"Kok ngeri ya," Rani menatap gelapnya di luar sana bagai di dunia berbeda. Tidak ada setitik lampu selain hanya lampu di rumahnya.
Razib mengikuti arah pandang Rani. "Ya kalau rame ga mungkin," balasnya malas dan melanjutkan mengiris bawang.
"Ck! Bisa aja lo jawabnya!" kesal Rani namun tetap memepet Razib. Hanya suara-suara hewan dan deru ombak, mengisi rumah yang sepi.
"Lo ambilin bawang bombai," perintah Razib tanpa peduli dengan kegelisahan dan ketakutan Rani.
"Apa? Ogah, lo bawa sendiri!"
Razib menatapnya kesal dan memilih pergi mengambilnya sendiri. Rani terus memepet membuat Razib menghentikan langkahnya jengkel.
"Lo ngapain sih?!" kesalnya.
"Gue takut, udah abaiin aja!" balasnya sama kesal.
"Masalahnya lo mepet dan hampir bikin gue ke sandung kaki sendiri!" omelnya sambil menoyor kening Rani dan mendorongnya pelan agar menjauh.
"Gue takut!"
"Bukan urusan gue!"
Dengan menyebalkan, Rani kembali memepet. Kali ini lebih parah. Dia bagai mengajaknya adu tinju, terus menabrakan bahunya sampai Razib teramat jengkel.
"Puting lo kena lengan gue!"
Dan Rani berhenti bertingkah, dia peluk dadanya dengan melotot kesal. Dia lupa soal itu. Branya yang satu-satunya di cuci dan hanya sesekali dia bisa pakai kelak.
"Nyebelin! Awas aja pulang nanti," isak Rani dengan meraung emosi.
Razib memijat pelipis, dia merasa pening. Padahal belum sehari full bersama Rani. Dia sungguh jengkel dengan situasi ini.
***
"Kita sekasur?" Rani masih memeluk depannya, gaun tidur tipisnya membuat bagian depan terlihat jelas.
Razib juga tidak melirik Rani, biasanya adu mulut dan pertengkaran lainnya selalu bertatap muka berani.
Kali ini bahaya. Takut misinya jadi.
"Biasanya juga gitu," jawab Razib malas.
"Masalahnya gue ga pake pakaian yang pas, ini terlalu-"
"Lo ga nenggiurkan sama sekali." potong Razib agar Rani berhenti, dia harus istirahat agar besok bisa memikirkan caranya pulang.
"Gue di kiri, lo lupa?!" amuk Rani.
Razib pun berguling ke kanan dan memunggungi Rani.
Rani misuh-misuh, segera menarik selimut dan mencoba tidur. Tapi gagal. Bahkan Razib pun tidak kunjung menjemput mimpi.
"Gue takut, gue di sana, Zib." Rani kian menggeser hingga rapat dengan punggung Razib. "Dindingnya kaca, gede banget. Mana gelap." keluhnya.
Razib membalik tubuhnya membuat Rani melotot dan menahan nafas saat tubuh babon itu menindih tubuhnya lalu berpindah hingga ke sebelah kiri.
Rani melahap rakus udara lalu menatap kesal Razib. "Harus banget kayak gitu?" omelnya.
"Apa lagi? Gue harus turun terus muter gitu? Yang cepet cuma cara tadi, lo berisik!" kesalnya.
"Oh mau ngajak ribut lagi ya?" Rani menyamping dan menggigit lengan Razib.
Razib segera berbalik menyelamatkan lengannya, gigitan Rani lumayan sedap.
"Lepas!" Razib mencoba menggelitik Rani hingga gigitannya lepas.
Kini kedua kaki pendek Rani yang bergerak menendang Razib random. Razib terus mengunci kedua lengan Rani sambil menggigit pipi atau lengannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Terjebak Di Pulau (TAMAT)
RomansRazib dan Rani tumbuh bersama, lahir di tanggal yang sama. setelah besar mereka dinikahkan. namun para orang tua tetap belum puas. Razib terlalu fokus pada pekerjaan dan Rani terlalu fokus main. Jika bertemu keduanya hanya akan bertengkar. Melihat...