Part 7 - Tawaran

1K 168 106
                                    

Kaivan duduk termenung di bangkunya, di tengah-tengah kelas yang sedang berlangsung. Pikirannya tidak fokus pada pelajaran yang disampaikan guru. Wajahnya sedikit bengkak, dan dia tidak sepenuhnya yakin apa penyebabnya. Setiap gerakan terasa nyeri, membuatnya semakin sulit untuk berkonsentrasi. Pagi tadi, ia terbangun di sebuah ruangan klub yang sering ia kunjungi, pusing dan mual masih menggantung di perutnya.

Ingatan samar-samar mulai kembali, merangkai potongan kejadian malam sebelumnya. Ia minum terlalu banyak, lebih dari biasanya. Kepalanya masih berdenyut-denyut. Percekcokan dengan Hosea kemarin sore masih terasa membekas, mengiris hati Kaivan dengan rasa kesal yang terus menggunung. Hosea, kakeknya yang terkenal keras dan tegas, tak henti-hentinya mengkritik Kaivan.

Kakeknya selalu ingin menyetir hidup Kaivan sesuai dengan ekspektasinya, membuat Kaivan merasa terjebak dan terkungkung. Tidak peduli seberapa keras Kaivan berusaha, Hosea selalu menemukan celah untuk mengkritiknya. Baginya, apapun yang Kaivan lakukan selalu salah. Itu membuat Kaivan muak, seolah tidak ada tempat baginya untuk menjadi dirinya sendiri. Ketegangan antara mereka sudah mencapai titik didih, dan kemarahan Kaivan terhadap Hosea seolah tidak ada habisnya.

Kaivan meraba wajahnya yang bengkak, mendesah panjang dengan perasaan kesal yang menumpuk. Hari ini, dia kembali terjebak di dalam kelas yang membosankan, dengan guru yang terus berbicara di depan tanpa henti. Pandangannya melayang tanpa fokus, dan rasa sakit di wajahnya terus mengganggu konsentrasinya. Kaivan masih tidak yakin apa yang sebenarnya terjadi semalam, tapi ia punya firasat bahwa Bella mungkin terlibat.

Dengan pikiran yang masih berkabut, Kaivan merogoh tasnya dan mengeluarkan gunting kecil. Ia bersandar ke depan, mencari pelampiasan dengan mengarahkan gunting itu pada rambut Bella yang duduk di depannya. Kaivan mulai memotong rambut Bella secara acak, menghasilkan bunyi-bunyi kecil yang samar tapi terdengar cukup jelas di telinganya. Aksi itu bukan sekadar iseng—ada sedikit dorongan untuk membalas dendam, terutama karena ia curiga Bella mungkin penyebab bengkaknya wajahnya.

Bella, yang merasakan ada yang aneh di belakangnya, segera memindahkan rambutnya ke depan, menghindari gunting Kaivan. Merasa kesal karena aksinya terhenti, Kaivan dengan kasar menarik rambut Bella, membuat gadis itu memekik kaget. Suara pekikan itu membuat suasana kelas seketika hening, semua mata beralih kepada Bella, termasuk guru yang sempat menghentikan penjelasannya.

Bella menunduk, berusaha meredam rasa malunya sementara guru akhirnya melanjutkan pelajaran. Namun, ketegangan tetap terasa di antara mereka berdua hingga bel istirahat berbunyi, menandakan waktunya keluar dari kelas yang menyesakkan.

Siswa-siswa langsung berhamburan menuju kantin, termasuk Bella yang sudah lama tidak makan di sana. Dia merindukan nasi soto dengan es teh yang menjadi favoritnya. Mengantre bersama yang lain, wajah Bella tampak semringah saat akhirnya ia mendapatkan pesanannya. Dia menemukan meja yang agak sepi, duduk, dan mulai menikmati makanannya dengan tenang.

Di tengah-tengah menikmati makan siangnya, Kael tiba-tiba datang dan duduk di depannya, membuat Bella terkejut hingga nyaris tersedak.

"Bel, kita udah bawa kamera," bisik Kael dengan antusias, seolah-olah hal itu merupakan kabar baik.

Bella berdecak dengan kerutan kecil di dahi, merasa sangat kesal. Kael dan teman-temannya memang giat memaksa Bella untuk bergabung dalam proyek yang sejak awal sudah ia tolak. Kali ini, mereka benar-benar tidak tahu kapan harus menyerah. Bella melirik ke arah Kaivan, yang sedang duduk tidak jauh darinya. Kaivan memandang ke arahnya dengan seringai samar, lalu kembali bercanda dengan teman-temannya.

LUMINOUS [18+]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang