Bella buru-buru turun dari angkot yang membawanya dari sekolah hingga ke depan gang area rumahnya. Dia memberikan ongkos pada pengemudi, lalu berjalan sambil menunduk, menyembunyikan wajahnya dari paparan sinar matahari yang terik.
Wajah itu adalah modal utamanya dalam mencari nafkah. Meskipun tidak melakukan perawatan mahal, dia selalu menjaga agar wajahnya tetap bersih dan sehat. Sebagai gadis yang cantik dan muda, pelanggan-pelanggannya menyukai sosok remaja yang masih segar seperti Bella.
Langkahnya tiba-tiba berhenti ketika pandangannya tertuju lurus ke depan. Dua orang pria bertubuh besar dengan atribut yang sangar tengah berdiri di depan rumahnya, mengawasi sambil menghisap rokok.
Bella berencana berbalik dan bersembunyi, menghindari kedua pria itu sampai mereka pergi. Namun, baru saja ia hendak melangkah, kedua pria tadi memanggilnya.
"Mau kabur lagi, ya?" seru mereka galak, setengah berlari menghampiri Bella dan bersiap menangkapnya jika hendak kabur.
"Nggak, Bang!" jawab Bella sambil menggeleng cepat.
"Ah, alasan!" balas salah satu pria.
"Bang, kenapa sih datang terus? Gue kan udah bilang Minggu depan. Biasanya ditagih dua kali seminggu, sekarang kenapa tiap Minggu? Kadang sampai tiga kali seminggu datangnya!" protes Bella sambil menggerutu kesal.
"Makanya bayar yang banyak dong. Kita juga ditagih bos nih. Emang lo pikir kita nggak capek nagih-nagih tapi nggak dibayar?"
"Gue nggak ada uang tiap Minggu, Bang. Ini baru bayar biaya sekolah."
"Sekolah lo gratis, nggak usah banyak alasan!" sahut pria itu dengan suara meninggi, tidak percaya dengan alasan yang dilontarkan Bella.
"Nggak semuanya gratis. Masih banyak biaya-biaya lain."
"Hari ini, berapa yang bisa lo bayar?"
"Gue nggak punya duit," tegas Bella ikut kesal. Kini dia sudah tidak takut lagi pada mereka, hanya saja malas membuang energi untuk berdebat seperti ini.
Kedua pria itu semakin kesal. Sudah berkali-kali mereka mendengar alasan yang sama setiap kali menagih. "Lo mendingan nggak usah sekolah, cuma buang-buang duit. Fokus bayar hutang-hutang lo dulu. Lo masih muda dan cantik, cocok jadi simpanan pejabat. Hutang-hutang lo nanti dibayarin semua. Kerja jangan setengah-setengah, Bel. Kita yang repot kalau begini. Hidup lo enak kalau jadi simpanan pejabat. Manfaatin peluang lo sekarang."
"Pasti gue bayar semua. Tolong kasih gue waktu, seenggaknya sampai gue lulus sekolah. Gue masih mau sekolah. Atau sekali sebulan tagihnya," Bella memohon.
"Lo mau kabur kan? Ngaku aja lo!"
"Gue nggak bakalan kabur. Rumah gue di sini."
"Siapa yang bisa menjamin lo nggak kabur?" tantang salah satu pria penagih hutang itu.
"Gue sebatang kara di dunia ini. Gue mau kabur ke mana?"
"Justru karena lo sebatang kara, gampang buat lo kabur! Awas ya kalau lo punya niat kabur. Kita nggak bakalan lepasin lo."
"Gue nggak bakalan kabur!"
"Jual rumah lo. Kalau nggak, rumah ini nanti kita sita!" Mereka bertiga menoleh ke arah rumah Bella.
Gadis itu melotot, tidak setuju. Dia takut jika mereka nekat mengusirnya dan menagih sisa hutang. "Rumah ini nggak bisa melunasi setengah dari hutang-hutang gue, percuma juga kalau dijual. Lagi pula, rumah tua susah lakunya."
"Banyak alasan lo! Cepetan, berapa yang ada?"
"Nggak ada. Gue nggak punya duit sama sekali," jelas Bella sambil melebarkan kedua tangannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
LUMINOUS [18+]
Teen FictionBagi Kaivan, menindas Bella adalah hal yang wajar karena gadis itu pantas mendapatkannya. Sehingga, tiada hari tanpa caci maki, cemooh, dan wajah sinis yang didapatkan Bella dari Kaivan dan orang-orang di sekitarnya. Warning!! 18+ 🐎🐎🐎 Jakarta, 2...