Belum diedit mohon maklum, selamat membaca...
Beberapa jam yang lalu, Pangeran Mikail mendapat berita dari informan terpercaya mengenai tewasnya empat orang anggota Ottoman yang dikirimnya ke kerajaan Manzikert. Mau tidak mau, ia harus mengakui kebenaran dari nasihat Paman Onur. Pasukan dari kerajaan Yunani itu kini semakin kuat, tidak hanya itu, mereka juga memiliki strategi perang yang setara dengan sepuluh kali lipat strategi sebelumnya.
Petang sudah menjelang, empat jenazah sudah dikembalikan ke Anatolia untuk dikebumikan di Istanbul. Sepertinya sebentar lagi akan ada badai salju di semenanjung pantai Aegae karena angin bergerak begitu cepat dari arah barat.
"Lily.." begitu sapaan gadis kecil yang lebih suka menyendiri itu. Bergabungnya Lily cukup mengejutkan sejumlah bocah sebayanya yang sudah lebih dahulu dievakuasi oleh tim medis. Mereka bilang, Lily adalah anak yang aneh—ya meskipun sebenarnya tidak ada yang tidak aneh pada semua penduduk suku pedalaman di pantai Aegae ini. Disaat yang lainnya mau bergabung, Lily seringkali kabur dan mendatangi rumah lamanya berharap menemukan keluarganya menunggunya disana.
"kau harus makan," bujuk Carmen. Bocah perempuan itu hanya diam di atas tempat tidur terbuat dari batang bambu sembari menekuk lututnya yang lancip dan kering serapat mungkin dengan dadanya. Matanya, mata bocah kecil itu terlalu besar untuk wajahnya yang tirus. Bajunya sudah lebih hangat dari sebelumnya.
"Your Highness." Sahut sebuah suara serak milik nenek tua berusia pertengahan tujuh puluh, Carmen menoleh, memperhatikan ketika nenek itu mulai berbicara. Bibirnya berwarna hitam senada dengan gusi dan giginya yang jelas terlalu banyak mengonsumsi daun inang. Pasukan Bizantium telah menyisakan golongan anak-anak dan manula sementara mereka memboyong habis para pemuda dan semua penduduk yang berpotensi mampu bertahan.
"Lily adalah kerabat dekat kepala suku." Oh ya? Meski tak tahu menahu tentang semua yang tengah terjadi Carmen paham betul apa yang harus ia lakukan yakni berpura-pura tahu di hadapan rakyatnya. Ya, sekarang rakyat Pangeran Mikail juga menjadi rakyatnya, seperti apa yang pernah Bibi Almas katakan sebelumnya.
"kami sebetulnya terkejut pasukan Bizantium tidak membawa Lily. Bahkan Loran, adiknya yang berusia tiga tahun pun dibawa." Carmen menoleh lagi pada bocah kecil itu, mata besarnya menatap kosong namun ketakutan. Lily selalu lebih spontan jika melihat Pangeran Mikail, rasa takutnya seolah bertambah kian semakin banyak. Di luar badai salju, Carmen ingin sekali semua anak-anak dan manula disini mengenakan pakaian hangat yang cukup tebal namun entah karena mereka memiliki kulit istimewa yang lebih tebal atau apa, tidak ada satupun dari mereka yang mau mengikuti saran darinya.
"jangan khawatir, penduduk Aegae akan kembali dengan selamat." Yakinnya, nenek tua itu bergeming. Detik berikutnya tersenyum hambar, tidak ada kebahagiaan dalam senyumnya. Carmen tidak yakin yang dikatakannya tadi berhubungan dengan apa yang sedang terjadi. Melihat dari semua keanehan yang ada, sepertinya begitu. Carmen ingat Paman Ahmet bilang akan pergi ke Pantai Aegae tapi disinilah ia sekarang dan tak sedetikpun bertemu dengan pamannya itu. Dari awal Carmen yakin sesuatu sedang terjadi.
"percaya atau tidak, semua ini sudah tertulis dalam ramalan Aegaelyra. Mengenai kehidupan asmara Pangeran Mikail juga ada di dalamnya." Setidaknya, sumber sejarah yang menjelaskan bahwa suku pedalaman pantai Aegea sangat tertutup pada kehidupan Anatolia yang maju memang benar. Ramalan, upacara adat, dan sesembahan masih santer di kehidupan mereka. Carmen akan bertanya selengkap-lengkapnya pada suaminya mengenai apa yang terjadi. Rasanya aneh menyadari ia adalah istri Pangeran dingin itu sementara dirinya bahkan tidak pernah diperlakukan layaknya seorang istri, well mungkin sekali atau dua kali dalam hal kecil.
"aku.." dengan alasan yang tidak jelas, pipi Carmen memerah mendengar nama suaminya disebut. Kehidupan asmara. Ya, tentu saja pernikahan termasuk ke dalamnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
CARMEN
FanfictionAnatolia, sekitar 1934. "...aku tahu diri, siapa diriku dan siapa dirinya (Lord His Highness Zayn Alexander Mikail Davutoğlu). Akupun sepenuhnya tahu tidak pernah terbersit dalam benaknya bahwa Lord His Majesty Yaser Davutoğlu memintanya menikahi se...