Part 13 - Tugas Pertama
Bella menggigit bibir bawahnya, ragu dan tidak yakin akan mengerjakan tugas bersama Kaivan. Mereka baru saja pulang sekolah, dan Kaivan langsung mengajaknya ke perpustakaan tanpa memberi banyak waktu untuk berpikir. Saat ini, Kaivan sedang mendorong pintu kaca perpustakaan dan menunggu Bella masuk lebih dulu.
Ruang perpustakaan terasa asing baginya. Hawa dingin AC langsung menyapa saat Bella melangkah masuk. Selama bersekolah, ia hanya sesekali mengunjungi perpustakaan, terutama saat harus mengerjakan tugas-tugas sulit yang membutuhkan referensi buku yang tidak dimilikinya.
Akhir-akhir ini, Bella lebih sering diam. Tidak ada teman berbicara, dan kepribadiannya yang pendiam membuatnya semakin tenggelam dalam kesendirian. Satu-satunya waktu ia berbicara adalah saat bertengkar dengan Kaivan, itupun dengan amarah atau di saat bekerja melayani para tamu. Sekarang, situasi mereka berubah, tapi kebiasaan diam Bella tetap bertahan.
Mereka duduk di meja panjang, masing-masing menurunkan tas dari punggung. Kaivan mengeluarkan MacBook dan alat tulisnya, sedangkan Bella hanya mengeluarkan pena dan buku catatan kecil. Bella tidak punya laptop pribadi; biasanya dia meminjam laptop di perpustakaan jika ada tugas. Melihat Kaivan dengan peralatan lengkap membuat Bella merasa kecil hati, tapi dia berusaha tidak memperlihatkannya.
“Gue ngambil buku dulu,” kata Kaivan sambil beranjak dari kursi.
Bella mengangguk kecil, memperhatikan tugas-tugas yang harus mereka kerjakan sambil menunggu Kaivan kembali dengan beberapa buku referensi yang diletakkannya di antara mereka. Kaivan mulai sibuk mencari bahan dari buku-buku itu, fokus pada tugas yang harus diselesaikan. Dia sesekali menunjukkan sesuatu pada Bella, menjelaskan konsep atau data yang diperlukan, tetapi Bella merasa pikirannya melayang. Dia mengangguk seakan mengerti, namun sebenarnya, semuanya terasa seperti bahasa asing baginya.
Kaivan menyadari ketidaktahuan Bella dari caranya yang hanya manggut-manggut tanpa kontribusi nyata. Ia terdiam sejenak, lalu mendorong MacBook-nya ke arah Bella. “Lo yang ngetik, ikutin aja yang gue bilang.”
Bella menurut, mengikuti arahan Kaivan meski merasa canggung. Dia tidak terbiasa dengan MacBook, fitur-fiturnya terlihat rumit dibandingkan dengan laptop biasa yang sering dia pinjam. Ketika Kaivan memintanya membuat tabel, Bella mulai panik dalam diam. Dia menggerakkan kursor mencari menu tabel dengan susah payah dan merasa lega saat menemukannya. Namun, masalah baru muncul ketika dia tidak tahu cara mengedit tabel sesuai instruksi Kaivan.
“Udah?” tanya Kaivan, suaranya terdengar lebih mendesak daripada seharusnya.
Bella terdiam, malu menunjukkan hasil kerjanya yang berantakan. Kaivan mendekat, melihat layar dengan ekspresi bingung. “Lo nggak tahu bikin tabel?” suaranya terdengar agak kasar. Menyadari nada suaranya terlalu tinggi, Kaivan berusaha meredam emosi. “Sini, gue bikin.”
Bella menyingkir, membiarkan Kaivan mengambil alih. Dia memperhatikan Kaivan membuat tabel dengan mudah, jemarinya lincah di atas keyboard. Di saat seperti ini, Bella merasa dirinya sangat menyedihkan. Ketidakmampuannya memahami hal-hal sederhana membuatnya takut -takut kalau dirinya benar-benar dianggap siswa paling bodoh di sekolah.
Bella khawatir bila tidak bisa menyelesaikan sekolahnya. Nilainya sangat tertinggal, dan setiap kali ia berusaha belajar, selalu ada rintangan yang membuatnya mundur. Ia menyadari bahwa perjuangannya belum selesai, tetapi rasa malu dan ketakutan menghantui pikirannya.
Pada akhirnya, Kaivan menyelesaikan sebagian besar tugas itu. Sesekali, ia melibatkan Bella, memberikan kesempatan kecil agar Bella tetap merasa terlibat. Meskipun begitu, Bella tahu kontribusinya sangat minim. Saat Kaivan menyelesaikan bagian terakhir dari tugas mereka, Bella menghela napas panjang, berusaha menerima kenyataan bahwa perjalanan mereka masih panjang. Tapi mungkin, ini adalah langkah awal yang baik untuk belajar mengatasi kesulitannya -meskipun bersama seseorang yang dulunya sering menjadi musuh.
KAMU SEDANG MEMBACA
LUMINOUS [18+]
Teen FictionBagi Kaivan, menindas Bella adalah hal yang wajar karena gadis itu pantas mendapatkannya. Sehingga, tiada hari tanpa caci maki, cemooh, dan wajah sinis yang didapatkan Bella dari Kaivan dan orang-orang di sekitarnya. Warning!! 18+ 🐎🐎🐎 Jakarta, 2...