Bella menyelesaikan pekerjaannya hampir subuh. Akhir pekan adalah malam tersibuk, pelanggan membludak sehingga tak jarang kewalahan. Lega menyeruak dalam diri Bella, akhirnya dia bisa bernapas bebas dan menemukan suasana normal tanpa musik kencang, sentuhan-sentuhan dari pria-pria hidung belang, dan beragam jenis alkohol memenuhi meja. Aroma-aroma menjijikan itu masih melekat pada tubuhnya dan sedikit pusing pengaruh alkohol.
Bella dan rekan-rekannya sibuk di ruangan mengganti pakaian sambil mengobrol beberapa hal. Gadis itu berpamitan dengan teman-temannya setelah mengancingi jaket dan menyimpan tas di bahu.
"Eh, Bel. Gue punya beberapa alat make up nih yang nggak dipakai lagi. Lo masih mau nerima, kan?"
Gadis itu terkejut lalu tersenyum malu-malu. "Mau, Kak."
"Ini, ambil semua. Expired-nya masih lama kok, gue nggak pakai lagi karena udah beli baru. Gue habis dijajanin sama Sugar Daddy. Ini, gue beli lipstik buat lo." Gadis baik hati itu mengeluarkan satu lipstik dalam pouch yang sudah ia siapkan untuk Bella.
"Kak, thank you." ucap Bella terharu. "Ini lipstik mahal,"
"Sekali-kali lo harus punya supaya makin semangat kerjanya, Bel."
"Iya, Kak." Bella memandangi lipstik termahal yang dia punya. Biasanya hanya membeli lipstik di saat diskon saja, merk apapun yang penting di bawah lima puluh ribuan.
Bella menyimpan pouch ke dalam tasnya dan sekali lagi mengucapkan terima kasih. Dia pun pulang dengan perasaan sedikit bergembira.
Beberapa orang yang ditemuinya sepanjang lorong mengharuskannya melangkah hati-hati. Pengunjung yang tidak sadarkan diri sedang telungkup di lantai, pasangan yang sedang bercumbu dan tanpa sengaja membuka pintu di belakangnya menimbulkan teriakan panik dari dalam kamar, dua wanita yang sedang bergandengan tangan sambil cekikikan dan menyapa tamu yang tersisa dan lain sebagainya.
Langkah Bella menelan ketika melihat dua pria di depannya sedang mengobrol. Mendekat ragu-ragu sambil menarik napas dalam-dalam.
"Bang," sapa Bella setelah berdiri dekat dengan kedua pria itu.
"Eh, Bel, udah?"
"Udah, Bang."
Teman pria itu pergi dengan menyapa Bella sekilas. Kini hanya berdua saja, pria itu mengedarkan pandangannya, memantau sekitar.
"Bang Leon, hari ini gue bayar nggak full dulu ya?" kata Bella ragu-ragu. Sesekali menahan napas, di antara pekerja di sana, mungkin Bella yang paling bermasalah dengan keuangan.
"Kenapa lagi?" Pria yang dipanggil Leon itu mengubah raut wajahnya menjadi jengkel.
"Gue mau bayar hutang ke rentenir. Uangnya belum cukup. Senin atau Selasa mereka udah datang lagi."
Leon menghela napas panjang, jika bukan Bella yang meminta, sudah mengeluarkan sumpah serapah dan menolak tegas. Terutama dengan sekarang adalah akhir pekan, pendapatan mereka sudah pasti meningkat. "Hari ini lo dapat berapa?"
"Lima juta,"
"Berapa yang bisa lo kasih ke gue?"
"Satu juta ,"
"Yaudah,"
Seketika Bella mengangkat wajah tidak percaya. "Beneran, Bang?"
"Iya. Sini buruan,"
Bella segera mengeluarkan uang yang sudah dia sisihkan sebelumnya dan menyerahkan pada Leon. Wajahnya kini berseri-seri, mengucapkan syukur atas kemurahan hati Leon yang memberikan keringanan.
Dia tidak menceritakan kejadian beberapa hari yang lalu pada Leon tentang teman-teman sekolahnya yang memaksa memproduksi film. Menyudutkan Bella di Private Longue dan menginjak-injak harga dirinya. Bella tidak mau menerima bayaran sepeserpun dari mereka, sehingga ketika sudah mendapatkan uang jatahnya, segera mengembalikan semuanya. Melempar keras ke wajah Kaivan yang saat itu hendak pulang. Dia sangat marah, meninju dinding tepat di samping kepala Bella.
KAMU SEDANG MEMBACA
LUMINOUS [18+]
Teen FictionBagi Kaivan, menindas Bella adalah hal yang wajar karena gadis itu pantas mendapatkannya. Sehingga, tiada hari tanpa caci maki, cemooh, dan wajah sinis yang didapatkan Bella dari Kaivan dan orang-orang di sekitarnya. Warning!! 18+ 🐎🐎🐎 Jakarta, 2...