13. Pacaran Setelah Nikah

15.4K 694 1
                                    

"Argh! GUE BOSEEEENNN!" teriak Rani. Mana televisi tidak ada signal, terus ada tempat pemutaran CD film tapi CD filmnya tidak ada.

"Nih, yang lo mau. Berisik jangan teriak-teriak!" tegur Razib sambil menyimpan satu paper bag cukup besar.

"He? Kok ada, ketemu di mana?" Rani segera bangun dari tidurnya, mulai membuka dan memilih film yang belum dia tonton.

"Lo nyari sambil ngamuk, itu ada dideket kumpulan selimut,"

"Oh ya?" responnya tak niat, dia terus memilih. "Ini apa ya? Judulnya aneh gini, mana gambarnya— oh astaga! Mereka apaan sih! Ini film dewasa semua!" cerocosnya teramat kesal.

Razib menahan bibirnya yang berkedut. Dia sudah melihat semuanya. Sudah dia duga juga akan sengamuk apa macan betinanya.

"Wah.. Gue kesel, kayaknya mau berendam di kolam aja sambil ujan-ujanan!" Rani beranjak menuju kamar untuk bersiap membelit dada dan bagian bawahnya dengan dua gaun tidur. Yang penting aset aman. Anggap saja bikini keluaran terbaru.

Razib terus mendengar misuh-misuh Rani hingga hilang di telan pintu kamar yang tidak dia tutup.

"Dasar emosian!" gumamnya gemas sendiri.

Razib menghembuskan nafasnya pelan. Matanya kian terbuka, ternyata Rani ada sisi menariknya. Selama ini Razib tidak memperdulikannya.

Satu karena menyebalkan dan juga mereka sudah sangat dekat. Baik buruk satu sama lain sudah tahu jadi hal kecil sering banyak dia lewatkan.

Contoh, ternyata jika di perhatikan wajah marahnya Rani itu menggemaskan. Wajah tidurnya begitu manis bagai bayi.

Beberapa hari ini, Razib memang lebih sering mengamati dan melihat tingkah Rani dengan seksama.

Fokus dan perhatiannya jadi pada Rani.

Razib sangat yakin, ini juga alasan kenapa para orang tua melakukan hal ini. 

***

Razib berdiri di pinggir kolam, tidak ikut berenang karena sedang malas. Di kolam Rani tengah berenang bolak-balik dengan indah. Rani memang pandai berenang.

Kulit seputih susunya begitu bening di dalam air kolam yang jernih berombak tenang itu. Meliuk bagai duyung.

Razib melirik CCTV sambil menyesap minuman segar di gelasnya. Dia penasaran siapa yang memantau di sana.

Apakah boleh Rani seindah itu di pandang bebas sesuka hati.

Ini akan menjadi hari terakhir Rani berenang di sana. Razib akan membuat Rani patuh dan tidak berenang lagi.

"Zib, Haa.. Seger banget, ga turun?" Rani menepi sambil mengusap wajahnya yang pipinya memerah alami karena terik matahari.

"Ga. Lo jangan lama,"

"Oke, gue akan lama." Rani kembali berenang menjauh setelah menjawab dengan menyebalkan.

"Itu Rani yang gue kenal, ga ada patuhnya sama sekali." Razib harus memutar otak agar Rani tidak berenang dengan penampilan seindah itu.

Razib masih di tempatnya, menatap awan gelap di sebelah kiri laut yang terlihat tidak berujung itu. 

Malam ini akan hujan disertai petir sepertinya. Dia harus menyiapkan makanan yang hangat.

"Zib, ayoo turun.. Enak tahu," bujuk Rani membuat fokus Razib teralihkan.

"Gue sekarang ga akan pernah puas cuma renang. Emang boleh?" goda Razib.

Rani mendelik kesal. "Ga! Gila lo." ketusnya.

"Yaudah, lebih baik udah. Lo naik, terus kita masak atau ganti sprai." Razib mengayunkan langkah masuk ke dalam rumah.

Rani pun menepi, naik dari kolam sambil membenarkan bikini ala-alanya. Dia meraih handuk yang dibawakan Razib.

"Baik juga, ada maunya." gumamnya. "Minta gaya apalagi nih nanti, kerbau? Sapi? Udang? Kepiting?" celotehnya sambil melangkah masuk. 

***

"Naikin lagi suhunya," bisik Rani yang nemplok asyik dipeluk Razib yang sepertinya sedang sakit karena tiba-tiba suka menempel.

"Dingin?" Razib mengeratkan pelukannya, mengecupi rahang Rani.

"Lo pikir aja sendiri!"

Razib terkekeh pelan. "Sewot amat." lalu melepaskan pelukan dan meraih remot untuk mengatur suhu kamar.

Razib kembali mendekat. Rani menahannya, memeriksa kening Razib.

"Kenapa? Gue ga demam,"

"Bener, lo ga demam. Tapi bikin gue geli, so manja ga cocok ya! Jangan bikin gue merinding!" Rani memilih menarik selimut.

"Merinding apa baper nih?" Razib terlihat mulai menyebalkan.

"Wah, jangan mulai kalau ga mau memar!"

Razib tetap mendekat dan ndusel di bahu dan leher Rani. Membuat Rani menggeliat risih dan kesal.

Rani jambak rambutnya.

"Ah! Lo kok jadi galak lagi? Apa kurang gue puasinnya? Akh!"

Jambakan Rani bertambah kencang akibat celetukannya.

"Oke, ampun sayang." Razib menahan jemari Rani di rambutnya.

"Sayang? Wah gue— emph!"

Rani gigit bibir bawah Razib untungnya tidak sampai berdarah. Jambakan dan ciuman paksa itu saling terlepas bersamaan.

"Aw.. Sakit," lebay Razib sambil menyentuh bibir bawahnya.

Rani menatapnya. "Ga berdarah!" kesalnya.

"Jangan gitu lagi ya sayang.."

"Lo bikin gue mual! Hari ini kenapa sih?!" Rani mundur sedikit, Razib membuatnya tak nyaman sampai jantungnya begitu berdebar.

"Kenapa? Ga boleh emang sama istri sendiri panggil sayang? Mesra-mesraan?" Razib menarik Rani hingga merapat padanya.

Rani menatapnya kesal. "Boleh! Tapi kalau pasangannya normal! Gue di panggil sayang sama lo aneh! Ga suka ih geli," bergidignya.

"Awalnya begituan juga geli, tapi nyamankan sekarang. Jadi panggilan sayang juga biasain. Kita harus bikin gebrakan baru. Biar kerasa bedanya, kita udah nikah, Ran."

"Gue tahu! Kata siapa kumpul kebo!" sewotnya.

Razib terbahak pelan sambil ndusel. Ternyata begini nyamannya ya? Bodoh memang mengabaikannya.

"Zib, kapan pulang. Test kehamilannya kok terus garis satu. Kita udah berusaha sampe mau pingsan loh.."

"Berarti harus sampe beneran pingsan," celetuk Razib asal.

Jelas saja kena tampol Rani.

Walau begitu, mereka kembali bermesraan walau dengan dibumbui ngegasnya Rani, protesnya ini itu.

Tapi Razib suka, toh sudah biasa juga. Yang penting pada akhirnya berhasil saling menyatu. Mendesahkan nama satu sama lain.

Malamnya kembali panas walau agak ngeri karena petir di luar begitu berisik dan nyaring. Senyaring jeritan Rani di saat Razib melaju dengan berani tanpa ragu lagi.

Rani kewalahan walau sialnya terasa nikmat sekali.

Hingga benih pun kembali berhasil di tebar.

"Jangan stress.. Kita nikmatin waktu berdua, kita bikin kenangan indah, anggap aja kita remaja yang jatuh cinta. Kita pacaran setelah nikah.."

"Ga ada remaja tidur banyak gaya!" sebal Rani refleks.

Razib tertawa pelan lalu menjitak keningnya kesal, dasar merusak suasana. 

Terjebak Di Pulau (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang