tinggalkan. Sebenarnya ada apa, Tuan Putri?" tanya Darma dengan lembut.

Arvinda pun menceritakan yang sebenarnya terjadi. "Aku merasa malu, Darma, bagaimana bisa aku tertidur ketika sedang bersama seorang pangeran?" Arvinda semakin menundukkan kepalanya.

Darma tertawa pelan mendengar cerita Tuan Putri-nya, "Tapi hari ini kita harus pergi ke aula, ayo bersiap-siap."

Dengan lemas, Arvinda mengikuti Darma untuk bersiap-siap. Ia merasa malu dan tidak yakin bagaimana ia akan menghadapi Nakula setelah kejadian semalam.

Arvinda berdiri dari tempat tidurnya dengan lemas, masih merasa malu membayangkan bagaimana Pangeran Nakula harus menggendongnya semalam. Dia berjalan perlahan menuju meja rias, membiarkan Darma membantu menyiapkan gaun dan perhiasan yang akan dikenakannya untuk acara hari ini.

"Kenapa aku harus tertidur di waktu seperti itu?" gumam Arvinda, sambil menatap cermin di depannya. Wajahnya memerah mengingat kejadian semalam.

Darma, yang tengah mengatur gaun yang akan dikenakan Arvinda, hanya tersenyum simpul. "Tuan Putri, kejadian seperti itu tidak perlu dipikirkan berlarut-larut. Pangeran Nakula tampaknya tidak keberatan, dan pastinya tidak ada yang perlu malu."

Arvinda mendesah, mencoba mengalihkan pikirannya. "Mungkin kau benar, Darma. Tapi tetap saja... rasanya sulit dilupakan."

Setelah Arvinda selesai berdandan, ia memandangi dirinya di cermin untuk memastikan penampilannya sempurna. Darma dengan cekatan memperbaiki detail kecil di gaunnya sebelum menyatakan, "Sudah siap, Tuan Putri."

Arvinda menarik napas dalam-dalam. "Baiklah. Ayo, kita pergi."

Mereka berjalan keluar dari kamar, melangkah melalui koridor panjang istana Hastinapura. Setiap langkah yang diambil Arvinda terasa semakin berat, pikirannya masih terbebani rasa malu yang tadi melingkupinya. Namun, aula besar tempat upacara akan berlangsung sudah di depan mata, dan dia tidak bisa lagi mundur.

Another FateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang