Kety menatap Jack sang suami yang tengah sibuk dengan berkas-berkas. "Sayang! Rani hamil lihat!" serunya begitu heboh.
Jack tersenyum, menutup pekerjaannya yang akan dia tunda. Dia senang dengan kabar yang Kety bawa tentu saja.
"Akhirnya, akhirnya Razib menjalankan tugasnya sebagai suami!" haru Kety. "Mereka pasti lebih dekat sekarang, misi kita berhasil," isaknya.
Jack segera memeluk sang istri yang begitu bahagia. Tidak sia-sia dia dan sahabatnya Jedan mengeluarkan uang banyak.
Bucin mereka pada sang istri memang tidak main-main.
"Kita ketemu dengan Vivian, ayo. Abaikan pekerjaan sehari saja, hm?"
"Iya, sayang." Jack mulai berbincang dengan sekertaris dan asistennya.
Semua bisa di atur hingga keduanya sampai di tempat di mana Vivian menyambut Kety heboh. Keduanya terharu bahagia berpelukan.
Jedan hanya merangkul dan menepuk sekilas bahu Jack. "Akhirnya kita bisa menjadi kakek, misi berhasil, Jack." kekehnya.
"Benar, anak kita pasti lebih dekat sekarang. Ku pikir mereka akan berakhir pisah, menjadi duda dan janda," kekehnya.
***
R
ani memakai pakaian yang pertama kali dia pakai saat datang ke sini. Kaos putih dengan celana ketat pendek sejengkal dari paha. Jelas tanpa bra tapi dia tidak cemas lagi, ada gaun tipis yang bisa dia belitkan agar menutupi putingnya.
"Anteng banget lo ngupil, Jorok!" Razib menyimpan nasi goreng pesanan Rani di depannya. "Cuci tangan sana," usirnya.
Rani hanya cengengesan lalu beranjak dan mencuci tangannya. "Zib, gue gemukan banget ya," keluhnya saat melihat tubuhnya yang melintas di dinding kaca yang memantulkan tubuhnya dengan jelas.
"Lo mau makan aja udah lega, ntar bisa dikecilin ga usah bikin mood sendiri berantakan. Makan."
Rani cemberut. Namanya juga perempuan, Rani pikir dia hamil akan seperti para model, tetap langsing dengan perut bulat. Ternyata malah seperti ikan buntal.
Entah berapa bulan pastinya kandungannya kini.
"Makan, jangan cuma diaduk." Razib menarik sendok yang dipegang Rani, menyendok makanannya lalu mendekatkannya ke bibir Rani.
Rani menerima dengan kesal. Sungguh tukang pemaksaan. Dia gembul begini jelas ulah Razib.
"Harusnya dari awal hamil gue keukeuh aja bawa lo pulang, gue khawatir sekarang," ungkap Razib.
Rani mesem-mesem menyebalkan. "Oh ya? Khawatir? Hm, masa?" lalu mencolek lengan Razib so malu-malu.
Razib mengangkat sendoknya seolah ingin menjitaknya namun jelas tidak dia lakukan. Dia sangat menghormati Rani kini. Ibu dari anaknya.
"Perut lo besarnya cepet, curiga kembar." celetuk Razib sambil mengusap kaos Rani tepat di perut yang sudah terlihat buncit dengan begitu cepatnya.
"Dua gitu? Wow, benih lo!" Rani acungi dua jempol.
Razib tersenyum geli lalu berbangga diri dengan tampang menyebalkan itu. Rani tertawa kecil melihatnya.
Rani merasa tidak kesepian lagi. Mana diperhatikan pula, geli memang tapi mendebarkan juga.
"Suara kapal?" Rani beranjak dari duduknya.
"Jangan lari!"
Rani pun me'rem langkahnya yang hampir berlari, untung Razib peka dan memperingatinya.
***
Kety, Vivian, tengah melambai penuh rasa rindu karena sudah hampir 3 bulan tidak bertemu anaknya yang terjebak di pulau ini.
Pasti sangat kebosanan tapi mereka harus tetap lakukan. Demi melihat seperti sekarang ini, perut Rani terlihat buncit, bahunya di rangkul Razib.
Jack dan Jedan tersenyum melihat pemandangan keduanya yang lengket. Biasanya akan sangat ada jarak.
"Mereka sungguh dewasa dengan cepat, rasanya baru kemarin tinggi mereka sepahaku, bertengkar dengan lucunya," komentar Jedan.
"Benar, rasanya baru kemarin kita melihat mereka merengek ingin rumah pohon, dan rumah itu kita hancurkan karena mereka selalu berakhir rebutan dan menangis."
"Sepertinya kita tidak salah menikahkan mereka, mereka akan cocok."
Jack mengangguk setuju.
Dengan cengengnya Rani memeluk Vivian, Kety ikut memeluk. Keduanya mengusap kepala Rani dan perutnya yang sudah terlihat lumayan bulat itu.
Rani jelas marah-marah karena di jebak di sini dan tidak bisa membeli barang keluaran terbaru.
Tapi senang juga. Dia bisa memperbaiki hubungannya dengan sang suami.
"Bagaimana pekerjaan, Pi?"
"Aman. Jangan bilang mau gila kerja lagi, Rani sedang hamil. Papi sudah atur tugasmu nanti saat pulang,"
Razib hanya pasrah. "Siapa yang gila kerja lagi, aku udah janji sama Rani, Pi. Kalau aku akan banyak pulang," balasnya.
"Nah, bagus. Papa senang mendengarnya." sambar Jedan.
"Papa, papi, tenang aja. Kali ini hubungan kita sudah berubah," yakinnya.
***
"Kemari, papa sudah siapkan tempat duduk yang nyaman," Jedan merapihkannya, Jack membantu menantu kesayangannya duduk dengan hati-hati.
Rani tersenyum senang sekali. Dia di ratukan, membuatnya menghangat. Semua perhatian kini tertuju padanya.
"Mual bilang," Razib menyelimuti kaki Rani.
"Iya." Rani menatap semuanya yang begitu menjaganya, menatap bahagia padanya. Kehamilannya ternyata begitu mereka harapkan.
Rani terharu, dia tersenyum dengan menahan genangan air mata.
"Kita berangkat."
Rani melihat rumah yang dia tempati mulai menjauh. "Ma, mi.. Pa, papi.. Rumahnya jagain, nanti kapan-kapan mau ke sana lagi, liburan." ujarnya.
"Tentu, sayang. Mama sama mami udah kirim orang buat isi, tenang aja, ga akan jadi angker," yakinnya.
Rani senang mendengarnya jika ada yang akan mengurus dan menjaga rumah penuh kenangan itu.
Razib mengulum senyum lalu berbisik. "Kenangannya banyak ya, sampe di atas pasir aja kita pernah." kekehnya.
Rani melotot, dia ingat saat kejadian itu. Dia melakukannya dalam posisi di gendong lalu dibawa ke tepi pantai, dasar Razib tidak tahu malu memang.
Rani mencubit lengannya sampai Razib mengaduh.
***
Razib menggendong Rani dengan mudah, untung dia tetap olah raga di pulau itu. Masih menjaga ototnya.
Rani terlihat pucat lemas, dia mabuk perjalanan di tambah karena mual hamil mungkin.
"Langsung ke dokter aja, periksain kandungan sama kesehatan ibunya," Vivian terlihat cemas.
Mereka segera pergi ke dokter terbaik, membiarkan keduanya masuk dan yang lain menunggu.
Hingga foto USG di angsurkan pada para orang tua.
"TIGA?!" pekik mereka kompak.
"Kita harus bawa Rani ke luar negeri, ma, mi, pa, pi.. Rani mau lahiran di sana katanya, apa dia ngidam ya? Tiba-tiba soalnya,"
Razib terlihat masih percaya tidak percaya. Ada 3 bayi sekaligus di perut Rani. Dia sedikit linglung saking syok.
KAMU SEDANG MEMBACA
Terjebak Di Pulau (TAMAT)
RomanceRazib dan Rani tumbuh bersama, lahir di tanggal yang sama. setelah besar mereka dinikahkan. namun para orang tua tetap belum puas. Razib terlalu fokus pada pekerjaan dan Rani terlalu fokus main. Jika bertemu keduanya hanya akan bertengkar. Melihat...