Part 16 - Pasar Kuliner
Hujan di luar sudah reda. Malam pun sudah tiba, tetapi sisa-sisa air hujan masih menggenang di jalan, meninggalkan aroma segar yang khas.
Suara pintu kamar mandi yang terbuka membuat Bella menoleh. Kaivan sudah selesai mandi dan mengenakan seragam yang masih lembap. Ia hanya mengenakan kaos putih sebagai dalaman, sementara kemejanya digulung di lengannya.
Kaivan berjalan ke jendela, membuka sedikit untuk memeriksa cuaca di luar. "Hujannya udah reda," ucap Kaivan, mencoba memecah keheningan yang ada di antara mereka.
Bella meliriknya sekilas dan mengangguk pelan. "Pakaian lo masih basah?" tanyanya datar.
"Sedikit," jawab Kaivan sambil melihat celananya yang masih basah.
Bella hanya mengangguk lagi, fokus pada ponselnya, tidak berusaha menahan Kaivan yang tampak siap untuk pulang. Kaivan menatapnya cukup lama, pikirannya berkecamuk. Sikap Bella yang dingin, seolah-olah tidak ada yang terjadi di antara mereka, membuatnya merasa tidak nyaman. Bella menangis di pundaknya dan sekarang wajahnya masih bengkak.
"Bel, makan dulu yuk?" Kaivan memecah kesunyian. Bella terkejut mendengar Kaivan memanggil namanya tanpa nada merendahkan atau melecehkan, berbeda dari biasanya.
"Gue lapar," tambah Kaivan, mencoba menutupi rasa canggung yang masih menggantung di udara. Dia merasa aneh langsung pulang setelah apa yang terjadi di antara mereka, seakan-akan semuanya belum selesai.
Bella terdiam sejenak, merasa enggan bergerak dari tempat tidurnya. Tubuhnya masih terasa lelah, dan meskipun lapar, dia sudah terbiasa menahannya. Namun, melihat Kaivan yang duduk di tepi ranjang dekat kakinya, setengah memaksa, Bella akhirnya mengalah. Ia bangun dengan malas menuju kamar mandi.
Sementara itu, Kaivan sibuk mencari sesuatu di ponselnya. Saat Bella keluar dari kamar mandi, sudah berpakaian rapi, Kaivan mengangkat pandangannya dan berkata, "Deket sini ada pasar kulineran ya? Mau ke sana?"
Bella menimbang sejenak sebelum mengangguk setuju. Ia duduk di depan cermin, memeriksa wajahnya yang sedikit bengkak, lalu memoleskan riasan tipis untuk menutupi penampilannya yang masih terlihat lelah. Bella tampil sederhana, mengenakan jaket, dan melirik Kaivan sebagai tanda bahwa dia sudah siap.
Kaivan mengenakan sepatunya yang masih setengah basah dan bersiap pergi. Mereka keluar rumah bersama, dengan Bella duduk di belakang motor Kaivan. Mesin motor menderu pelan sebelum mereka melaju menuju pasar malam.
"Lo mau makan apa?" tanya Kaivan ketika mereka tiba di area parkir yang padat dengan kendaraan pengunjung.
Pasar masih ramai dengan pengunjung yang berlalu lalang, sibuk memilih makanan di antara tenda-tenda yang berderet. Meskipun pasar ini dekat dari rumah Bella, ia jarang mampir ke sini karena menurutnya, harga makanannya cukup mahal. Sekali waktu ia pernah membeli ayam Taliwang dan beberapa camilan di sini, menghabiskan lebih dari seratus ribu rupiah—jumlah yang cukup besar bagi Bella, setara dengan biaya makan selama hampir seminggu jika dihemat.
"Ini?" Kaivan menunjuk sebuah tenda yang menjual ayam Taliwang, mengingatkan pengalaman Bella sebelumnya.
Bella menggeleng, menolak tanpa berkata-kata. "Yang lain aja," ujarnya sambil melanjutkan langkah.
Kaivan mengikutinya, mata mereka berkeliling menelusuri deretan tenda makanan. Saat mereka melewati kios sate, Kaivan tiba-tiba menarik tangan Bella menuju kios tersebut.
"Bang, pesan ini," kata Kaivan sambil menunjuk beberapa jenis sate seafood yang menggugah selera.
Aroma kuah dan rempah dari sate yang dipanggang itu terasa menguat, menusuk indra penciuman mereka. Bella tak bisa menahan diri, menelan saliva dengan haru melihat makanan itu. Di tengah udara dingin usai hujan, makanan hangat ini terasa begitu memikat.
KAMU SEDANG MEMBACA
LUMINOUS [18+]
Novela JuvenilBagi Kaivan, menindas Bella adalah hal yang wajar karena gadis itu pantas mendapatkannya. Sehingga, tiada hari tanpa caci maki, cemooh, dan wajah sinis yang didapatkan Bella dari Kaivan dan orang-orang di sekitarnya. Warning!! 18+ 🐎🐎🐎 Jakarta, 2...