Rani hanya diam saat Razib mengusap pipinya, dia masih lemas. Geli memang tapi abaikan saja, Razib hanya akan semakin menyebalkan dengan mengusap ke tempat lain.
"Argh! Lo!" kesal Rani saat pipinya di cubit dan ditarik gemas.
Razib segera mengunci dua tangan Rani yang kini meronta, gatal ingin balas dendam.
"Katanya cape, tidur lagi." Razib memeluknya, menguncinya dan akan berhenti membuat Rani ngamuk.
Keduanya kembali diam di sofa luas itu, rebahan di tutupi selimut tipis. Keduanya sudah memakai pakaian lagi.
"Makan siang gue mau salad aja, mulai gemuk gue lo kasih makan enak terus selama di sini." keluh Rani.
"Ga ada salad, gue kasih makanan sehat, ga gendut juga,"
"Lo ga liat perut gue udah mau berlemak?"
"Itu karena rahim,"
"Engga ini lemak, gue ga mau makan sekalian aja!" kesalnya.
"Ck! Iya salad!"
"Udah bisa lepas ga?" Rani cukup merasa pegal, tidak nyaman juga jika terus bermesraan. Mana Razib cium-cium geli bikin merinding sebadan-badan.
"Ga."
***
Razib tersenyum melihat sore yang cerah setelah pagi yang hujan.
Dia kini sangat sadar tentang yang sudah di lakukan, tentang apa yang sudah dia lewatkan selama dua tahun menikahi Rani.
Bekerja memang seharusnya sewajarnya saja, bahkan hubungan dengan orang tua saja jadi berubah dan jarang bertemu.
Tak hanya soal Rani, tapi semuanya.
Pantas saja Razib hampir kena pecat oleh ayahnya. Mungkin karena dia terlalu berambisi membuat perusahaannya sukses sampai bertekad berlebihan dan mengabaikan hal lain.
Dia cukup sadar betapa sensitif dan emosian jika pekerjaannya sedang tidak baik-baik saja hingga kadang menyakiti Rani dengan mendebatkan hal-hal kecil yang membuatnya jadi merasa Rani tidak mengharapkannya pulang.
Razib jadi keseringan tidak pulang karena berpikir pulang pun hanya akan bertengkar.
"Ide para orang tua keren juga," gumam Razib lalu mengulum senyum tulus.
Razib menyesap teh herbal untuk kesehatan itu. Begitu perlahan sambil menikmati udara dan cuaca yang bagus.
Razib menghabiskan teh hampir setengahnya. Hingga sebuah lengan membelit perutnya. Dia tidak kaget hanya geli saja, tumben.
"Gue mimpi buruk."
Razib menyesap sedikit tehnya. "Hm? Mimpi apa? Tumben mau peluk duluan, gue sih seneng ya.." lalu menahan lengan Rani yang hendak terlepas itu.
Dasar mudah marah!
"Gue ditinggal sendirian di sini, lo ga akan sejahat itukan kalau heli lo dateng terus tinggalin gue sendiri?!" cerocosnya.
"Ntar gue pertimbangin dulu."
"Apa?! Lo mau gue nempel terus? Gue bakal kayak lintah, terus gini meski lo mau buang air besar!" kesalnya ngegas.
Razib tertawa geli. "Keenakan di lo dong, bisa liat punya gue gelantungan," balasnya sambil mengulum senyum geli.
"Ih!" Rani memukul kesal punggung Razib. "Gue bodoh sih, lagian kalau lo pergi ga masalah, para orang tua pasti jemput gue, mana bisa calon ibu dari cucu mereka ditinggal sendirian di sini," celotehnya angkuh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Terjebak Di Pulau (TAMAT)
Любовные романыRazib dan Rani tumbuh bersama, lahir di tanggal yang sama. setelah besar mereka dinikahkan. namun para orang tua tetap belum puas. Razib terlalu fokus pada pekerjaan dan Rani terlalu fokus main. Jika bertemu keduanya hanya akan bertengkar. Melihat...