"Zib, lagi apa?" Rani terlihat kaku sekali, wajahnya pucat. Tidak fokus juga, seperti terjadi sesuatu, begitu gelisah bergelantungan di mata Rani.
Razib melihatnya begitu.
"Gue lanjutin novel yang lo baca, siapa tahu lo beneran mau nanti." kekehnya usil memang, dia tutup bukunya dan menangkis pukulan Rani lalu melihat sesuatu yang jatuh ke lantai itu.
Keduanya terpaku sejenak.
"Alat test kehamilan?" Razib meraihnya. "Apa nih, jangan—"
Rani kian menegang berdebar.
"Kenap—" Razib terdiam. Menatapnya dengan terus meyakinkan diri, bahwa yang dia lihat bukan ilusi dari keinginannya.
"Itu error kan, Zib?" Rani menggigiti kukunya, sebelah kakinya bergerak gelisah. Menatap Razib yang hanya diam menatap alat test kehamilan itu.
"Berapa lo cobanya?" Razib menatap wajah pucat Rani yang pasti terkejut. Razib meraih sebelah jemari Rani yang terasa dingin dan berkeringat. "Lo tenang, rileks." lalu tersenyum tipis menenangkannya.
"Tiga, satu negatif, satunya lagi samar banget dan ini jelasnya." Rani balas menggenggam jemari Razib yang menggenggamnya cukup erat menenangkan.
"Dingin banget tangan lo," Razib menarik Rani pelan untuk duduk di sampingnya.
"Gue hamil, nih?" Rani menggigit bibir bawahnya gelisah.
"Kayaknya iya, coba selama di sini terus cek aja. Bangun tidur terus cek aja," Razib menarik lembut wajah Rani.
Razib kecup keningnya lalu dia tarik lembut kepelukannya. Dia usap-usap punggung Rani agar semakin rileks.
Isak tangis malah yang Razib dengar.
"Ga seneng?" tanya Razib pelan tanpa mengubah posisinya.
Rani balas memeluk lalu menggeleng. "Gue kaget, kok cepet sih." suaranya terdengar bergetar serak.
"Gue suntiknya dalem banget, jadi cepet."
Rani sontak memukul punggungnya sampai Razib mengaduh lalu terkekeh dan mengeratkan pelukannya.
Rani kembali terisak. "Awas ingkar janji! Ada calon bayi sekarang di rahim gue!" tegasnya dengan masih saja terdengar bergetar serak karena isak tangisnya.
"Cengeng!"
"Iihhhh! Lo ya! Bukannya hiks.." Rani mendorong Razib hingga pelukannya terlepas.
"Oke-oke, canda." Razib kembali menarik Rani walau agak menepis pelan pelukannya.
"Lo serius seneng gue hamil? Apa seneng kita ga akan lama lagi pulang dan lo bisa kerja sepuasnya?"
"Gue seneng karena lo hamil, ini tulus. Siapa sangka gue ga akan lama lagi jadi ayah, senenglah pasti," Razib terus mengusap punggung Rani, mengecupi bahu atau rahangnya. Bahkan sesekali pipi basahnya.
Rani hanya diam, masih menangis haru karena akan menjadi ibu. Sungguh tidak menyangka.
"Lo bisa tampar mulut mereka yang ngatain lo mandul. Gue yang salah, Ran. Maaf." bisiknya lalu dia kecupi air mata yang jatuh di pipi Rani.
Rani mengubah posisi, menyimpan dagu di bahu Razib membuatnya terdongak tidak nyaman.
Rani menjadi membenamkan wajahnya di dada bidang Razib.
"Gue makin terharu, ck! Kenapa bahas itu!" Rani memukul pelan Razib lalu membelitkan lengannya ke tubuh besar itu.
Razib balas mengeratkan pelukannya.
***
"Ga mau," tolak Rani saat Razib mendekatkan sepotong steak sapi buatannya. "Gue lagi ga laper," lanjutnya.
![](https://img.wattpad.com/cover/375360965-288-k177078.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Terjebak Di Pulau (TAMAT)
RomansaRazib dan Rani tumbuh bersama, lahir di tanggal yang sama. setelah besar mereka dinikahkan. namun para orang tua tetap belum puas. Razib terlalu fokus pada pekerjaan dan Rani terlalu fokus main. Jika bertemu keduanya hanya akan bertengkar. Melihat...