9. Razib Nakal

22.8K 790 8
                                    

"Tega banget lo sama gue!" kesal Rani yang masih telungkup di bawah selimut.

Razib tertawa kecil mendengarnya sambil mengayunkan langkah mendekati kasur dengan segelas air terisi penuh untuk Rani.

"Semua cowok emang sama aja, semuanya doyan!"

"Udah, minum dulu. Bawel!" Razib menarik selimut lalu menarik piyama atasnya untuk dibalutkan pada Rani.

Rani duduk bagai sinden, menerima perlakuan Razib yang memakaikannya piyama kebesaran itu. Barulah dia meneguk airnya, membiarkan Razib mengancingkan piyamanya.

Razib menatap Rani yang meneguk semua air dalam gelas tinggi itu hingga tak bersisa, kasihan kehausan. Rani yang berisik dengan desah diselipi protes sesekali jelas akan membuat tenggorokannya kering.

Razib menyimpan gelas bekasnya ke nakas lalu mengusap perut Rani. "Semoga yang malam ini jadi," lalu terkekeh pelan.

Rani memukul lengan Razib. "Ih! Geli banget!" dia bergidig lalu rebahan lagi.

Razib masih duduk sambil mengulum senyum geli melihat reaksi Rani. "Pengen banget lama di sini? Biar gue terus di samping lo kan? Aduh.." Razib tertawa pelan lalu meringis merasakan gigitan Rani. "Udah, sakit!" ringisnya.

"Lo mau cepet kerjakan? Makanya tadi sampe tiga kali! Ga pengertian untung ga sesakit pertama!" sewot Rani sambil mengubah posisi jadi terlentang. "Semangat amat pengen cepet-cepet abaiin gue," sindirnya asal ceplos.

Razib menggigit bibirnya, tersenyum geli dan terus memperhatikan bibir yang bergerak itu. Begitu jutek penuh sindiran.

"Mana bisa gue abaiin setelah tahu rasa lo sampe bikin gue nagih,"

Dan Razib sudah tahu akhirnya. Rani akan memukulinya, sebisa mungkin Razib menangkis atau balas menggigitnya manja.

"Udah, saatnya tidur." Razib merasa berdenyut di berbagai titik lengannya akibat gigitan atau cubitan.

"Kalau seandainya besok hamil, kita pulang. Lo udah janji ya, ga akan sering ninggalin dan abaiin gue." suara Rani pelan di pelukan Razib.

"Hm."

Rani tersenyum samar. Dia terlalu gengsi sebenarnya ingin menahan Razib untuk lebih sering di rumah.

Dia sungguh kesepian dan kadang sakit mendengar beberapa celetukan atau candaan dari teman-temannya. 

***

Razib menatap lurus hujan yang turun pagi hari. Tidak terlalu lebat. Tapi cukup membuat udara dingin.

Razib menikmati segelas teh hangat yang dia buat sambil menunggu Rani bangun.

Razib kembali ingat soal ucapan Rani. Apa Rani selama ini tidak senang dia abaikan? Apa tidak senang jika dia tidak pulang?

Selama inikan Rani selalu berharap dia tidak pulang sekalian karena selalu bertengkar tentang hal sekecil apapun.

"Astaga! Ha~ agh.. Tubuh gue,"

Razib menoleh ke arah kasur. Di sana Rani tengah berjuang bangun. Dengan keluhan dan desahnya yang berisik.

"Rontok banget rasanya, loh hujan? Yah, ga bisa berendam di kolam," keluhnya.

"Masih ada bathtub, gue siapin air hangat." Razib pun ke kamar mandi.

"Nah gitu dong, peka! Gue gini karena lo makannya lahap!"

Razib mendengus geli lalu mengulum senyum tanpa menghentikan langkahnya. Bisa saja perumpamaannya. Makannya lahap? Razib mangut-mangut setuju. Dia memang akui, sangat lahap. 

***


"Ha~ nikmatnya, panasnya pas.." Rani terpejam menikmati tubuhnya yang sebatas leher tenggelam di bathtub.

Razib mendekat, berjalan santai membuat Rani membuka mata mendengarkan suara langkahnya.

"Ngapain?"

"Menurut lo?" lalu tersenyum menyebalkan.

Rani mendelik sebal. Dia terpejam sambil memalingkan wajahnya saat Razib melepas celana piyamanya dan menuju shower.

"Bisa nanti kali, gue beres!" kesal Rani.

"Intip aja, bebas kok. Mau pegang?" Razib menahan tawanya saat melihat tangan Rani terkepal di pinggiran bathtub. Jika dekat pasti dia akan ditinju.

"Ran? Lo tidur? Kenapa ga jawab?" Razib yang awalnya hanya ingin membersihkan diri memutuskan mendekat dan masuk ke dalam Bathtub sambil mendekatkan wajahnya ke wajah Rani yang berpaling ke arah laut lepas.

Indah sekali memang tempat ini walau agak ngeri karena jauh dari daratan.

"Ga suka gue masuk?" bisiknya sambil menusuk pipi Rani.

"Tu tahu," Rani mengusap lengannya yang berada di air. Dia menutup dadanya yang pasti jelas itu.

Mandi bersama atau berendam rasanya Rani malu. Di atas kasur memang sama polos tapikan kadang ada selimut yang menghalangi.

"Marah nih ceritanya?"

"Jangan nunggu di tonjok deh, sana! Kalau mau mandi ya cepet mandi!" ketusnya.

"Ga mau. Gue mau di sini, tonjok aja." Razib menarik Rani lalu dia bergerak duduk di belakamg Rani.

Rani merasa wajahnya panas. Tidak menyangka akan melakukan adegan dalam film bersama Razib.

Rani menahan nafas saat Razib membelit perutnya di dalam air. Membuat Rani bersandar padanya.

"Wah, malah ngelunjak ya!" Rani menoleh lalu terkesiap saat Razib menabrakan bibirnya sekilas hingga terdengar suara kecupan.

Rani segera mencubit sebelah paha Razib di dalam air.

"Ah.. Sakit!" ringis Razib.

Rani pun melepaskannya dengan terpejam mencoba sabar. Mereka memang sudah melewati batas. Lebih baik jangan di pusingkan dari pada debat yang melelahkan.

"Jangan ngambek, jelek."

"Bodo amat!"

"Hm, nyaman juga." Razib menyandarkan dagu di bahu basah Rani, menatap bukit yang terendam air itu, bahkan semuanya terlihat di posisinya.

"Gue mau pake busa arom—"

"Ga, nyaman gini." Razib masih ingin menikmati pemandangan.

Rani pun mendengus dan memilih meraih jus jeruk, menikmatinya sambil melihat hujan di luar sana. Hujannya ringan.

"Kayak ga berujung ya lautnya," tunjuk Rani setelah menyimpan gelas jus dan meraih cemilan yang terbuat dari kentang itu.

Rani mengarahkan cemilan itu saat mulut Razib terbuka, mengkodenya untuk minta itu. Rani menyuapinya kasar. Dia geli.

"Udah makan sendiri! Lo malah jilat-jilat jari gue!" kesalnya.

Razib mengulum senyum samar. Dasar tidak peka, padahal dia sedang mencoba memancingnya lagi.

"Tangan lo!" Rani segera mencubit lengan yang jemarinya menyelinap ke dalam pahanya di dalam air.

Razib tertawa pelan melihat wajah galak Rani. "Dasar pelit!" lalu menggigit pelan bahu Rani sampai siempunya merespon kesal.

Keduanya mulai tidak bisa diam, entah Rani memukul atau mencubit dan Razib menangkis atau menggigit lengannya.

Terjebak Di Pulau (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang