Part 14 - Risiko
Setelah menggunakan waktu tidur siangnya untuk mengerjakan tugas bersama Kaivan di perpustakaan, kini Bella sangat mengantuk dan sulit fokus saat bekerja. Sepanjang malam, dia harus berusaha keras menahan rasa kantuk, sesekali menutup mulut untuk menguap secara diam-diam. Inilah yang sering terjadi jika Bella memiliki kesibukan di siang hari-ia harus memilih antara istirahat atau menyelesaikan tugas-tugas sekolah yang menumpuk.
Bella terus memeriksa jam hampir setiap menit, berharap malam segera berlalu agar dia bisa pulang dan beristirahat. Saat jam kerjanya akhirnya selesai, Bella segera menghubungi Leon, berharap bisa segera pulang. Sayangnya, Leon masih dalam perjalanan dan baru akan sampai di klub sekitar dua puluh menit lagi.
Alih-alih pulang naik taksi dan menghabiskan ongkos, Bella memutuskan untuk menunggu Leon. Dia lebih memilih menyimpan uang itu untuk keperluan lain yang lebih penting. Bella duduk di halaman klub, memeluk tubuhnya erat dan mengeratkan jaket untuk melawan dingin malam. Matanya mengamati orang-orang yang keluar masuk klub dengan berbagai ekspresi, sejenak tertegun memikirkan hidupnya yang terasa seperti lingkaran tanpa akhir-berjuang setiap malam untuk melunasi hutang-hutang yang menjeratnya.
"Lo belum pulang?"
Suara Kaivan mengejutkan Bella. Dia mendongak dan melihat Kaivan berdiri di depannya dengan dahi berkerut, tampak sedikit khawatir. Bella menghela napas, menggeleng pelan. Meskipun mereka sempat mengerjakan tugas bersama di perpustakaan tadi siang tanpa ada pertengkaran, Bella belum yakin apakah hubungan mereka benar-benar membaik atau hanya sementara.
"Nunggu ojek? Mau pulang bareng?" tawar Kaivan, yang terlihat akan segera pulang.
"Nggak," jawab Bella cepat, sedikit defensif. Dia mengira Kaivan sudah pulang lebih dulu.
Kaivan terdiam sejenak, menatap Bella dalam-dalam, seolah mencari sesuatu dalam tatapannya yang lelah. "Masih lama?"
"Bentar lagi," jawab Bella, suaranya mulai terdengar lesu.
Kaivan kemudian duduk di samping Bella. Mereka terdiam, masing-masing tenggelam dalam pikiran sendiri. Bella sesekali melirik Kaivan, namun tidak ada kata-kata yang keluar. Keheningan di antara mereka tidak lagi terasa menegangkan, tapi lebih seperti dua orang yang sama-sama lelah dengan konflik.
Waktu berlalu, dan Bella semakin mengantuk. Matanya berkali-kali menyipit, tampak merah karena kelelahan dan kurang tidur. Kaivan tidak mengganggu Bella, membiarkannya beristirahat di sampingnya. Bella akhirnya tertidur, dagunya tertopang di tepi kursi, terbuai dalam kantuk yang tak tertahankan. Kaivan sesekali melirik, tetapi tidak berkata apa-apa, hanya memastikan Bella baik-baik saja.
"Bel?"
Leon tiba dan membangunkan Bella dengan lembut. Dia mengguncang bahu Bella beberapa kali hingga dia terbangun dengan malas, matanya masih setengah terpejam. Bella mengangkat kepalanya perlahan, terlihat lelah tapi juga sedikit lega melihat Leon akhirnya datang.
"Ayo pulang," kata Leon sambil tersenyum. Dia merapikan rambut Bella yang berantakan, gestur sederhana yang penuh perhatian. Kaivan mengamati interaksi mereka dari samping, matanya sedikit menyipit melihat keakraban itu, tapi tetap diam.
Bella mengangguk dan mereka pun bersiap untuk pergi. "Tadi gue ada urusan, makanya telat," jelas Leon saat mereka berjalan menuju mobilnya. Bella hanya mengangguk lagi, tidak terlalu mempedulikan penjelasan Leon. Dalam benaknya, kehadiran Leon adalah sinyal untuk meninggalkan semua keruwetan malam ini, termasuk pertemuannya dengan Kaivan.
Sementara itu, Kaivan tetap diam di tempatnya, menyaksikan Leon dan Bella. Bella seolah lupa bahwa Kaivan masih ada di sana, dan Leon tidak menyadari keberadaan Kaivan, menganggap Bella hanya sendiri saat dia tiba. Bagi Leon, Kaivan hanyalah sosok asing di sudut malam.
KAMU SEDANG MEMBACA
LUMINOUS [18+]
Fiksi RemajaBagi Kaivan, menindas Bella adalah hal yang wajar karena gadis itu pantas mendapatkannya. Sehingga, tiada hari tanpa caci maki, cemooh, dan wajah sinis yang didapatkan Bella dari Kaivan dan orang-orang di sekitarnya. Warning!! 18+ 🐎🐎🐎 Jakarta, 2...