CHAPTER 34 : Penghianat yang Sesungguhnya

183 19 23
                                    


Enjoy this

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Enjoy this...


Author's  POV

Langkah cepat dari kakinya sendiri menuntunnya menuju ruangan besar di lantai dua. Kamarnya dan juga kamar Pangeran Mikail. Meski hatinya sempat menolak untuk mengikuti perintah Sang Pangeran yang menyuruhnya beristirahat. Sangat jelas kecemasan bercampur putus asa dari wajah Alexandra di halaman belakang tadi, ekspresi gadis itu masih tergambar jelas dalam ingatannya.

Raja Leander diculik.

Satu-satunya kerajaan yang berkonflik dengan Kerajaan Manzikert hanyalah Kerajaan Anatolia. Seharusnya istana ini menjadi tempat terakhir yang didatangi oleh Alexandra untuk hal semacam itu. Siapa yang telah menculik Raja Leander? Pertanyaan itu dibiarkan menggantung tanpa ada jawaban sama sekali. Diraihnya gagang pintu dengan tangan gemetar. Selamanya yang Carmen hanya bisa lakukan hanyalah dibuang pergi dan tak boleh mendapatkan informasi atau ikut andil dalam suatu keadaan genting. Ia melewati dua penjaga yang membungkuk memberi salam penghormatan di depan kamar. Tubuhnya nyaris menghambur ke permukaan tempat tidur saat didengarnya pintu diketuk dan terbuka, Ia berbalik terkejut melihat Pangeran Mikail ada di sana. Tubuhnya yang hampir setinggi pintu mematung menatapnya dengan sorot bingung, tidak hanya dirinya, Carmenpun demikian.

"Ya? Apa ada sesuatu yang buruk terjadi lagi?" Carmen bertanya, masih bingung. Pangeran Mikail juga diam beberapa saat, kemudian berdehem dan berjalan masuk sambil memasukkan kedua tangan di saku celananya. "Pangeran Mikail, ada apa?" Tanya Carmen lagi saat jarak mereka berdua hanya beberapa senti.

"aku tidak bermaksud bersikap seperti tadi, maaf. Jika ini yang kau inginkan, mari ke bawah dan menghadapinya bersama-sama." Kini giliran Carmen yang tidak dapat mengatakan apapun.

"kau ingin tahu tentang Ramalan Anatolia kan? Ikutlah denganku." Pria itu bersungguh-sungguh, diraihnya tangan Carmen yang sulit bergerak di kedua sisi tubuhnya. Gadis itu lantas mengangguk, bulat gelap bola matanya berbinar penuh suka cita. Perlahan akses menuju kunci untuk membuka kotak rahasianya terbuka.

Suasana di aula pertemuan besar—dimana tempat ini biasa dipakai untuk keperluan pertemuan penting—sudah ramai. Dua penjaga membukakan pintu besar itu dan membungkuk memberikan hormat pada keduanya. Ornamen dan perabotan di ruangan yang luas ini terlihat kuno. Ruangan pertemuan yang sangat luas, mereka berjalan menuju tangga melingkar yang membawanya turun ke apa yang disebut ruangan bawah tanah. Mereka semua ada di bawah sana, menanti dengan penuh waspada. Di antara wajah-wajah yang Carmen ingat pernah Ia temui di Kerajaan Manzikert adalah Senat Arman, yang memang sering mendampingi Alexandra, dan tentu saja tidak ada Sheriff, sangat melegakan, pikirnya. Ia juga tidak melihat Liam. Kemana Dia? Dari sekian banyaknya orang berpakaian gelap yang berkerumun, Carmen tetap bisa mendengar dengan jelas dengusan protes dari Alexandra.

"oh briliant, senang akhirnya kau membawanya kemari, kapan kita bisa menyerahkan si sumber petaka ini pada mereka?" Carmen baru saja menginjak anak tangga paling bawah saat cemoohan pedas dari Alexandra mengejutkannya. Beberapa keamanan yang sudah semestinya diamanahkan untuk menjaga keutuhan dan keamanan Kerajaan Anatolia terutama istri Sang Pangeran atau yang sekarang Raja besar dari Anatolia, langsung dengan sigap mengeluarkan sebilah pedang dari saku mereka namun Pangeran Mikail mengangkat tangan untuk menghentikannya, Carmen merasa lebih baik karena merasa terlindungi.

CARMENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang