Happy reading
..
.
Voment guys...
..
.
Lionel melepaskan pelukannya dengan Liana yang kini tengah menghapus air matanya dengan lembut.Bolehkah Lionel kembali berharap? Namun ia takut harapan itu kembali jatuh dan hancur, jujur ia takut untuk kembali jatuh dan merasakan rasa sakit tak berujung.
"Sekarang kita makan ya, setelah itu minum obat dan istirahat" Ujar Liana lalu mengambil tempat bekal yang ia letakkan di atas meja.
Kini tersisa hanyalah Lionel dan Axel yang saling diam dengan pikiran yang berbeda.
"Maaf" Ucap Axel membuat Lionel menoleh kearahnya lalu mengulas senyum tipis.
"Andai kata maaf yang anda ucapkan bisa meminimalisir rasa sakit ini, saya pasti sudah memaafkan anda tapi salahnya itu semua hanyalah kata andai" Balas Lionel.
"Maafkan papa, bisakah papa menebus nya?"
"......"
Lionel diam lalu menundukkan kepalanya, enggan untuk menjawab karena memang tidak memiliki jawaban.
Ia bukan Lionel asli dan saat ini yang menjadi fokusnya adalah kehidupan jiwanya sendiri bukan kehidupan raga yang ia pakai saat ini.
"Tidak perlu di jawab jika kau enggan Lionel, papa akan menebus semuanya dan papa harap kau tidak menjauhi papa ataupun membenci papa" Ucap Axel.
"Jika aku bisa rasanya aku ingin sangat membenci mu tapi tetap saja aku tidak bisa" Balas Lionel.
Lionel memang tidak dapat semudah itu membenci seseorang namun apabila ia sudah membenci orang tersebut maka habislah sudah.
Dia tipe orang yang mudah memaafkan namun sulit melupakan hingga akhirnya hal itu juga yang menyakitinya.
"Andai kata maaf bisa menebus semuanya, mungkin tidak akan ada kejahatan dan polisi"
..
.
Rafka mendudukkan dirinya dikursi taman rumah sakit yang telah sepi dan hanya ada beberapa orang yang duduk ditaman tersebut.Angin malam bertiup lembut, menyapu wajah tampannya yang tengah menghadap ke arah bulan yang malam ini bersinar terang.
Tatapannya sendu, seakan merindukan seseorang yang tak kunjung pulang.
"Penyesalan tidak bisa mengubah apapun raf" Ucap Raska yang kini berjalan menghampiri Rafka.
"Bisakah waktu mundur 2 tahun ke belakang? Aku ingin menebus semuanya kepada Lionel" Balas Rafka.
Raska menggelengkan kepalanya dan ikut menatap bulan dengan kedua tangan yang ia masukkan ke saku jaketnya.
"Aku takut ras, takut jika Lionel memilih menyerah sebelum kita menebus semuanya" Ucap Rafka.
"Dia sudah baik-baik saja bukan? Dia anak yang kuat raf" Balas Raska.
"Apa kau lupa ucapan papa tadi siang? Lionel mengidap mental ilness"
Raska terdiam, ia sendiri tahu begitu bahayanya mental ilness bagi penderitanya.
Raska menundukkan kepalanya, putus asa dengan pikirannya yang selalu memikirkan keadaan Lionel kedepannya.
"Jangan meninggalkan Lionel sendirian, itu salah satu cara untuk mencegahnya melakukan hal nekat" Ucap Raska.
"Kupikir kalian kemana, ternyata kalian disini"
Keduanya menoleh serempak kearah Liona yang berjalan menghampiri keduanya dengan wajah datar dan mata sembab.
"Tidak jadi menemani Lionel?" Tanya Raska.
Liona menggelengkan kepalanya, ia memang berniat menemani Lionel tadi namun sayangnya saat ia baru saja membuka pintu ruangan,ia melihat pemandangan yang mengharukan namun juga menyesakkan.
Tangisan Lionel begitu menyesakkan hati hingga ia ikut juga ikut menangis hanya karena mendengar suara tangisan keras tersebut.
"Kenapa matamu sembab hm?" Tanya Raska membuat Liona menghela nafas panjang.
"A-aku mendengar tangisan Lionel tadi jadi aku ikut menangis" Jawab Liona.
"Kenapa Lionel menangis?" Tanya Rafka.
"Entahlah,aku tidak tahu sebabnya mungkin ada kaitannya dengan kita" Ujar Liona.
"Ya bagaimanapun juga yang membuat dia merasakan rasa sakit adalah kita"
Hening melanda, mereka memilih diam dan menatap langit dengan pikiran yang berkelana kepada satu topik, Lionel dan sakitnya.
..
.
08:00 wib.Hari ini Lionel diperbolehkan pulang setelah seminggu mendekam di ruang rawat dirumah sakit terbesar di kota tersebut.
Lionel mengayunkan kakinya dengan tatapan yang menatap bodyguard yang tengah membereskan perlengkapannya selama dirumah sakit seminggu ini.
Liam--bodyguard pribadi Lionel selama ini menatap Lionel dengan tatapan sendu, membuat rasa bersalah semakin menumpuk.
Senyum itu hilang dan tatapan penuh binar itu ikut serta menghilang, liam dulunya adalah bodyguard pribadi Lionel namun ia meminta berganti tuan hingga akhirnya ia meminta kembali lagi kepada Lionel.
Namun sekarang Lionel yang enggan.
Cklek..
Pintu ruangan terbuka, lionel menatap ketiga saudaranya yang datang dengan tatapan kosongnya.
"Selamat pagi lionel dan paman liam" Sapa Liona.
"Selamat pagi nona, Tuan muda pertama dan tuan muda kedua" Balas Liam yang hanya mendapatkan anggukan Rafka dan Raska.
Ketiganya menatap kearah Lionel yang sama sekali tak merespon ucapan mereka, hanya matanya yang berkedip pelan layaknya boneka.
"Lionel bagaimana perasaanmu? Okey?" Tanya Liona kembali.
Lionel hanya diam tanpa berniat membalasnya karena ia sendiri juga bingung jawaban apa yang harus ia berikan.
Perasaannya? Entahlah, hancur tak berbentuk mungkin dan ia juga tak memperdulikan hal itu.
Hidup saja sudah syukur.
"Sudah siap, mari tuan muda kita pulang" Ucap Liam memecahkan keheningan didalam ruangan.
Hari ini kedua orang tua mereka tengah berbelanja keperluan untuk Lionel lebih tepatnya kamar baru Lionel yang akan disatukan dengan kamar Rafka jadi mereka tidak bisa menemani Lionel untuk pulang.
Lionel melompat turun dari ranjang lalu berjalan kepintu keluar, ia ingin pulang.
"Kau menanyakan perasaanku tadi kan?" Tanya Lionel membuat Liona yang berjalan disisinya menoleh lalu Mengangguk dengan senyum manis dibibirnya.
"Hancur...cuaks"
..
.
TBC
Voment guys..cuacks...